Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Ruhul Amin Jibril As dengan lafal-lafalnya yang berbahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, menjadi undang-
undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah dengan membacanya.
4
Al-Qur ’an banyak menyoroti mengenai masalah ketuhanan tauhid.
Kepatuhan dan loyalitas kepada Allah sangat diperlukan manusia untuk meneguhkan keyakinan dan memusatkan seluruh pengabdian kepada satu
penguasa tunggal. Tanpa ada kepatuhan yang disertai pengakuan kepada satu „pusat hidup’, keberadaan manusia menjadi hampa moral dan spiritual.
Telah diyakini bahwa al- Qur’an berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran-
ajarannya disampaikan secara variatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada yang berupa informasi, perintah, larangan dan ada yang dimodifikasi dalam bentuk
kisah-kisah yang mengandung ibrah, yang dikenal dengan kisah-kisah al- Qur’an.
Al- Qur’an datang membawa kisah-kisah yang berguna bagi pembinaan rohani
manusia. Ia diungkapkan dengan susunan bahasa dan kata-kata yang indah, lebih dari itu al-
Qur’an mengandung arti yang sangat dalam dan sempurna. Dan al- Qur’an telah menerangkan betapa pentingnya cerita atau kisah bagi pendidikan,
salah satunya adalah pendidikan tauhid. Menurut Misri A Muchsin bahwa Islam menaruh perhatian yang besar
terhadap sejarah. “Al-Qur’an yang merupakan sumber inspirasi, pedoman hidup dan sumber tata nilai bagi umat Islam. Sekitar dua pertiga dari keseluruhan ayat
al- Qur’an yang terdiri atas 6660 ayat lebih itu, memiliki nilai-nilai atau norma
sejarah.”
5
Selain itu pula dalam sebuah cerita atau kisah-kisah mengandung unsur hiburan dan manusia membutuhkan hiburan untuk meringankan kehidupan sehari-
hari, selain itu dalam cerita atau kisah juga terdapat unsur tertentu yang dapat menjadi model dan teladan bagi pembentukan watak seseorang.
4
Abudin Nata, Al- Qur’an dan Hadits, Jakarta: Rajawali Press, 1992 h.54-56
5
Misri A. Muchsin, Filsafat Sejarah dalam Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Press, 2002 Cet.1 h.23
Didalam al-Quran itu sendiri terdapat kisah-kisah umat terdahulu salah satu yang dapat diambil ibrah yakni kisah dari bapak tauhid kita Nabi Ibrahim as
dalam Q.S. Ash-Shaffat: 100-110. Sifatnya yang sabar, teguh pada pendirian, taqwa dapat di contoh, terutama untuk mendidik anak untuk menjadi anak yang
sholeh. Nabi Ibrahim berhasil mencetak anak yang patuh, tunduk, sholeh, sabar
bukan hanya pada dirinya sendiri melainkan kepada Allah. Anaknya Ismail rela menyerahkan nyawanya sekalipun untuk mematuhi perintah Allah melalui mimpi
Ayahnya. Sebenarnya masih banyak kisah-kisah dari umat terdahulu yang dapat kita
ambil pelajaran didalamnya. Namun saya disni lebih tertarik untuk mengungkap kisah Nabi Ibrahim sebagai bapak tauhid dan didalam al-
Qur’an dijelaskan pula terdapat dua orang Nabi yang dapat dijadikan suri teladan yang pertama yaitu
Nabi Muhammad dan yang kedua yakni Nabi Ibrahim. Seperti firman Allah yang berbunyi:
. . .
حݏحتمملا
٦٦ :
٤
Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia
.
QS. Al-Mumtahanah60: 4 Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah skripsitesisdisertasi
diperpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa yang membahas tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam dalam kisah Nabi Ibrahim kajian tafsir Q.S
ash-Shaffat: 100-110 belum penulis temukan secara khusus. Namun yang menggunakan istilah nilai-nilai pendidikan hanya ada sebuah skripsi saudari Moh.
Hanafi 2009, Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam PAI, yang berjudul
“Nilai-nilai Pendidikan yang Terkandung Dalam Kisah Nabi Ibrahim AS dengan Puteranya Ismail AS dan Aplikasinya Dalam Pendidikan Islam kajian
Tafsir Q.S Ash-Shaffat: 100- 110” , saudara Hanafi tidak menyinggung mengenai
tauhid. Dia menjelaskan bahwa pendidikan keimanan mendidik manusia agar senantiasa beribadah kepada Allah, pendidikan akhlak mendidik manusia untuk
selalu bersikap kasih sayang dan saling menghormati serta membahas tentang pendidikan komunikasi dan tawadhu yang diambil dari kisah Nabi Ibrahim.
Skripsi saudara Muhammad Nizar 2006, Fakultas Usuludin dan Filsafat, jurusan Tafsir Hadis, yang berjudul
“Wasiat Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub terhadap anak-anaknya dalam Al-
Qur’an Analisa atas Penafsiran Sayyid Quthb dalam Surat al-Baqarah ayat 132-133
”. Dia menjelaskan sedikit tentang tauhid. Saudara M. Nizar mengungkapkan orang tua adalah faktor yang paling penting
dalam pembentukan tauhid anak, Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub yang merupakan satu silsilah keturunan memerankan adegan wasiat aqidah kepada anaknya karena
orang tua memiliki tanggung jawab untuk terus memelihara kelangsungan dan keutuhan akidah anak sampai akhir hayat.
Kemudian skripsi berjudul “Tauhid dan Nilai-Nilai kemanusiaan dalam
Pandangan Nurkholis Majid ” yang ditulis oleh Anwar Sodik 2008, Fakultas
Usuludin dan Filsafat, jurusan Aqidah Filsafat. Sedikit menyinggung tentang tauhid dan nilai-nilai kemanusiaan disebutkan bahwa tauhid dan nilai disini
berdasarkan pendapat Nurkholis Majid yang beranggapan seseorang tidaklah dikatakan tauhid kecuali jika disertai dengan sikap pasrah dan keimanan yang
murni. Skripsi saudari Lia Angraeni 2011, Fakultas Usuludin, jurusan Tafsir Hadis,
menulis “Mimpi menurut Al-Qur’an : Studi Historis Mimpi Nabi Ibrahim As”.
Membahas tentang hakikat mimpi, macam-macamnya serta analisa tentang mimpi yang dimana mimpi itu berkaitan dengan mimpi Nabi Ibrahim untuk
menyembelih anaknya Qurban Ismail. Namun penelitian pada tulisan tetap memiliki perbedaan dengan skripsi-
skripsi di atas, karena lebih difokuskan kepada nilai-nilai pendidikan tauhid yang diambil dari kisah Nabi Ibrahim.
Berdasarkan alasan-alasan yang telah diutarakan diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun dan mengkaji guna memahami lebih jauh lagi tentang nilai-nilai
pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim dalam surat Ash-Shaffat ayat 100- 110 kedalam sebuah skripsi, dengan mengangkat judul
“NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM Suatu Kajian
Tafsir QS. Ash-Shaffat ayat 100- 110.”