mungkin disebabkan adanya kendala dalam migrasi lokal atau terhalangnya jalur jelajah satwa tersebut. Penghalang utama diduga adalah jalan raya dan saluran
irigasi yang membentang pada kawasan ini.
4.5 Aksesibilitas
Taman wisata ini sangat mudah dijangkau karena terletak di kiri dan kanan jalan raya lintas Bukittinggi-Medan, dengan jarak tempuh + 30 km dari Kota
Lubuk Sikaping atau + 200 km dari Kota Padang. Di dalam kawasan Taman Wisata Alam Rimbo Panti terdapat 1 segmen jalan patroli berupa jalan tanah
dengan lebar 1,5 meter dan panjang 2 km dan jalan trail wisata sepanjang 4 km.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Sejarah dan Status Kawasan
Taman Wisata Alam TWA Rimbo Panti merupakan satu dari empat TWA yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat. Kawasan TWA Rimbo Panti awalnya
merupakan satu kesatuan dari Cagar Alam Rimbo Panti register 75 yang ditunjuk berdasarkan surat keputusan Gubernur Besluit Hindia Belanda No.34
Staatblat 420 tanggal 8 Juni 1932, dengan luas 3.120 ha. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.284KptsUm61979 tanggal 1 Juni 1979,
sebagian areal cagar alam ini seluas 570 ha dijadikan kawasan TWA. Penetapan kawasan TWA tersebut dilatarbelakangi oleh keanekaragaman flora dan fauna
yang sangat tinggi, dengan keunikan vegetasi hutan dataran rendah serta memiliki potensi wisata alam yang cukup tinggi, terutama sumber air panasnya.
Dilihat dari luas total kawasan TWA Rimbo Panti, saat ini Rimbo Panti merupakan TWA terluas yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Luasan kawasan
ini memberikan peluang pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan kawasan lainnya. Berbagai aktifitas wisata basa dikembangkan lebih luas dan
beraneka ragam.
5.2. Perencanaan Kawasan
Perencanaan berfungsi sebagai pedoman dan arahan rinci implementasi pengelolaan yang akan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
timbulnya kendala dan permasalahan serta sebagai suatu tolak ukur keberhasilan kegiatan dan sebagai alat evaluasi dalam sebuah pengelolaan kawasan konservasi.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan kawasan diperlukan adanya suatu bentuk pengelolaan managemen input yang komprehensif yang menyangkut
perencanaan planing, pengorganisasian organizing, pelaksanaan actuating dan mekanisme monitoring controling serta evaluasinya yang disesuaikan
dengan rencana pengembangan wilayah, khususnya Kabupaten Pasaman agar
terdapat kesatuan gerak dan langkah dalam implementasi pengelolaan kawasan TWA Rimbo Panti.
5.2.1 Dokumen Perencanaan
Pada tahun 2000, BKSDA Sumatera Barat telah menyusun rencana pengelolaan Rimbo Panti yaitu Rencana Pengelolaan Jangka Panjang 2001-2026
dan Rencana Pengelolaan Jangka Menengah 2001-2006. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang bertujuan untuk memberikan arahan bagi kegiatan pengelolaan,
baik pengelola kawasan maupun institusi atau organisasi yang berkepentingan, dalam upaya mengamankan, melestarikan, dan memanfaatkan kawasan TWA
Rimbo Panti. Adapun sasarannya adalah terselenggaranya pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam sesuai dengan tujuan awal penetapannya, sehingga kawasan
ini dapat berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan, wahana pengawetan keanekaragaman hayati, dan praktek-praktek pemanfaatan sumber daya alam yang
bernuansa kelestarian lingkungan. Penyusunan rencana pengelolaan jangka menengah ini mengacu pada
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang. Rencana ini berisi upaya pokok dan rencana kegiatan dalam kurun waktu lima tahun. Dalam penyusunan Rencana
Pengelolaan Jangka Menengah selain mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang juga mempertimbangkan data dan informasi di lapangan yang terkini dan
akurat, sehingga rencana satu atau lima tahun kedepan merupakan solusi terhadap permasalahan yang terdapat di lapangan.
