P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
| 71
Bandura berpendapat, seseorang berperilaku tertentu karena adanya interaksi antara orang, lingkungan, dan perilaku orang tersebut,
menghasilkan perilaku berikutnya.Dari konsep ini, bisa dikatakan bahwa perilaku mempengaruhi lingkungan, atau lingkungan atau orang
mempengaruhi perilaku.Bandura menjelaskan tentang hubungan antara Tingkah laku T, Pribadi P dan Lingkungan L, yaitu:
Gambar 7.5 Pribadi,
Lingkungan dan
Tingkah Laku
saling mempengaruhi. Sumber : Gumilar, 2007
Teori Belajar Sosial dari Bandura yang paling luas diteliti adalah Efikasi Diri dan Penelitian Observasi Penelitan Modeling.
A. Belajar Melalui Efikasi Diri Self Efficacy
Bandura 2001 yakin bahwa manusia human agency adalah makhluk yang sanggup mengatur dirinya, proaktif, reflektif dan
mengorganisasikan dirinya. Selain itu, mereka juga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi tindakan mereka sendiri demi menghasilkan
konsekuensi yang diinginkan dalam Feist Feist, 2008.Oleh sebab itu, Bandura memperkenalkan konsep self-efficacy. Bandura 2001
mendefinisikan
self-efficacy sebagai “keyakinan manusia pada
kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-kejadian di lingku
ngannya” dalam Feist Feist, 2006. Sedangkan apabila self-efficacy diaplikasikan
ke dalam dunia kerja, maka menurut Stajkovic Luthans 1998, self- efficacy
dapat didefinisikan sebagai “keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk mengerahkan motivasi, sumber daya kognitif dan
tindakan yang diperlukan untuk berhasil melaksanakan tugas dan dalam konteks tertentu” dalam Avey, Luthans Jensen, 2009.
Keyakinan efficacy
dikatakan mempengaruhi
bagaimana seseorang melihat dan menginterpretasi suatu kejadian. Mereka yang
P
T L
72 |
M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
memiliki self-efficacy yang rendah dengan mudah yakin bahwa usaha yang mereka lakukan dalam menghadapi tantangan yang sulit akan sia-
sia, sehingga mereka cenderung untuk mengalami gejala negatif dari stres. Sementara mereka yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan
cenderung untuk melihat tantangan sebagai sesuatu yang dapat diatasi yang diberikan oleh kompetensi dan upaya yang cukup Bandura dalam
Avey, Luthans Jensen, 2009.
Pandangan Hughes, Ginnett Curphy 2009 melihat self- efficacy terdiri dari dua jenis; Positive self-efficacy dan Negative self-
efficacy. Self-efficacy dikatakan positif ketika keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa ia percaya mempunyai kuasa untuk menciptakan apa
yang ia inginkan atau harapkan. Sedangkan, self-efficacy yang negatif ketika keyakinan yang dimiliki seseorang membuat dirinya lemah atau
melemahkan dirinya sendiri. Penelitian mengungkapkan bahwa orang yang secara sederhana percaya bahwa ia dapat menyelesaikan suatu tugas
tertentu dengan baik, seringkali mengerahkan usaha yang cukup untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sebaliknya, orang yang memiliki self-
efficacy yang negatif seringkali menyerah dalam menghadapi kesulitan.
1. Pengertian Self-efficacy
Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh
Bandura. Self-efficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk
menampilkan kecakapan tertentu Bandura, 1986, Baron dan Byrne 2000 mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian
individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Di
samping itu, Schultz 1994 mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita
dalam mengatasi kehidupan.
Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa self-efficacy
merupakan keyakinan
atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk untuk
mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk
menampilkan kecakapan tertentu.
2. Dimensi Self-efficacy
Bandura 1997 mengemukakan bahwa self-efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu :
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
| 73
a. Tingkat level Self-efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda
dalam tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-
tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung
memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya.
b. Keluasan generality Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang
atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self-efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi
domain tertentu saja. Individu dengan self-efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan
suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam
menyelesaikan suatu tugas.
c. Kekuatan strength Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan
atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self-efficacy menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan
memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu. Self-efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras,
bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy mencakup dimensi tingkat level, keluasan generality dan kekuatan
strength.
3. Sumber-Sumber Self-efficacy
Bandura 1986 menjelaskan bahwa self-efficacy individu didasarkan pada empat hal, yaitu:
a. Pengalaman akan kesuksesan Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar
pengaruhnya terhadap self-efficacy individu karena didasarkan pada pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan
self-efficacy individu meningkat, sementara kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya self- efficacy, khususnya jika
kegagalan terjadi ketika self-efficacy individu belum benar-benar terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan self-
efficacy individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya usaha atau pengaruh dari keadaan luar.
