Pola Pengelolaan Baru Rumusan Pola Pengelolaan TWA Rimbo Panti .1 Pihak Terkait

Kegiatan yang dilakukan pengunjung sangat beragam mulai dari yang tidak terstruktur hingga yang terencana dengan detail. Kegiatan-kegiatan wisata yang dilakukan pengunjung TWA Rimbo Panti antara lain bersantai menikmati pemandangan, wisata rebus telur di sumber mata air panas, mandi di pemandian air panas, bersepeda, kegiatan fotografi, dan wisata pendidikan. 3. Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman bekerja sama dengan BKSDA dalam mengelola TWA Rimbo Panti. Bentuk kerjasama yang dilakukan mengacu kepada PP No.18 tahun 1994 yang mulai tahun 2010 ini diperbaharui menjadi PP No.36 tahun 2010 dimana pengusahaan wisata oleh pemda di kawasan konservasi leb ih mudah prosedurnya dan lebih fleksibel. 4. Balai Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA Kenyataan riil saat ini di TWA Rimbo Panti telah dibangun berbagai sarana dan prasarana pengelolaan dan wisata alam. Selain itu telah berkembang berbagai aktifitas wisata alam seperti perkemahan, tracking,pemandian air panas, atraksi wisata air panas, penelitian, pendidikan, dan pemanfaatn jasa lingkungan air dari kawasan yang belum diatur dan dikendalikan dengan baik. Sebagai pihak yang paling berwenang dalam pengelolaan TWA Rimbo Panti, BKSDA Sumatera Barat harus bisa mewadahi semua pihak terkait dan merumuskan suatu pola pengelolaan yang baru untuk TWA Rimbo Panti sehingga tujuan dari pengelolaan bisa tercapai dan semua pihak merasa ikut terlibat dan merasa saling memiliki.