Selain dijabarkan dalam Rencana Pengelolaan Lima Tahun dan Rencana Pengelolaan Tahunan Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam ini juga akan
dijabarkan dalam bentuk Rencana Teknis. Yang memuat uraian kegiatan secara lebih sfesifik seperti, rencana pembagunan sarana dan prasarana, rencana
penangkaran satwa, rencana pembinaan habitat dan atau populasi, dan sebagainya. Selain perencanaan yang termuat dalam RPTWA Rimbo Panti, Dinas
Perhubungan dan Pariwisata Kab. Pasaman sebagai pihak ketiga dalam pengelolaan TWA Rimbo Panti juga mempunyai dokumen perencanaan yaitu
berupa Master Plan Pengelolaan TWA Rimbo Panti. Master plan ini dibuat untuk menjadi pedoman pengelolaan TWA Rimbo Panti oleh Pemda Kab. Pasaman.
Adapun tujuan jangka panjang master plan ini antara lain adalah : terciptanya kesemarakan budaya masyarakat yang mewarnai pranata sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kelestarian budaya daerah yang tidak terpengaruh oleh perkembangan globalisasi. Saling memahami dan menghargai
budaya antara masyarakat setempat dengan masyarakat lainnya. Sumatera Barat sebagai daerah tujuan wisata utama yang aman, nyaman, menarik, mudah
dikunjungi, dan memiliki daya saing global bagi wisatawan ba ik wisatawan local maupun mancanegara. Pariwisata sebagai wahana pelestarian alam dan
pengembangan seni dan budaya tradisional. Pariwisata dapat menjadi lokomotif pengembangan ekonomi rakyat yang dapat mendorong perekonomian daerah.
Dalam rangka pengelolaan taman wisata alam pihak pengelola dapat mengikutsertakan pihak ketiga dalam hal ini pihak pengusaha, dalam bentuk
pengusahaan pariwisata alam. Bagian taman wisata alam yang dapat diusahakan oleh pihak ketiga melalui mekanisme pemberian Izin Pengelolaan Taman Wisata
Alam adalah blok pemanfaatan taman wisata alam. Pihak ketiga dalam hal ini dapat berupa perorangan, koperasi, BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta.
Kegiatan pengusahaan pariwisata alam dapat dilakukan dalam beberapa bentuk pengusahaan yang bersifat memberikan dan meningkatkan pelayanan
terhadap pengunjung seperti, rumah makan, penginapanwisma, toko souvenir dan kegiatan lain terbatas pada blok pemanfaatan. Di TWA Rimbo Panti, BKSDA
Sumatera Barat menjalin suatu hubungan kerjasama dengan Pemda Kab. Pasaman untuk mengelola kawasan ini. Bentuk kerjasamanya tertuang dalam suatu
“Perjanjian Kerjasama” tentang pembangunan dan peningkatan sarana prasarana wisata alam di TWA Rimbo Panti Kab. Pasaman Provinsi Sumatera Barat.
Perjanjian kerjasama bertujuan untuk optimalisasi pemanfaatan potensi wisata alam dan jasa lingkungan dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,
terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistem sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang
memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumberdaya alam hayati bagi kesejahteraan serta terkendalinya cara-cara pemanfaatan
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya sehingga terjamin kelestariannya. Kerjasama ini dirintis sejak tahun 2004 dengan masa berlaku selama 5 tahun
tetapi sampai saat ini tahun 2010 belum ada pembaharuan perjanjian kerjasama sehingga kegiatan pengelolan berupa kerjasama BKSDA dengan Pemda di TWA
Rimbo Panti masih mengacu kepada perjanjian kerjasama yang tela h habis ini.