74 |
M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
b. Pengalaman individu lain Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang
kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber self-efficacynya. Self- efficacy juga dipengaruhi oleh pengalaman individu lain.
Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan self-efficacy individu tersebut pada
bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan
sukses, maka individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk melakukanya dengan baik. Pengamatan individu terhadap
kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan banyak
usaha menurunkan
penilaian individu
terhadap kemampuannya sendiri dan mengurangi usaha individu untuk
mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang memungkinkan self- efficacy individu mudah dipengaruhi oleh pengalaman individu
lain, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang kemampuan orang
lain dan
kurangnya pemahaman
individu akan
kemampuannya sendiri. c. Persuasi verbal
Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa individu memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk
meraih apa yang diinginkan. d. Keadaan fisiologis
Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi
dan keadaan fisiologis yang dialami individu memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga situasi
yang menekan cenderung dihindari. Informasi dari keadaan fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar menjadi
isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di atas kemampuannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, self-efficacy bersumber pada pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi
verbal, dan keadaan fisiologis individu.
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
| 75 Tabel 7.1 Strategi Pengubahan Sumber Ekspekstasi Efikasi
Sumber Cara Induksi
Pengalaman Performasi
Participant Modelling Meniru model yang berprestasi
Performance Desensilization
Menghilangkan pengaruh buruk prestasi masa lalu
Performance Exposure Menonjolkan keberhasilan yang
pernah diraih Self-instructed
Performance Melatih diri untuk melakukan
yang terbaik Pengalaman
Vikarious Live Modelling
Mengamati model yang nyata Symbolic Modelling
Mengamati model
simbolik, film, komik, cerita
Persuasi Verbal
Sugestion Mempengaruhi dengan kata-kata
berdasar kepercayaan Exhortation
Nasihat, peringatan
yang mendesak atau memaksa
Self-Instruction Memerintah diri sendiri
Interpretive Treatment Interpretasi baru memperbaiki
interpretasi lama yang salah Pembangkitan
Emosi Attribution
Menguah atribusi,
penanggungajwab suatu
kejadian emosional Relaxation Biofeedback
Relaksasi Symbolic Desensilization
Menghilangkan sikap emosional dengan modeling simbolik
Symbolic Exposure Memunculkan
emosi secara
simbolik
4. Proses-proses Self-efficacy
Bandura 1997 menguraikan proses psikologis self-efficacy dalam mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan
melalui cara-cara dibawah ini : a. Proses kognitif
Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan
yang tepatuntuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan
kemampuan kognitifnya. Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi
kejadian- kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin
efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih
76 |
M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan
cara untuk
mengontrol kejadian
yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses
kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi. b. Proses motivasi
Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu
berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan
direalisasikan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif yang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab yang berasal
dari teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari teori nilai-pengharapan.
Self-efficacy mempengaruhi atribusi penyebab, dimana individu yang memiliki self-efficacy akademik yang tinggi menilai
kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh kurangnya usaha, sedangkan individu dengan self-efficacy yang
rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan.
Teori nilai-pengharapan memandang bahwa motivasi diatur oleh pengharapan akan hasil outcome expectation dan nilai hasil
outcome value tersebut. Outcome expectation merupakan suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan
akibat yang khusus bagi individu. Hal tersebut mengandung keyakinan tentang sejauhmana perilaku tertentu akan menimbulkan
konsekuensi tertentu. Outcome value adalah nilai yang mempunyai arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku
dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi untuk mendukung outcome expectation.
c. Proses afeksi Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam
menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang
menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang
timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi
tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
| 77
mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang
mengganggu. Individu
yang tidak
percaya akan
kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.
d. Proses seleksi Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk
menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu
dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi
masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu
akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini mampu menangani. Individu akan memelihara
kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan.
5. Faktor-faktor yang membentuk Self-efficacy
Menurut Feist Feist 2008, manusia dapat memiliki self-efficacy yang tinggi di satu situasi namun rendah di situasi lain. Hal ini
berdasarkan atas faktor-faktor yang membentuk self-efficacy pada satu pribadi. Self-efficacy pribadi itu didapatkan, dikembangkan atau
diturunkan melalui satu atau lebih dari kombinasi empat sumber berikut Bandura, 1997: 1 pengalaman-pengalaman tentang
penguasaan mastery experiences, 2 pemodelan sosial social modeling, 3 persuasi sosial social persuasion, 4 kondisi fisik dan
emosi physical and emotional states dalam Feist Feist, 2008.
Mastery Experiences Sumber yang paling kuat atau berpengaruh bagi self-efficacy
adalah pengalaman-pengalaman
tentang penguasaan
mastery experiences, yaitu kinerja yang sudah dilakukan di masa lalu Bandura
dalam Feist Feist, 2008. Biasanya, kesuksesan suatu kinerja akan membangkitkan harapan terhadap kemampuan diri untuk mempengaruhi
hasil yang diharapkan, sedangkan kegagalan cenderung merendahkannya Feist Feist, 2008.
