Disini kita dapat mengambil ibrah dari pribadi Nabi Ibrahim yang begitu luar biasa menghadapi tantangan, ujian, kesengsaraan yang ditimpakan kepada dirinya
namun beliau menjalankan dengan ikhlas dan sabar tidak sedikitpun beliau berpaling dari Allah. Dan ini membuktikan bahwa terdapat jiwa tauhid pada
dirinya, lantaran itu semua ia dan keluarganya dimuliakan oleh Allah, diangkat derajatnya dan diagungkan seluruh umat. Seperti firman Allah:
افاصلا ∕
٣ :
٦ ١
- ٨
١
Kami abadikan untuk Ibrahim itu pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang Kemudian. yaituKesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. QS.
Ash-Shaffat37: 108-109.
4. Iman Kepada Hari Akhir
“Yang dimaksud dengan hari akhir adalah kehidupan yang kekal sesudah kehidupan di dunia yang fana ini berakhir; termasuk semua proses dan peristiwa
yang terjadi pada Hari itu, mulai dari kehancuran alam semesta dan seluruh isinya serta berakhirnya seluruh kehidupan Qiyamah.
”
15
لا ايبنع
: ١
Sebagaimana kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. QS. Al-Anbiya21: 104
Dalam al- Qur’an sering menjumpai ayat-ayat yang menyebut tentang iman
kepada hari akhirat setelah iman kepada Allah. Dan demikian pula halnya
15
Yunahar Ilyas, op. cit., h.153
dalam hadits-hadits Nabi. Sebabnya beriman kepada Allah berarti juga beriman kepada kebenaran Firman-Nya, yakni al-
Qur’an, yang antara lain mengajarkan kepada kita tentang adanya janji Allah kepada orang-orang yang baik dan juga
kepada orang-orang yang berbuat jahat dengan berbagai balasan nanti di akhirat.
16
Yang demikian itu dimaksudkan antara lain untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri insan yang mukmin atas segala amal perbuatannya,
tingkah laku dan perkataannya, baik yang lahir maupun batin, dengan keimanan itu dia merasa berkewajiban mempertanggung jawabkan segala urusannya, bahkan
kehidupannya kepada Allah pada hari akhirat. Didalam al-
Qur’an diceritakan sebuah peristiwa seorang anak yang menjalankan perintah Allah dengan sepenuh hati karena dia percaya bahwa ada
kehidupan yang lebih bahagia setelah kehidupan dunia, yakni dalam QS.Ash- Shaffat ayat 103:
افاصلا
∕ ٣
: ١
Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya. QS. Ash-Shaffat37: 103
Disini menunjukan kepasrahan Nabi Ismail dalam menjalankan perintah Allah. Ketika detik-detik penyembelihan terjadi Ismail melihat raut muka ayahnya
yang tak tega lalu Ismail menyampaikan pesan. Dalam tafsir al-Maragi dijelaskan, “diriwayatkan oleh Mujahid bahwa Ismail berkata kepada Ayahnya „Janganlah
engkau menyembelihku sedang engkau melihat kepada wajahku. Boleh jadi engkau kasihan kepadaku sehingga tidak tega padaku. Ikatlah tangan dan leherku.
16
Ahmad Daudy, op. cit., h.129
Kemudian, letakan wajahku menghadap tanah.’ Maka Ibrahimpun menuruti permintaan anaknya.”
17
Begitupun godaan yang datang pada dirinya melalui syeitan sewaktu berjalan menuju tempat penyembelihan. Ia melawan bisikan syeitan pada dirinya dan tetap
memegang teguh pendiriannya. Nabi Ismail juga merupakan cermin keberhasilan Nabi Ibrahim mendidik anaknya yang memiliki jiwa tauhid. Yang aplikasinya
yakni hanya Allah Swt yang ada pada dirinya dan kuat menghadapi cobaan apapun.
Keimanan kepada hari kiamat memberikan pengaruh positif bagi kehidupan manusia:
a. Ia akan senantiasa menjaga dan memelihara diri dari melakukan perbuatan
dosa dan maksiat serta akan selalu taat dan bakti kepada Allah karena segala amal, baik atau buruk akan ada balasannya di hari akhirat.
b. Ia akan sabar dalam menghadapi segala cobaan dan penderitaan hidup karena
ia yakin bahwa kesenangan dan kebahagiaan hidup yang sesungguhnya adalah di akhirat nanti.
c. Ia memiliki tujuan yang jelas yang ingin dicapai dalam setiap gerak dan
tindakan yang dilakukannya, yaitu kebajikan yang dapat membawanya yang dapat membawanya kepada kebahagiaan hidup di akhirat.
18
5. Iman Kepada Takdir Qadar
“Yang dimaksud dengan iman kepada takdir ialah meyakini bahwa Allah Swt telah menentukan kebaikan dan keburukan sejak azali, sebelum manusia
diciptakan. Karena itu, tidak ada suatupun yang baik dan buruk yang bermanfaat
17
Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi Juzz XXIII, Ter. Dari Tafsir Al-Maragi oleh Badrun Abu Bakar dkk, Semarang: Toha Putra 1993 Cet-2 h.130
18
Asmuni, op. cit., h.80
dan yang mudharat, yang diluar ketentuan Allah dan penetapan Allah qadha’ dan
qadar-Nya, dari kehendak dan kemauan-Nya. ”
19
Allah Swt berfirman:
رمقلا :
٦
Sesungguhnya segala sesuatu itu Kami ciptakan dengan qadar ketentuan, takdir. QS. Al-Qamar54: 49
“Orang yang percaya pada qadha dan qadhar Allah itu senantiasa mau bersyukur terhadap keputusan Allah dan rela menerima segala keputusan-Nya.
Yang dapat bertahan dalam menerima keputusan-keputusan Allah seperti itu hanyalah orang-orang yang telah mempunyai sifat ridha artinya rela menerima
dengan apa yang telah ditentukan dan ditakdirkan Tuhannya. ”
20
Orang-orang yang telah memiliki sifat ridha itu tidak akan mudah bimbang atau kecewa atas pengorbanan yang dialaminya, tidak merasa menyesal dalam
hidup kekurangan karena mereka kuat berpegang kepada aqidah iman kepada qadha dan qadar yang kesemuanya datang dari Allah Swt.
Dalam QS. Ash-Shaffat terdapat perbincangan Nabi Ismail pada Ayahnya ketika ia diminta pendapat tentang pendapatnya tentang penyembelihan dirinya:
افاصلا
∕ ٣
: ١١
19
Sumaith, op. cit., h.119
20
Abuddin Nata, op. cit., h.27