5.2.2. Perencanaan Sumber Daya Manusia
Kebutuhan organisasi KSDA yang lebih handal tentunya harus diikuti dengan penataan SDM yang juga memadai. Penataan tersebut dapat berupa
realokasi personil, baik dari pusat dan atau antar wilayah, penambahan personil baru, dan peningkatan pendidikan serta keterampilannya yang kaitannya dengan
aktivitas pemberdayaan masyarakat. Kegiatan
perlindungan dan
pengawetan, disamping
berupaya mempertahankan kawasan konservasi juga mencari alternatif pemanfaatannya
seperti pemanfaatan wisata alam. Oleh karena itu, manajemen Taman Wisata Alam Rimbo Panti dan Cagar Alam Rimbo Panti akan dikembangkan ke arah
yang lebih profesional melalui beberapa langkah, antara lain: 1.
Memberdayakan tenaga fungsional Polisi Kehutanan agar memiliki kemampuan bukan hanya sebagai tenaga pengamanan fisik melainkan juga
sebagai fasilitator yang mampu menyampaikan pesan-pesan dan berbagai upaya konservasi kepada masyarakat melalui pendekatan sosial dan adat
istiadat; 2.
Memantapkan konsepsi tenaga fungsional Teknisi Kehutanan, Penyuluh Kehutanan, dan Polisi Kehutanan dalam konteks pola karir dan sistem
kepegawaiannya; 3.
Mengupayakan pola rekruiting pegawai yang dapat mengakomodasi berbagai disiplin ilmu, seperti anthropology, ekonomi, dan ekologi tidak terbatas pada
disiplin ilmu kehutanan.
5.2.3. Perencanaan Pengelolaan Sarana dan Prasarana
Dalam jangka waktu 25 tahun ke depan, secara simultan dan fleksibel seiring dengan pengelolaan Cagar Alam Rimbo Panti kawasan ini direncanakan
akan dilaksanakan perbaikan dan pembangunan sarana prasarana yang memadai
yang penyebarannya seperti tergambar dalam Peta Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam Rimbo Panti. Adapun rincian jenis sarana dan prasarana berikut
keterangan lokasinya adalah sebagai berikut: 1.
Perbaikan kantor resort dan penambahan fasiltas pendukung seperti air bersih, listrik, dan peralatan kantor sehingga dari keadaan semi permanen menjadi
permanen; 2.
Pembangunan pondok kerja dibangun pada 2 lokasi yaitu pada bagian utara pada daerah yang berbatasan dengan Desa Murni dan bagian selatan yang
berbatasan dengan Desa Petok; 3.
Pembangunan stasiun pengamatan satwa dan pengintai kebakaran dibangun pada dua lokasi yaitu di wilayah barat pada ketinggian ketinggian 300 m dpl
dan pada wilayah timur-selatan lokasi rawa; 4.
Pembuatan pagar pengaman dengan trotoar dibagian dalam sepanjang kiri kanan jalan raya Bukittinggi
– Medan yang melawati kawasan, dengan tujuan untuk mencegah satwa yang melintasi jalan, mencegah akses yang terlalu
besar ke dalam kawasan, sedangkan trotoar dapat dimanfaatkan sebagai jalan induk jalan trail wisata;
5. Pembuatan hydrant untuk mengantisipasi kebakaran diusulkan untuk dibangun
di 2 lokasi yaitu sumber air panas dan perbatasan dengan cagar alam dari arah Lubuk Sikaping;
6.
Pembuatan drainase pengendali banjir untuk mengantisipasi tergenangnya air di daerah rawa pada saat musim hujan. Saluran drainase ini dibuat dari
polongan dan diusahakan tidak sampai mengeringkan daerah rawa yang ada, sehingga mengakibatkan terganggunya ekosiste m yang ada. Di samping itu
pengelolaan saluran irigasi perlu dilakukan karena pada tempat tertentu seperti Desa Petok, sering mengalami banjir pada musim hujan. Selain itu perlu juga
dilakukan pengendalian saluran irigasi yang melewati kawasan Taman Wisa ta Alam Rimbo Panti;
7.
Pengadaan Radio Komunikasi HT sangat diperlukan dalam rangka melakukan komunikasi antara pengelola lapangan taman wisata dengan Unit
KSDA Sumatera Barat dan instansi lainnya. Komunikasi ini sangat diperlukan dalam rangka saling tukar menukar informasi;
8.
