Definisi Zina Terjadinya Hubungan Seksual

41 “ zina menurut arti bahasa adalah persetubuhan yang diharamkan, dan zina menurut Syar‟î ialah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki- laki dengan seorang perempuan melalui pada vagina diluar nikah dan bukan nikah syubhat” 1 Menurut Ensiklopedi Hukum Islam, zina adalah “ Hubungan seksual antara seorang laki- laki dengan seorang perempuan yang tidak atau belum diikat dalam perkawinan tanpa disertai unsur keraguan dalam hubungan seksual tersebut. 2 Abdul Qadir Audah berpendapat bahwa zina ialah hubungan badan yang diharamkan dan disengaja oleh pelakunya. Yang dimaksud dengan hubungan badan yang diharamkan itu adalah memasukan penis laki- laki ke vagina perempuan, baik seluruhnya atau sebagian Iltiqâ‟ al-Khitânain. 3 Beberapa definisi lain tentang pengertian zina yang dikemukakan oleh berbagai ulama mazhab menunjukan pengertian yang hampir sama. Hanya seperti ulama Hanabilah dan ulama Zidiyah menambahkan jimak melalui dubur. 1 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta: Bulan Bintang, 2003 hlm. 25 2 Neng Djubaedah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang- undangan di Indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam, Jakarta: Kencana, 2010. Hlm. 119 3 Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri‟ Al- Jina‟i Al- Islami Muqaranan bi Al- Qanun Al- Wad‟i, Beirut: Mu’ assasah Al- Risalah, 1992, cet. Ke- 11, Jilid II, hlm. 349 42 Artinya :“persenggamaan yang dilakukan oleh seorang mukallaf terhadap farji manusia yang tidak ada kepemilikan baginya terhadap farji tersebut secara kesepakatan Ulama, hal keadaannya ia lakukan persetubuhan tersebut secara sengaja.” Artinya: Persetubuhan yang dilakukan seorang laki- laki kepada seorang perempuan terhadap kemaluan depannya dengan tanpa ada kepemilikan dan syubhat kepemilikan. Artinya: Memasukkan zakar ke dalam farji yang haram baginya, yang sunyi dari syubhat oleh farji tersebut, yang diingini. Artinya: Perbuatan yang keji yang dilakukan dikemaluan bagian depan maupun belakang. Artinya: Persetubuhan yang dilakukan terhadap orang yang tidak halal memandang kepadanya bersamaan dengan pengetahuannya terhadap keharaman. Atau persetubuhan yang diharamkan zatnya. Artinya: Memasukan kemaluan ke dalam kemaluan orang yang hidup yang diharamkan baik kemaluan depan maupun belakang dengan tanpa adanya syubhat. 43 Dari beberapa definisi tersebut yang akan dipergunakan sebagai pegangan selanjutnya adalah definisi yang dikemukakan oleh Muhammad Ali As- Sabuni karena lebih sesuai dengan pandangan umumnya para ulama. 4 Mengenai kekejian jarimah zina ini, Muhammad Al- Khatib Al- Syarbini mengatakan, zina termasuk dosa- dosa besar yang paling keji, tidak satu agama pun yang menghalalkannya. Oleh sebab itu, sanksinya juga sangat berat, karena mengancam kehormatan dan hubungan nasab. 5 Seperti yang diuraikan di muka bahwa manusia secara naluriah memiliki nafsu syahwat kepada lawan jenisnya. Jika nafsu syahwatnya itu begitu besar, maka nafsu syahwat tersebut bias mengalahkan akal budinya atau akal sehat dan kendali moral. Artinya jika akal sehat dan keyakinan moral tidak cukup kuat untuk mengendalikan gejolak nafsu syahwat kepada lawan jenisnya karena gejolak nafsu syahwatnya begitu bergelora maka manusia tersebut akan terjerumus kepada perbuatan zina, apabila mereka tidak menempuh jalur pernikahan yang sah. 6

2. Unsur- unsur Tindak Pidana Zina

Telah jelas dari apa yang telah lalu bahwasanya Fuqaha berbeda pendapat mengenai definisi zina. Akan tetapi bersamaan dengan perbedaan pendapat tersebut, mereka sepakat bahwasanya zina adalah persetubuhan yang 4 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, hlm. 26 5 M. Nurul Irfan dan Masyarofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah, 2013, hlm. 18 6 Asyhari Abd Ghofar, Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil Suatu Pergeseran Nilai Sosial, Jakarta: Citra Harta Prima, 2001, hlm. 18 44 diharamkan yang dilakukan secara sengaja. Dari sini mereka sepakat bahwasanya bagi tindak pidana zina ada 2 dua rukun, yaitu : a. Persetubuhan yang diharamkan. b. Persetubuhan dilakukan secara sengaja atau ada tujuan melakukan tindak pidana. Selanjutnya akan kami jelaskan mengenai 2 dua rukun ini secara rinci. 7 a. Persetubuhan Yang Diharamkan Persetubuhan yang dianggap sebagai zina adalah persetubuhan dalam farji kemaluan. Ukurannya adalah apabila kepala kemaluan hasyafah telah masuk ke dalam farji walaupun sedikit. Juga dianggap sebagai zina walaupun ada penghalang antara zakar kemaluan laki- laki dan farji kemaluan perempuan, selama penghalangnya tipis yang tidak menghalangi perasaan dan kenikmatan bersenggama. Di samping itu, untuk menentukan persetubuhan sebagai zina adalah persetubuhan yang terjadi bukan pada miliknya sendiri. Dengan demikian, apabila persetubuhan terjadi dalam lingkungan hak milik sendiri karena ikatan perkawinan maka persetubuhannya tersebut tidak dianggap sebagai zina, walaupun persetubuhannya itu diharamkan karena suatu sebab. Hal ini karena hukum haramnya persetubuhan tersebut datang belakangan karena adanya suatu sebab bukan karena zatnya. Contohnya, seperti menyetubuhi isteri yang sedang haid, nifas, atau sedang berpuasa 7 Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri‟ Al- Jina‟i Al- Islami Muqaranan bi Al- Qanun Al- Wad‟i, juz. 2, hlm. 349-350