mengembangkan manusia
menjadi kunci.
Dan saya
garisbawahi, mengembangkan manusia, bukan semata mata- mata sumber daya. Kenapa? Karena manusia harus
dikembangkan seutuhnya.” Pada bagian terutama yang terkait urgensi daripada pendidikan
diungkapkan secara lebih luas oleh pembicara. Point pendidikan ditekankan
dan dijabarkan
sedemikian rupa
dalam upaya
mempengaruhi opini publik tentang krusialnya persoalan pendidikan ini. Latar belakang pendidikan pembicara memang cukup kuat.
Terlahir dari keluarga pendidik membuatnya juga fokus dalam upaya mengubah mainstream pendidikan di Indonesia. Sebagaimana
disebutkan bahwa pendidikan merupakan kunci untuk memajukan suatu negara. Karena Sumber Daya Alam SDA yang berlimpah
sekalipun ketika dikelola di tangan orang yang salah atau kurang berkompeten akan menghasilkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi
banyak orang. Menurut peneliti, ini merupakan salah satu sudut pandang atau persepsi yang dimiliki pembicara terkait pentingnya
pendidikan.
c. Maksud
Pada tahap elemen maksud ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan elemen detil. Perbedaannya adalah jika dalam elemen detil,
informasi terutama yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara detil dan panjang, sedangkan dalam elemen maksud, informasi
yang menguntungkan komunikator disampaikan secara eksplisit dan
jelas.
6
Tujuan akhirnya ialah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator. Elemen maksud dalam pidato
pembicara adalah sebagai berikut: “Saya rasa ini menjadi kunci bila kita miliki tiga pilar,
ada pilar ekonomi, ada pilar demokrasi. Dua ini berjalan. Tapi pilar ketiga yang menopang adalah kepastian hukum,
keadilan, rule of law. Di sini kita perlu hadirkan. Dalam jangka pendek ini, kita harus menghadirkan pilar ketiga
melalui kepemimpinan yang efektif, kepemimpinan yang menggerakkan, karena tidak bisa urusan sebesar Indonesia
diselesaikan
satu orang.
Kita harus
memunculkan kepemimpinan yang mengajak semua orang turun tangan,
terlibat melunasi sama-sama janji kemerdekaan itu. Indonesia ini adalah Indonesia kita semua, milik kita. Mari kita miliki
masalah yang ada di bangsa ini, lalu kita turun tangan ramai-
ramai menyelesaikan masalah yang ada di bangsa ini.” Pada akhir pidatonya, pembicara menyampaikan bahwa
Indonesia harus menghadirkan pemimpin yang kepemimpinannya mampu menggerakkan semua kalangan untuk bersama-sama
menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa Indonesia. Sebagaimana disebutkan juga dalam pidatonya bahwa persoalan Indonesia tidak
bisa diselesaikan oleh satu orang atau dengan kata lain hanya pemimpinnya saja. Semua lini dan kalangan juga mesti turut andil dan
support serta memiliki rasa optimisme bersama dengan begitu rasa kepercayaan diri bangsa dapat bangkit dan hal itu akan membantu
secara psikis untuk mewujudkan janji-janji kemerdekaan.
6
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 242
d. Pra Anggapan
Elemen selanjutnya dalam teori Van Dijk adalah wacana pra- anggapan, yaitu presupposition merupakan pernyataan yang
digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Jika dalam latar berarti upaya mendukung dengan jalan memberi latar belakang, maka
pra-anggapan adalah upaya mendukung pendapat yang disampaikan pembicara dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya
oleh sebagian besar orang. Pra-anggapan hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan.
21
Berikut bagian pra-anggapan yang ada dalam pidato Anies Rasyid Baswedan adalah
“Republik ini merdeka bukan sekadar untuk menggulung kolonialisme. Republik ini hadir untuk menggelar
kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia...” pada teks tersebut, terdapat pra-anggapan bahwa
kemerdekaan Indonesia
sudah seharusnya
bertujuan untuk
menyejahterakan, memakmurkan dan memberi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bagian lain ialah terdapat dalam pernyataan berikut, “...Begitu
manusianya terkembangkan, manusianya tercerdaskan, maka seluruh potensi ini bisa diubah menjadi potensi yang membuat kita meraih
kesejahteraan....”. Didalam statement tersebut anggapan bahwa
21
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 256.