Pengadaan alat survey sederhana, berupa kompas, teropong, altimeter, dan GPS. Alat tersebut sangat diperlukan oleh petugas lapangan supaya bisa
memberikan laporan tentang situasi dan kondisi pengelolaan taman wisata agar alam;
9.
Untuk pengamanan satwa perlu dipasang papan pengumuman dan rambu- rambu jalan di daerah lintasan satwa yang menginformasikan tentang satwa
yang dominan di lokasi tersebut, misalnya “Disini Banyak Beruk” dan lain- lain.
5.2.4. Perencanaan Perlindungan dan Pengamanan Kawasan
Upaya meminimalisir bentuk gangguan dan ancaman terhadap kawasan juga diperlukan sebagai antisipasi munculnya bentuk-bentuk gangguan baru. Dalam
periode pengelolaan kawasan 20 tahun mendatang, akan dilakukan upaya perlindungan dan pengamanan kawasan sebagai berikut :
1. Sosialisasi peraturan perundang-undangan, Peraturan Pemerintah dan
ketetapan perlindungan hutan. 2.
Hal ini dilakukan dengan cara mengadakan penyuluhan kepada masyarakat di sekitar Taman Wisata Alam dan Cagar Alam dan pengunjung. Disamping
mengadakan penyuluhan, sosialisasi juga perlu dilakukan secara persuasif dengan cara pendekatan dalam bentuk penyadaran akan pentingnya cagar
alam kepada masyarakat, sedangkan pendekatan persuasif dengan pengunjung dilakukan dengan memberikan arahan seb elum pengunjung memasuki
kawasan. Selain itu dapat juga dilakukan melalui bentuk-bentuk buku, brosur, leaflet, plang pengumuman, himbauan dan sebagainya;
3. Sosialisasi keberadaan serta manfaat Cagar Alam dan Taman Wisata Alam
Rimbo Panti. 4.
Titik berat kegiatan sosialisasi ini adalah pada pemasyarakatan jalur dan tanda pal batas kawasan, baik kepada masyarakat maupun instansi pemerintah dan
swasta yang berada di wilayah, terutama instansi- instansi yang tugas pokok
dan fungsinya berkaitan dengan lahan. Contohnya Dinas Pekerjaan Umum, Badan Pertanahan Nasional BPN, Bappeda Tingkat II, Dinas Pertanian, dan
instansi- instansi lainnya; 5.
Pencegahan perburuan, penangkapan satwa, dan pengambilan kayu yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, melalui kegiatan patroli pengamanan
kawasan; 6.
Mensosialisasikan keberadaan kawasan melalui
program-program pemberdayaan masyarakat dalam bentuk:
a Bersama-sama masyarakat memasang papan-papan informasi dan atau
pengumuman yang berisi gambar-gambar dan pesan-pesan untuk tidak mengkreasi gangguan terhadap Cagar Alam maupun Taman Wisata Alam
Rimbo Panti seperti menebang pohon, berburu satwa, membuat perapian, dan membangun pondok-pondok atau pemukiman dalam kawasan;
b Bersama-sama masyarakat melaksanakan kegiatan penanaman jalur hijau
batas kawasan dengan jenis tanaman multi- fungsi MPTS, pembuatan embung-embung air sebagai sumber air bagi kehidupan satwa-satwa
dalam kawasan dan sebagai cadangan air apabila terjadi kebakaran hutan, dan pembuatan sekat-sekat bakar di lokasi yang rawan kebakaran;
c Pembinaan daerah desa-desa penyangga kawasan Cagar Alam dan
Taman Wisata Alam Rimbo Panti, dengan berbagai bentuk kegiatan seperti penanaman tanaman MPTS, penangkaran jenis-jenis burung
bernilai komersil, penangkaran kupu-kupu dan jenis satwa lainnya yang dapat menjadi sumber protein masyarakat, serta pengembangan kerajinan
tangan. 7.
Pengendalian jenis-jenis eksotik, baik flora maupun fauna, dan tanaman yang diduga telah menjadi tanaman pengganggu bagi jenis-jenis tertentu, terutama
di sekitar ladang- ladang penduduk; 8.