5.6.2. Pola Pengelolaan Baru

Ditinjau dari sisi ekologi TWA Rimbo Panti merupakan satu kesatuan ekosistem dengan Cagar Alam Rimbo Panti. Penunjukkan kawasan hutan seluas 570 ha dengan desain fungsi taman wisata alam tidak bisa terlepas dari peranan cagar alam yang secara totalitas ekosistemnya diharapkan mampu berperan sebagai sistem penyangga kehidupan bagi manusia dan berperan dalam konservasi in-situ bagi beragam hidupan liar serta wahana praktek-praktek pendayagunaan sumber daya yang berkelanjutan. TWA Rimbo Panti memiliki unsur-unsur ekosistem yang “menjual” untuk dijadikan komoditas wisata, namun potensi tersebut seakan terabaikan dan belum didayagunakan secara optimal. Konsepsi dan pola pengelolaan taman wisata yang belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip ecotourism hanya menawarkan obyek wisata yang juga banyak ditawarkan oleh usaha wisata lainnya. Di samping potensi ekosistem yang memberikan peluang bagi optimalisasi pendayagunaan taman wisata tersebut, dalam pengelolaan taman wisata alam ini masih dijumpai kendala terutama menyangkut masalah komunikasi dan pemahaman masyarakat tentang konsep ecotourism dalam pengembangan potensi sumber daya ya ng terkandung dalam kawasan tersebut. Apabila hal- hal tersebut telah diketahui dan dipahami oleh masyarakat dan jajaran birokrat, pengelolaan taman wisata alam ini akan terlaksana sesuai tujuan penetapannya. Kondisi yang terjadi di TWA Rimbo Panti sekarang adalah adanya dualisme pengelolaan. Keadaan yang terlihat adalah seakan rimbo panti itu semuanya adalah kawasan wisata dan dikelola oleh PEMDA Kab. Pasaman yang sebenarnya adalah adanya kerjasama antara dua pihak tersebut. Untuk ke depannya perlu diterapkan pola pengelolaan baru yang lebih bersifat manajemen kolaboratif. Berdasarkan Peraturan Mentri Kehutanan No.P.19 tahun 2004 maksud dari pedoman kolaborasi pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam adalah sebagai acuan umum dan landasan para pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan kolaborasi untuk membantu meningkatkan efektivitas dan kemanfaatan pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam bagi kesejahteraan masyarakat. Kolaborasi dalam rangka pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam adalah proses kerjasama yang dilakukan oleh para pihak yang bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling memberikan kemanfaatan. Manajemen kolaboratif disini melibatkan BKSDA Sumatera Barat, PEMDA Kab. Pasaman, dan masyarakat sekitar TWA Rimbo Panti. Ketiga stakeholder tersebut duduk bersama merumuskan suatu pola pengelolaan baru yang tentunya sama-sama menguntungkan dan menampung aspirasi semua pihak sehingga tidak ada lagi perbedaan persepsi tentang TWA Rimbo Panti. Untuk lebih jelasnya, gambaran bentuk pengelolaan baru yang sesuai dilaksanakan di TWA Rimbo Panti sebagai berikut : PERAN AKTOR Advisory Body -------------------- Implentative Body -------------------------------------------------------------------------- -- 1. Balai Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA Sumatera Barat. BKSDA Sumatera Barat disini berperan sebagai Advisory body yang memberikan rambu-rambu dalam kegiatan pengelolaan objek dan pengelolaan wisata dan menciptakan suasana positif agar semua pihak terkait bisa memberikan konstribusi dalam pengembangan dan pelaksanaan program. BKSDA bertindak sebagai pemungkin enabler yang mendorong masyarakat untuk mencari dan menemukan solusi terhadap masalah- masalah yang muncul, bukan menyediakan jawaban atas semua masalah yang ada. BKSDA selayaknya mempertimbangkan perspesktif sosial dan hal- hal teknis serta menghindari dominasi atas berjalannya proses partisipasi dalam pengelolaan TWA Rimbo Panti ke depannya. Dengan peran ini BKSDA bisa memastikan apakah kawasan TWA Rimbo Panti tidak rusak dan tujuan dari pengelolaan kawasan konservasi bisa tercapai dengan tidak merusak atau mengganggu kawasan. 2. Pemerintah Daerah Kab. Pasaman DISHUBPAR PEMDA Kabupaten Pasaman disini berperan sebagai agen pelaksana pengelolaan TWA Rimbo Panti. Dalam pengelolaan TWA menjalin koordinasi yang baik dengan masyarakat dan bertanggung jawab kepada BKSDA. Lembaga pemerintah di tingkat kabupaten perlu membuat mekanisme penyusunan BKSDA PEMDA Masyarakat manajemen, monitoring serta evaluasi untuk mempromosikan penerapan pendekatan partisipatif di tingkat lapangan dan lembaga- lembaga terkait. Staf pemerintah memerlukan keahlian baru guna penerapan pendekatan ini, sehingga mesti ada mekanisme penyebaran informasi dan menjalin hubungan koordinasi dengan BKSDA, masyarakat, serta instansi lain terkait. Lebih jauh, pemerintah daerah hendaknya juga menyediakan anggaran dana khusus untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan dalam hal ini di TWA Rimbo Panti. 3. Masyarakat. Masyarakat di sekitar kawasan TWA Rimbo Panti perlu diberdayakan dengan memegang tanggung jawab besar dalam pengelolaan dbandingkan dengan hanya menunggu apa yang disediakan pemerintah dan pemegang ijin hak. Masyarakat bukan lagi berperan sebagai obyek pembangunan kehutanan melainkan menjadi subyek. Oleh karena itu hendaknya masyarakat proaktif terlibat dalam merencanakan, melaksanakan, monitoring dan evaluasi program- program di TWA Rimbo Panti. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pengeloaan TWA Rimbo Panti bisa terlibat dalam beberapa kegiatan pengelolaan antara lain berupa:

a. Pemeliharaan pal batas