Dampak Surat Edaran Bank Indonesia No. 1540DKMP Tahun 2013 pada

61 Menurut Departement Head Consumer Banking Division BSM: Penurunan tingkat pembiayaan tidak hanya di BSM. Pasti dampak buat semuanya. Jika bicara di luar BSM, akhirnya mereka mensiasati dengan memberikan subsidi. Uang muka yang awalnya full financing dari nasabah 30, maka disiasati dengan memberikan subsidi antara 30-50. Sedangkan di BSM tidak boleh melakukan hal tersebut karena uang muka harus benar-benar bersumber dari nasabah, sehingga pasti ada penurunan, begitu pun di pembiayaan KPR BSM. Hadi Wajaya mengatakan bahwa adanya SE BI No. 1540DKMP Tahun 2013 tersebut memberikan dampak bagi semua segmen pembiayaan tidak hanya di BSM namun juga di bank umum syariah atau bank umum konvensional serta lembaga multifinance lainnya. Pada awal sebelum terbit peraturan kenaikan DP untuk Bank Umum SyariahUnit Usaha Syariah, banyak Bank Umum Konvensional yang berlomba-lomba membuat Unit Usaha Syariah untuk meningkatkan asset pembiayaannya melalui segmen syariah tersebut, namun setelah terbit kebijakan baru dari Bank Indonesia yang mengatakan bahwa DP untuk pembiayaan BUSUUS pun disamakanmeningkat, hal ini cenderung berdampak sama baik untuk BUSUUSBUK. 4 Namun, jika dilihat dari laporan pembiayaan kendaraan bermotor BSM pada tabel 2 di atas, diketahui bahwa tidak ada dampak atau pengaruh dari SE BI 4 Wawancara Pribadi dengan Hadi Wajaya Arifin Mortage Alliance Dept. Head Consumer Banking Division Bank Syariah Mandiri, Jakarta, 22 Juli 2014. 62 No. 1540DKMP Tahun 2013 yang berpengaruh secara drastis terhadap tingkat outstanding pembiayaannya. Terlihat bahwa pada saat sebelum dikeluarkannya kebijakan tersebut pada bulan Mei hingga Agustus 2013, outstanding PKB BSM justru menurun, namun pada saat dikeluarkannya kebijakan tersebut yaitu pada bulan September, outstanding PKB justru meningkat yang awalnya Rp. 2.500,72 miliar pada Agustus 2013 menjadi Rp. 2.528,99 miliar pada September 2013. Bahkan pada bulan-bulan selanjutnya, outstanding pembiayaan kendaraan bermotor BSM justru meningkat dan stabil. Pertumbuhan pembiayaan yang cenderung stabil ini diperkirakan karena meskipun ada kenaikan DP yang harus dibayarkan nasabah, namun nasabah tetap mengajukan pembiayaannya karena dari BSM sendiri telah memiliki nasabah-nasabah tetap ataupun nasabah korporasi. Dampak Surat Edaran tersebut belum mempengaruhi pembiayaan kendaraan bermotor secara keseluruhan karena memang bukan merupakan pembiayaan utama di Bank Syariah Mandiri, jika dibandingkan dengan pembiayaan yang portofolionya jauh lebih besar dan risiko yang lebih kecil seperti pembiayaan KPR. Pembiayaan kendaraan bermotor di BSM pun meskipun termasuk dalam segmen pembiayaan yang cukup besar, namun masih kalah jika dibandingkan dengan pembiayaan KPR BSM yang memang mendominasi dari keseluruhan total pembiayaan di segmen pembiayaan konsumer Bank Syariah Mandiri. 63 Meskipun begitu, risiko yang ditimbulkan dari pembiayaan kendaraan bermotor jauh lebih besar jika dibanding dengan pembiayaan KPR. Risiko tersebut akan sangat dirasakan apabila terjadi pembiayaan bermasalah karena pembiayaan kendaraan bermotor bukan merupakan alat investasi dan nilainya akan terus menyusut tiap tahunnya, jadi apabila ada nasabah yang tidak menyanggupi melunasi cicilannya, maka hal itu tidak akan mampu menutupi kerugian dari pihak bank.

D. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Rasio skewness dan rasio kurtosis dapat dijadikan petunjuk apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak. Rasio skewness adalah nilai skewness dibagi dengan standard error skewness, sedang rasio kurtosis adalah nilai kurtosis dibagi dengan standard error kurtosis. Sebagai pedoman, bila rasio skewness dan kurtosis berada diantara -2 higga+2, maka distribusi data adalah normal. Dari olahan SPSS, diperoleh hasil berikut: Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviatio n Skewness Kurtosis Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error 64 Unstandardized Residual 30 - 1,36249E11 1,99238E11 -,0000343 7,19050 667E10 ,491 ,427 1,106 ,833 Valid N listwise 30 Dari tabel hasil uji Normalitas di atas terlihat bahwa rasio skewness = 0,491 : 0,427 = 1,14988; sedangkan rasio kurtosis = 1,106 : 0,833 = 1,32773. Karena rasio skewwness dan kurtosis berada di antara -2 hingga +2 maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya variabel bebas yang memiliki kemiripan dengan variabel bebas yang lain dalam satu model. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas, penelitian ini menggunakan Variance Inflation Factor VIF. Syarat suatu data tidak terjadi multikolinearitas adalah jika nilai VIF dari 10. Bila nilai VIF dari 10 maka diindikasikan model tersebut memiliki gejala multikolinearitas. Berdasarkan hasil analisis menggunakan Variance Inflation Factor VIF menunjukkan bahwa nilai koefisien VIF variabel independen Dummy DP dan BI rate adalah 10. Sedangkan nilai koefisien variabel independent Inflasi 10. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa masih terdapat hubungan antara variabel-variabel independen sehingga dapat dikatakan model ini terdapat multikolinearitas. Hasil penghitungan Uji Multikolinearitas dapat dilihat dalam tabel berikut ini. 65 Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 Constant 26,463 1,197 22,100 ,000 Dummy DP ,480 ,293 ,728 1,639 ,113 ,088 11,343 Inflasi ,061 ,051 ,348 1,185 ,247 ,201 4,971 BI rate -,103 ,237 -,262 -,433 ,668 ,047 21,068 a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor

3. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual atau pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Salah satu cara menghitung uji heterokedastisitas yang mudah dan dapat diaplikasikan di SPSS adalah Uji Gletser. Uji Gletser secara umum dinotasikan sebagai berikut: │e│= b1 + b 2 X 2 + v Dimana: │e│= Nilai Absolut dari residual yang dihasilkan dari regresi model X 2 = Variabel penjelas