Pengembangan pola kemitraan dengan masyarakat setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan instansi pemerintah atau swasta dalam upaya
pengamanan kawasan dari berbagai bentuk ancaman; 9.
Saat ini, ketersediaan perangkat lunak berupa ketentuan peraturan perundang- undangan relatif cukup memadai. Namun pengalaman di lapangan
menunjukkan bahwa jumlah pelanggaran yang menyangkut bidang hutan dan kehutanan semakin bertambah dan tidak banyak kasus-kasus tersebut yang
terselesaikan sampai tuntas. Disamping sumberdaya manusia yang menjadi kendala, kemauan pelaksana dalam menegakkan pelaksanaan hukum yang ada
masih belum memadai. Oleh karena itu, khususnya dalam penanganan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti sebagai salah satu titik rawan
munculnya berbagai konflik, maka penegakan hukum law enforcement akan lebih ditingkatkan;
10. Pencegahan terjadinya kebakaran hutan dengan membuat sekat bakar, dengan
menanami daerah tersebut dengan tanaman yang tahan terhadap kebakaran, terutama pada lokasi yang berdekatan dengan lahan milik masyarakat yaitu di
utara dan selatan kawasan; 11.
Perlindungan jenis tumbuhan terhadap hama dan pengendalian hama pertanian di sekitar cagar alam untuk mencegah musnahnya habitat yang ada
di dalam kawasan. Disamping itu, juga perlu diupayakan penanggulangan serangan hama babi terhadap tanaman pertanian yang ada di sekitar kawasan,
yang berasal dari lokasi cagar alam dan taman wisata alam; 12.
Pencegahan laju erosi tanah yang dilakukan di lokasi Taman Wisata Alam pada sepanjang kiri kanan jalur dari saluran irigasi Panti
– Rao.
5.2.5. Perencanaan Penataan Kawasan
Taman Wisata Alam Rimbo Panti memiliki batas keliling sepanjang 11 km, sepanjang 7,6 km berbatasan dengan kawasan Cagar Alam Rimbo Panti dan
sisanya sepanjang 3,4 km berbatasan dengan areal penggunaan lain. Penataan batas cagar alam ini telah terealisir 100 dan telah direkonstruksi pada tahun
1999. Dalam jangka waktu 25 tahun ke depan, kegiatan pemantapan kawasan ini, akan terus dilaksanakan baik fisik maupun administratif, k hususnya penyelesaian
status hukum dari “penunjukan” menjadi “penetapan”. Pelaksanaan pemeliharaan dan rekontruksi batas kawasan Taman Wisata
Alam Rimbo Panti khususnya yang berbatasan dengan lahan penduduk di Kecamatan Panti, akan diupayakan secermat mungkin dengan memanfaatkan
pendekatan yang partisipatif sehingga, apabila tanda batas fisik pal batas telah
terpancang, pal batas tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan diakui, baik oleh masyarakat maupun lembaga- lembaga pemerintah setempat.
Pemeliharaan batas termasuk rekonstruksi batas akan dilakukan secara simultan dan disesuaikan dengan skala prioritas yang didasarkan pada intensitas
kerawanan gangguan kawasan. Menurut RPTWA Rimbo Panti dalam periode 25 tahun ke depan, kawasan
ini akan ditata ke dalam 2 blok pengelolaan, yaitu blok perlindungan dan blok pemanfaatan. Blok perlindungan akan diarahkan pada bagian-bagian kawasan
yang kondisinya masih relatif utuh dan asli sedang blok pemanfaatan diarahkan pada bagian kawasan yang dapat mengakomodasi kegiatan-kegiatan pengelolaan
dan pemanfaatan potensi kawasan, seperti penelitian, pendidikan, pengambilan plasma nutfah, dan kegiatan wisata alam.
Untuk akurasi delinasi batas blok-blok ini, terlebih dahulu atau secara simultan dengan kegiatan pengelolaan lainnya, akan dilakukan kajian dan
penelitian yang berkaitan dengan keutuhan dan potensi kawasan, baik potensi fisik lansekap, flora, maupun faunanya sedemikian rupa agar pembagian blok-
blok ini dapat mengakomodasi sebanyak mungkin kepentingan pengelola kawasan dan masyarakat.