Dalam pekerjaan, menurut Gist Mitchell dalam Avey, Luthans Jensen, 2009 keberhasilan dalam melakukan suatu tugas
performakinerja sebelumnya akan meningkatkan self-efficacy mengenai tugas tersebut, dan kesalahan yang berulang saat melakukan suatu tugas
maka membuat ekspetasinya menjadi lebih rendah. Dengan kata lain, kinerja seseorang dalam melakukan suatu tugas akan sangat
mempengaruhi self-efficacy.
78 |
M e t o d e P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
Social Modeling
Social modeling atau pemodelan sosial, yaitu berbicara mengenai pengalaman-pengalaman tak terduga vicarious experiences yang
disediakan atau dilakukan oleh orang lain. Self-efficacy akan meningkat ketika seseorang mengamati pencapaian orang lain yang setara
kompetensinya, tetapi akan menurun ketika melihat kegagalan seorang rekan kerja Feist Feist, 2008.
Menurut Bandura 1977; Gist Mitchell 1992, social modeling adalah pemodelan perilaku orang lain yang telah berhasil menyelesaikan suatu
tugas. Dengan mengamati atau mengobservasi orang lain yang berhasil menyelesaikan tugasnya, observer dapat meningkatkan atau memperbaiki
performance mereka dalam Avey, Luthans Jensen, 2009. Social Persuasion
Menurut Bandura 1997, self-efficacy dapat juga diraih atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Efek persuasi sosial agak terbatas,
namun apabila dalam kondisi yang tepat akan sangat berdampak dalam meningkatkan atau menurunkan self-efficacy. Kondisi yang dimaksud
ialah seseorang harus percay a kepada sang ‘pembicara’ persuader.
Bandura 1986 berhipotesis bahwa efek sebuah nasihat bagi self-efficacy berkaitan erat dengan status dan otoritas dari pemberi nasihat dalam Feist
Feist, 2008. Social persuasion terjadi ketika seseorang memberitahu kepada seorang
individu bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil. Bentuk umum dari social persuasion yaitu; dorongan verbal, coaching
dan menyediakan performance feedback Bandura dalam Avey, Luthans Jensen, 2009.
Physical and Emotion States
Sumber terakhir dari self-efficacy adalah kondisi fisik dan emosi Bandura, 1997. Emosi yang kuat biasanya menurunkan tingkat
performakinerja seseorang. Ketika mengalami rasa takut yang besar, kecemasan yang kuat dan tingkat stres yang tinggi, seseorang akan
memiliki self-efficacy yang rendah. Bagi beberapa psikoterapis sudah lama menyadari bahwa pereduksianpengurangan rasa cemas atau
peningkatan relaksasi fisik dapat meningkatkan kinerja dalam Feist Feist, 2008.
Keempat sumber self-efficacy tersebut digunakan untuk menentukan apakah seseorang dikatakan kompeten atau mampu
melakukan perilaku tertentu Friedman Schustack, 2008. Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa melalui keempat sumber self-efficacy
P e n g g u n a a n T e o r i P e n e l i t i a n K u a l i t a t i f
| 79
tersebut seorang karyawan baru dikatakan dapat berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja baru atau dengan kata lain keempat
informasi tersebut menjadi indikator dalam menggambarkan self-efficacy seorang karyawan baru. Antara self-efficacy dan performance atau kinerja
kerja seseorang dikatakan saling menguntungkan atau mempengaruhi satu sama lain. Self-efficacy memimpin atau mengarahkan seseorang ke
performance kerja yang lebih baik, dan sebaliknya performance kerja yang baik akan meningkatkan self-efficacy seseorang Larsen Buss,
2008. B. Belajar Melalui Observasi
Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforsemen yang nyata. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak
teringga banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan dan penguatan
Gumilar, 2007.Bandura
mengusulkan tiga
macam pendekatan treatment, yaitu Gumilar, 2007:
1 Latihan Penguasaan, yaitu mengajari klien menguasai tingkah laku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan.
2 Modelling terbuka, yaitu klien melihat model nyata, biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh
modelnya meniru tingkah laku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
3 Modelling Simbolik, yaitu klien melihat model dalam film, gambar atau cerita. Kepuasan vikarious mendorong klien untuk mencoba atau
meniru tingkah laku modelnya. 7.5 Rangkuman
Penggunaan Teori dalam penelitian kualitatif mutlak dibutuhkan
dalam rangka mempermudah peneliti mencapai tujuan penelitian. Tujuan penelitian diaplikasikan dalam fokus penelitian yang terdapat pada Teori
yang digunakan. Teori yang digunakan dalam penelitian kualitatif biasanya memiliki latar belakang sosiologi, psikologi dan perubahan
perilaku.
7.6 LatihanTugas