Hukuman Bagi Pelaku Khiyanat

58 kebijaksanaan yang dilakukan oleh Rasulullah dan karena keikutsertaan Hatib bin Abi Balta’ah dalam Perang Badar, tentu ia mendapat hukuman berat. Dari Hadits tersebut bias diketahui beberapa hal, pertama, mukjizat Rasulullah yang bisa mengetahui secara pasti seorang kurir wanita yang membawa surat rahasia milik Hatib bin Abi Balta’ah. Kedua, keterlibatan dan keikutsertaan Hatib bin Abi Balta’ah dalam Perang Badar dan kejujuran jawabannya menjadi sesuatu yang sangat berharga dan dipertimbangkan oleh Rasulullah sehingga dia dibebaskan dari hukuman berat sebagai pengkhianat. Ketiga, menurut Umar bin al- Khaththab, hukuman berat bagi pengkhianat adalah berupa hukuman mati, dan keempat, ketundukan Umar bin al- Khaththab terhadap kebijaksanaan Rasulullah mengenai Hatib bin Abi Balta’ah yang dinilai telah mengkhianati Allah, Rasulullah dan seluruh kaum muslim. Dengan demikian hukuman ta’zir bagi seseorang yang mengkhianati Allah, Rasulullah, dan seluruh kaum mus lim seperti Hatib bin Abi Balta’ah adalah berupa hukuman mati, walaupun atas pertimbangan dan ijtihad Rasulullah hukuman berat ini tidak perlu diberlakukan mengingat dia telah bersikap jujur dan tulus, bahkan dia juga seorang sahabat yang berjasa besar mengikuti Perang Badar. Dari kasus di atas, dapat diketahui bahwasanya hukuman bagi pelaku tindak pidana khianat adalah ta’zir, yakni hukuman yang diputuskan oleh penguasa setempat. 27 27 Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, hlm. 112-117 59

C. Delik Lokika Sanggraha Dalam Hukum Pidana Islam

Apabila ditinjau dalam hukum pidana Islam berdasarkan unsur- unsur delik Lokika Sanggraha terdapat beberapa unsur yang berupa pelanggaran yaitu Pertama, Persetubuhan yang diharamkan dan Kedua, Mengingkari janji khiyanat. Seperti yang diketahui bahwa delik Lokika Sanggraha termasuk dalam kategori zina ghairu muhshan. Zina ghairu muhshan adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki- laki dan perempuan yang belum ada ikatan perkawinan yang sah. 28 Delik tersebut adalah kerusakan moral yang melanda dari dunia barat menurut para ahli justru karena diperbolehkan perzinaan bila dilakukan oleh orang dewasa yang dilakukan dengan suka sama suka sehingga menyebabkan kehamilan terhadap si wanita. Dengan demikian, jelaslah bahwa masalah delik Lokika Sanggraha ini merupakan masalah perzinaan yang tidak hanya menyinggung hak perorangan, melainkan juga menyinggung hak masyarakat karena bayi lahir tanpa suami . 29 Sanksi delik Lokika Sanggraha bila ditinjau dalam hukum pidana Islam ada dua macam, yaitu dera seratus kali dan pengasingan selama setahun. Hukuman dera adalah hukuman had, yaitu hukuman untuk laki- laki dan 28 Ahmad Reza Fahlefi, Sanksi Zina Transeksual Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Skripsi, 2013, hlm. 41 29 Ahmad Djazuli, FIQH JINAYAH Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 36 60 perempuan yang melakukan persetbuhan tanpa ikatan perkawinan. Dan hukuman dera adalah hukuman yang ditentukan oleh syara’. Oleh karena itu haim tidak boleh mengurangi, menambah, menunda pelaksanaanya, atau menggantinya dengan hukuman lainnya. Disamping telah ditentukan oleh syara’, hukuman dera merupakan hak Allah atau hak masyarakat, sehingga pemerintah atau individu tidak berhak memberikan pengampunan. Hukuman lain yaitu adalah hukuman pengasingan selama satu tahun. Hukuman ini didasarkan kepada hadis Ubadah ibn Shamit tersebut di atas. Akan tetapi hukuman ini wajib dilaksanakan bersama- sama dengan hukuman dera, para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurut Imam Abu Hanifah dan kawan- kawannya hukumanan pengasingan tidak wajib dilaksanakan. Akan tetapi mereka membolehkan bagi imam untuk menggabungkan antara dera seratus kali dan pengasingan apabila hal itu dipandang maslahat. Dengan demikian menurut mereka, hukuman pengasingan itu bukan merupakan hukuman had, melainkan hukuman ta’zir. Pendapat ini juga merupakan pendapat Syi’ah Zaidiyah. Alasannya adalah bahwa hadis tentang hukuman pengasingan ini dihapuskan mansûkh dengan surat an- Nuur ayat 2. 30 Jumhur Ulama yang terdiri atas Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa hukuman pengasingan harus dilaksanakan bersama- sama dengan hukuman dera seratus kali. Dengan demikian menurut jumhur, hhukuman pengasingan ini termasuk hukuman had, dan bukan hukuman ta’zir. 30 Ahmad Mawardi Muslich, , Hukum Pidana Islam, hlm. 30