Sesuai pengamatan dan informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat, bagian kawasan yang dapat dijadikan blok pemanfaatan untuk
mengakomodasi kegiatan-kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan potensi kawasan, seperti penelitian, pengambilan plasma nutfah, kegiatan wisata alam,
pendidikan, dan pembangunan sarana prasarana pengelolaan adalah: 1.
Bagian taman wisata alam yang selama ini telah dimanfaatkan untuk kepentingan wisata;
2. Bagian taman wisata alam sekitar 1 km dari kiri dan kanan sepanjang jalan
raya Bukittinggi – Medan.
Bagian kawasan yang diarahkan menjadi blok perlindungan adalah bagian- bagian kawasan yang saat ini kondisinya relatif utuh dan masih asli. Di dalam
blok perlindungan direncanakan akan dilakukan kegiatan-kegiatan monitoring
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan wisata terbatas, diantaranya :
1. Bagian taman wisata alam yang berbatasan dengan cagar alam pada bagian
timur dan barat kawasan; 2.
Daerah-daerah yang merupakan sempadan sumber mata air panas. Berdasarkan Master Plan yang dibuat oleh Pemda Kab. Pasaman Taman
Wisata Alam Rimbo Panti dibagi menjadi 6 zonasi Masterplan TWA Rimbo Panti, tahun 2008. Ada 6 zonasi di dalam TWA Rimbo Panti, meliputi zona A, B,
C, D, E dan F. 1.
Zona A Zona A berupa kawasan terbuka yang ditandai dengan terdapatnya 1 unit
gazebo pengunjung. Lahan berupa tanah luas dengan sedikit rawa sebagiannya termasuk ke dalam kawasan cagar alam. Lahan ini sebagian juga
dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas penunjang, sepeti mushola. Sedangkan kawasan hutannya dimanfaatkan untuk wisata menikmati
pemandangan alam. 2.
Zona B Zona B sudah cukup tertata dengan baik. Zona ini ditandai dengan
terdapatnya kolam pemandian air panas yang tela h aktif dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Selain itu juga terdapat areal camping.
3. Zona C
Zona C berupa hutan rawa yang tidak dilakukan pengembangan. Kawasan yang termasuk ke dalam zona ini juga merupakan bagian dari cagar
alam, sehingga harus dibiarkan alami sesuai dengan keadaannya saat ini. 4.
Zona D Zona D berupa kawasan terbuka yang ditandai dengan terdapatnya
sumber air panas yang digunakan oleh pengunjung sebagai lokasi wisata, yaitu merebus makanan. Di zona ini juga terdapat lumpur hisap, sehingga cukup
membahayakan. Perlu dipertimbangkan lebih lanjut mengenai pengembangan di zona D seperti pemberian batas atau papan larangan di lokasi beradanya
lumpur hisap sehingga pengunjung tahu lokasi yang berbahaya untuk dikunjungi.
5. Zona E
Zona E berupa kawasan yang sebagiannya sudah aktif diakses. Ditandai dengan terdapatnya kafe, warung, kantor Seksi KSDA, gedung herbarium, dan
taman bermain anak. Sebagian kawasan yang tersisa dapat digunakan sebagai lokasi pembangunan infrastruktur penunjang wisata di TWA Rimbo Panti,
seperti penginapan dan souvenir shop dengan melibatkan masyarakat setempat.
6. Zona F
Zona F secara total berupa kawasan hutan rawa dan termasuk ke dalam cagar alam. Pengembangan infrastruktur tidak dapat dilakukan di zona ini,
sehingga keberadaan zona F akan tetap dipertahankan sebagai kawasan rawa.
