Hukuman Bagi pezina muhsan

52 dengan batu atau sejenisnya. Hukuman rajam merupakan hukuman yang telah diakui dan diterima oleh hampir semua fuqaha, kecuali kelompok Azariqah dan golongan khawarij. Alasan kelompok Azariqah dan Khawarij tidak menerima hukuman rajam karena mereka tidak menerima hadist, kecuali hadist yang sampai kepada tingkatan mutawatir. Menurut mereka hukuman untuk jarimah zina baik muhshan maupun ghairu muhshan adalah hukuman dera seratus kali sebagaimana firman Allah surat an- Nuur ayat 2. 17

b. Hukuman Bagi pezina Grairu Muhsan

Bagi pezina Ghairu muhsan, ini ada dua macam, yaitu dera seratus kali dan pengasingan selama setahun. 1 Hukuman Dera Hukuman dera adalah hukuman had, yaitu hukuman yang sudah ditentukan oleh syara’. Oleh karena itu hakim tidak boleh mengurangi, menambah, menunda pelaksanaanya, atau menggantinya dengan hukuman lainnya. Di samping telah ditentukan oleh syara’, hukuman dera merupakan hak Allah atau hak masyarakat, sehingga pemerintah atau individu tidak berhak memberikan pengampunan. 2 Hukuman Pengasingan Hukuman yang selanjutnya untuk pezina ghairu muhsan adalah hukuman pengasingan selama satu tahun sebagaimana disebutkan 17 Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, hlm. 60 53 dalam hadist di atas. Ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa seorang perjaka merdeka yang melakukan jarimah zina harus dikenai sanksi pengasingan setelah dicambuk seratus kali pengasingan harus dilakukan selama satu tahun ditemapt yang jauh dari tanah airnya jarak masâfah al- qasr. Sedangkan mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa pelaku zina ghairu muhshan yang kedua- duanya berstatus merdeka dan dewasa, diberlakukan sanksi cambuk seratus kali dan diasingkan ke tempat yang jauh. Dengan demikian, mereka merasakan betapa sengsaranya jauh dari keluarga dan tanah air akibat jarimah yang telah mereka lakukan. Selanjutnya, kedua mazhab ini memberlakukan sanksi pengasingan, baik terhadap perjaka maupun gadis, namun, bagi si gadis harus disertai mahram yang akan menemani dan mengurusi di tempat pengasingan. 18 Berbeda dengan hadist diatas, Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya tidak mewajibkan pelaksanaan hukuman pengasingan. Akan tetapi mereka membolehkan bagi imam pemimpin untuk menggabungkan antara dera dan pengasingan apabila hal itu dipandang mashlahah. Hal tersebut dikarenakan hukuman pengasingan bukan merupakan hukuman had seperti dera, melainkan huku man ta’zir. Alasannya adalah bahwa hadist tentang hukuman pengasingan ini telah dihapuskan di- mansukh dengan surat an- Nuur ayat 2. 19 18 M. Nurul Irfan dan Musyarofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah, 2013, cet- 1, hlm. 34-35 19 Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, hlm. 59