Delik Lokika Sanggraha Dalam Hukum Pidana Islam

60 perempuan yang melakukan persetbuhan tanpa ikatan perkawinan. Dan hukuman dera adalah hukuman yang ditentukan oleh syara’. Oleh karena itu haim tidak boleh mengurangi, menambah, menunda pelaksanaanya, atau menggantinya dengan hukuman lainnya. Disamping telah ditentukan oleh syara’, hukuman dera merupakan hak Allah atau hak masyarakat, sehingga pemerintah atau individu tidak berhak memberikan pengampunan. Hukuman lain yaitu adalah hukuman pengasingan selama satu tahun. Hukuman ini didasarkan kepada hadis Ubadah ibn Shamit tersebut di atas. Akan tetapi hukuman ini wajib dilaksanakan bersama- sama dengan hukuman dera, para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurut Imam Abu Hanifah dan kawan- kawannya hukumanan pengasingan tidak wajib dilaksanakan. Akan tetapi mereka membolehkan bagi imam untuk menggabungkan antara dera seratus kali dan pengasingan apabila hal itu dipandang maslahat. Dengan demikian menurut mereka, hukuman pengasingan itu bukan merupakan hukuman had, melainkan hukuman ta’zir. Pendapat ini juga merupakan pendapat Syi’ah Zaidiyah. Alasannya adalah bahwa hadis tentang hukuman pengasingan ini dihapuskan mansûkh dengan surat an- Nuur ayat 2. 30 Jumhur Ulama yang terdiri atas Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa hukuman pengasingan harus dilaksanakan bersama- sama dengan hukuman dera seratus kali. Dengan demikian menurut jumhur, hhukuman pengasingan ini termasuk hukuman had, dan bukan hukuman ta’zir. 30 Ahmad Mawardi Muslich, , Hukum Pidana Islam, hlm. 30 61 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hukum pidana Islam delik Lokika Sanggraha harus dikenai hukuman dera seratus kali dan hukuman pengasingan selama satu tahun. Karena dalam hukum pidana Islam pelaku Lokika Sanggraha yang melakukan perbuatan zina atas dasar suka sama suka sepanjang tidak ada larangan syar’i bagi mereka untuk menikah secara normal, seharusnya mereka dinikahkan untuk meminimalisasi terulangnya kembali perzinaan baik diantara mereka berdua maupun dengan orang lain. 31 Sanksi mengingkari janji untuk menikasi si wanita dalam unsur Lokika Sanggraha menurut hukum pidana Islam masuk dalam kategori jarimah ta’ zir, karena ingkar janji yang dalam hukum pidana Islam disebut khiyânah, bukan pada ranah hudud dan qishas diyat.

D. Persamaan dan Perbedaan Lokika Sanggraha pada Hukum Adat Bali

dengan Zinâ Gairu Muhsan pada Hukum Pidana Islam 1. Persamaan Hanya ada satu unsur antara Lokika Sanggraha dengan Zinâ Gairu Muhsan yang memiliki persamaan, yaitu adanya persetubuhan yang dilakukan diluar pernikahan dan dilakukan oleh bujang dan gadis. 2. Perbedaan Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwasanya hanya ada satu unsur Lokika Sanggraha yang sama dengan Zinâ Gairu Muhsan, maka unsur lainnya berbeda satu sama lain. Diantaranya sebagai berikut: 31 Siti Hajar binti Halim, „Ijma‟ Di Bidang Hukum Pidana Islam Kajian Tindak Pidana Zina Dalam Kitab al- Majmu‟, hlm. 43- 44 62 a. Di dalam Lokika Sanggraha terdapat unsur terjadinya kehamilan pada si wanita. Dalam hukum pidana Islam unsur ini tidak ada, jadi apakah wanita yang bersangkutan hamil atau tidak, hukum pidana Islam tetap menjatuhkan sanksi. b. Selanjutnya terdapat juga unsur ingkarnya si laki-laki dari janjinya untuk menikahi si wanita, dalam zinâ gairu muhsan unsur ini tidak ada, akan tetapi masuk kedalam kategori tindak pidana tazîr yang hukumannya diserahkan kepada hakim. c. Dan yang terakhir dari perbedaan antara Lokika Sanggraha dengan zinâ gairu muhsan adalah dari segi hukumannya. Dalam hukum pidana Islam pelaku tindak pidana zinâ gairu muhsan dihukum dengan cambuk seratus kali dan pengasingan selama satu tahun.