5.2.6. Perencanaan Kegiatan Pengawasan
Pelaporan adalah salah satu bentuk prosedur administrasi yang didalamnya akan dimuat mengenai hasil pelaksanaan kegiatan pengelolaan Taman Wisata
Alam Rimbo Panti yang harus disampaikan oleh petugas pengelola kawasan secara berkala. Laporan- laporan tersebut berisikan semua bentuk kegiatan mulai
dari kegiatan pengelolaan, pengunjung, pengusahaan dan permasalahan, jenis- jenis laporan yang akan dibuat, yaitu :
1. Laporan Bulanan adalah laporan yang menjabarkan kegiatan pengelolaan
dalam satu bulan dan disampaikan pada awal bulan berikutnya; 2.
Laporan Triwulan adalah laporan yang berisikan kegiatan pengelolaan selama periode 3 bulan disampaikan pada awal periode triwulan be rikutnya;
3. Laporan Tahunan adalah rekapitulasi kegiatan selama 1 tahun, disampaikan
pada akhir tahun besangkutan; 4.
Laporan-laporan teknis adalah laporan pelaksanaan kegiatan yang sifafnya kegiatan teknis seperti laporan kegiatan penyuluhan, laporan pembangunan
sarana dan prasarana dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan juga akan dilakukan kegiatan pemantaun terhadap aspek pengelolaan terutama terhadap keadaan potensi-potensi
yang ada di dalam kawasan Taman Wisata Alam Rimbo Panti, baik tumbuha n, satwa ataupun obyek-obyek wisata. Sebagai tahap akhir akan dilakukan kegiatan
evaluasi terhadap semua kegiatan pengelolaan dan potensi kawasan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pengelolaan lebih lanjut, evaluasi ini akan dilakukan
secara berkala dengan jangka waktu setiap 5 tahun.
5.2.7. Perencanaan Pengelolaan Pengunjung
Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam pengelolaan pengunjung di Taman Wisata Alam Rimbo Panti, dalam waktu 25 tahun kedepan, antara lain :
1. Penerapan sistem pelayanan satu pintu gerbang memasuki kawasan sehingga
kepentingan pengunjung dapat dideteksi dengan demikian mempermudah petugas pengelola dalam mengarahkan pengunjung ke obyek tujuannya;
2. Membatasi jumlah kunjungan disesuaikan dengan kemampuan daya dukung
kawasan, untuk mencegah kerusakan lebih besar terhadap kawasan yang disebabkan oleh kelebihan pengunjung;
3. Pengaturan jadwal kunjungan dan tempat yang boleh dan tidak boleh untuk
dikunjungi pada waktu-waktu tertentu. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan kepuasan kepada pengunjung dengan tidak mengabaikan
kepentingan lingkungan kawasan, misalnya pengunjung tidak diperbolehkan memasuki suatu wilayah habitat satwa tertentu pada saat musim kawin satwa
tersebut sehingga kegiatan satwa tidak terganggu oleh kedatangan pengunjung;
4. Penyesuain harga tiket masuk kawasan sesuai dengan kepentingan
pengunjung, sehingga secara tidak langsung pengunjung dapat dibatasi terutama untuk obyek-obyek tertentu yang sifatnya rentan terhadap gangguan
manusia; 5.
Membuat paket-paket wisata yang disesuaikan dengan beberapa kriteria antara lain tingkatan usia, jumlah rombongan, kepentingan kunjungan seperti
kepentingan pendidikan, rekreasi, pengenalan jenis tumbuhan dan satwa, dan kriteria khusus.
5.3. Organisasi Pengelolaan
Tugas pengelolaan Taman Wisata Alam Rimbo Panti diemban oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA Sumatera Barat yang merupakan salah
satu UPT pusat Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Dirjen PHKA. BKSDA Sumatera Barat mengelola 21 kawasan konservasi di
Provinsi Sumatera Barat. Tugas pokok dan fungsinya berorientasi pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.02Menhut-II2007 tentang organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumberdaya Alam. Tugas pokok BKSDA Sumatera Barat adalah “Sebagai pengelola Suaka
Margasatwa, Cagar Alam, Taman Wisata Alam dan Taman Buru serta konservasi jenis di alam insitu dan di luar kawasan eksitu
”. Sedangkan fungsi-fungsi BKSDA Sumatera Barat adalah :
1. Penyusunan rencana, program, dan evaluasi pengelolaan kawasan konservasi
yang dikelola dan konservasi tumbuhan dan satwaliar di dalam dan di luar kawasan hutan.
