31
meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor.
b. Dalam rangka menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan di sektor keuangan, perlu adanya kebijakan yang
dapat memperkuat sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang mungkin timbul, termasuk pertumbuhan pembiayaan
kendaraan bermotor yang berlebihan. c. Kebijakan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bank dalam
pemberian pembiayaan kendaraan bermotor, serta kebijakan untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan dilakukan melalui penetapan
besaran down payment untuk pembiayaan kendaraan bermotor. 2. Pengaturan Uang Muka Down Payment pada KKB iB
a. Ruang lingkup KKB atau KKB iB dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mencakup kredit atau pembiayaan yang diberikan bank kepada debitur
atau nasabah untuk pembelian kendaraan bermotor. b. DP ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga pembelian kendaraan
bermotor yang dibiayai oleh bank. DP untuk bank yang memberikan KKB atau KKB iB sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
ditetapkan sebagai berikut: 1 DP paling rendah 25 dua puluh lima persen, untuk pembelian
kendaraan bermotor roda dua.
32
2 DP paling rendah 30 tiga puluh persen, untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan non produktif.
3 DP paling rendah 20 dua puluh persen, untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu apabila
memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: a Merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang
atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau b Diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memilki izin
usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang
dimilikinya. 4 Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk
pemenuhan DP dari KKB atau KKB iB. 3. Sanksi
Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tersebut dikenakan sanksi administratif beruoa teguran tertulis dan kewajiban
menyampaikan: a. Komitmen tertulis untuk tidak melakukan pelanggaran kembali.
b. Action plan yang antara lain terdiri dari: 1 Rencana perbaikan atau evaluasi terhadap Standar Operating
Procedure SOP termasuk batasan waktu pelaksanaan perbaikan atau evaluasi dimaksud; danatau
33
2 Upaya-upaya untuk memastikan bahwa SOP telah efektif dijalankan. Sesuai batas waktu yang ditetapkan Bank Indonesia.
D. Teori Inflasi
1. Definisi Inflasi Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai
kenaikan harga umum secara terus-menerus dari suatu perekonomian. Menurut Rahardja dan Manurung, inflasi adalah gejala kenaikan harga
barang-barang yang bersifat umum dan berlangsung secara terus-menerus.
17
Sedangkan menurut Sukirno, inflasi yaitu kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan pasar bertambah lebih besar dibandingkan
dengan penawaran barang di pasar.
18
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat terjadinya inflasi adalah terletak pada objek dan waktunya.
Kenaikan harga terjadi pada barang-barang secara umum, bukan hanya pada salah satu barang saja. Sedangkan kenaikan harganya terjadi secara terus-
menerus, bukan hanya pada situasi tertentu saja. Contoh hal-hal yang dapat menimbulkan inflasi adalah kenaikan harga bahan mentah yang diimpor,
kenaikan harga bahan bakar, defisit dalam anggaran belanja pemerintah,
17
Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Makroekonomi Jakarta: LPEE-UI, 2004, h. 155.
18
Sadono Sukirno, Makroekonomi Suatu Pengantar Jakarta: Rajawali Pers, 2002, h. 333.
34
pinjaman sistem bank yang berlebihan, dan kegiatan investasi yang sangat pesat perkembangannya.
19
2. Jenis Inflasi Menurut Paul A. Samuelson, inflasi dapat digolongkan menurut tingkat
keparahannya yaitu sebagai berikut
20
: a. Moderate inflation. Karakteristiknya adalah kenaikan tingkat harga yang
lambat, umumnya dikenal dengan inflasi satu digit. b. Galloping inflation. Inflasi pada tingkat ini terjadi pada tingkatan 20 sampai
dengan 200 per tahun. c. Hyper inflation. Inflasi jenis ini terjadi pada tingkatan yang sangat tinggi
yaitu beberapa ratus persen sampai dengan beberapa ribu persen hanya dalam waktu singkat.
Sedangkan menurut Adiwarman A. Karim, pembagian inflasi berdasarkan penyebabnya adalah
21
: a. Natural inflation dan human error inflation adalah inflasi yang terjadi karena
sebab-sebab alamiah dan manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya, misalkan inflasi karena terjadi paceklik.
b. Actualanticipatedexpected inflation dan unanticipatedunexpected inflation. Pada expected inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan
19
Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru Jakarta: PT Raja Grafino Persada. 2000, h. 483.
20
Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Bandung: ALFABETA, 2010, h. 92.
21
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami Jakarta: Rajawali Pers, 2007, h. 138.
35
tingkat suku bunga pinjaman nominaldikurangi inflasi. Sedangkan pada unexpected inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak
merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi. c. Demand pull inflation dan cost push inflation. Deman pull inflation
diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi permontaan agregat dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Cost push inflation
adalah inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sisi penawaran agregat dari barang dan jasa pada suatu perekonomian.
d. Spirraling inflation adalah inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelumnya di mana inflasi yang sebelumnya terjadi akibat dari inflasi yang
terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya. e. Imported inflation dan domestic inflation. Imported inflation adalah inflasi
yang berasal dari luar negeri. Domestic inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri.
3. Dampak Inflasi Inflasi memiliki beberapa dampak buruk terhadap individu dan
masyarakat menurut Pratama Rahardja dan Manurung yaitu
22
: a. Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat
22
Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Makroekonomi, h. 169.