2. Pengelolaan kawasan konservasi serta konservasi insitu dan eksitu.
3. Perlindungan, pengamanan, dan karantina sumberdaya alam di dalam dan di
luar kawasan. 4.
Pengamanan, perlindungan dan penanggulangan kebakaran hutan. 5.
Promosi dan informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem kawasan yang dikelola.
6. Kerjasama pengembangan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam Kelas I, yang disebut
dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam; 2.
Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam Kelas II, yang disebut dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
3. Balai Konservasi Sumber Daya Alam dipimpin oleh seorang Kepala Balai.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Kepala Balai dibantu oleh :
1. Sub Bagian Tata Usaha yang bertugas melakukan urusan tata persuratan,
ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan, rumah tangga, perencanaan, kerjasama, data, pemantauan, dan evaluasi,
pelaporan serta kehumasan. 2.
Seksi Konservasi Wilayah SKW yang mempunyai tugas melakukan penyusunan sebagai berikut :
a. rencana dan anggaran,
b. evaluasi dan pelaporan,
c. bimbingan teknis,
d. pelayanan dan pemberdayaan masyarakat,
e. pengelolaan kawasan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan
lestari, pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan, f.
pemberantasan penebangan dan peredaran kayu, tumbuhan, dan satwa liar secara illegal
g. pengelolaan sarana prasarana, promosi, bina wisata alam dan bina
cinta alam, dan penyuluhan konservasi sumberdaya ala m hayati dan ekosistemnya
h. kerjasama di bidang pengelolaan kawasan cagar alam, suaka
margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, kerjasama di bidang konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan,
serta kerjasama di bidang rehabilitasi satwa liar di wilayah kerjanya. 3.
Balai KSDA Sumatera Barat dalam tugas operasionalnya terbagi dalam 3 seksi wilayah, yaitu :
a. Seksi Konservasi Wilayah I Pasaman di Pasaman. Wilayah kerjanya
meliputi Kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Lima Puluh Kota, Kota Payakumbuh dan Kota Bukit Tinggi.
b. Seksi Konservasi Wilayah II Tanah Datar di Batu Sangkar. Wilayah
kerjanya meliputi Kabupaten Tanah Datar, Padang Panjang, Padang Pariaman dan Kota Pariaman.
c. Seksi Konservasi Wilayah III Sawah Lunto Sinjunjung di Muaro
Sijunjung. Wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Sijunjung, Sawah
Lunto, Solok, Kota Solok, Kabupaten Solok Selatan, Dharmasraya dan Pesisir Selatan.
4. Kelompok Jabatan Fungsional Konservasi terdiri dari :
a. Polisi Kehutanan Polhut
b. Pengendali Ekosistem Hutan PEH
Bertepatan dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004tentang Otonomi Daerah, maka perbaikan dan peningkatan upaya konservasi
tidak diserahkan kepada Pemerintah Daerah, sehingga dapat didekati melalui pemantapan kelembagaan pengelolaan Balai KSDA. Balai KSDA yang dibentuk
dengan Kepmenhut No.1441991 yang kemudian diperbaiki dengan Kepmenhut No.2041998 perlu ditingkatkan lagi keberdayaannya, terutama organisasi di
tingkat Seksi Wilayah yang akan langsung berdampingan dengan institusi Pemerintah Daerah versi Undang-Undang No.22 Tahun 1999 RP TWA Rimbo
Panti. Tanggung jawab utama dari Balai KSDA adalah perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan konservasi, dengan tambahan tanggung
jawab berupa kegiatan konservasi di luar kawasan termasuk daerah penyangga. Kawasan Taman Wisata Alam Rimbo Panti termasuk ke dalam Seksi Konservasi
Wilayah I Pasaman yang mempunyai kantor seksi di Kota Lubuk Sikaping dan kantor resort Panti di Kecamatan Panti.
5.4. Aktivitas Pengelolaan