Perencanaan Perlindungan dan Pengamanan Kawasan

KSDA Sumatera Barat dan instansi lainnya. Komunikasi ini sangat diperlukan dalam rangka saling tukar menukar informasi; 8. Pengadaan alat survey sederhana, berupa kompas, teropong, altimeter, dan GPS. Alat tersebut sangat diperlukan oleh petugas lapangan supaya bisa memberikan laporan tentang situasi dan kondisi pengelolaan taman wisata agar alam; 9. Untuk pengamanan satwa perlu dipasang papan pengumuman dan rambu- rambu jalan di daerah lintasan satwa yang menginformasikan tentang satwa yang dominan di lokasi tersebut, misalnya “Disini Banyak Beruk” dan lain- lain.

5.2.4. Perencanaan Perlindungan dan Pengamanan Kawasan

Upaya meminimalisir bentuk gangguan dan ancaman terhadap kawasan juga diperlukan sebagai antisipasi munculnya bentuk-bentuk gangguan baru. Dalam periode pengelolaan kawasan 20 tahun mendatang, akan dilakukan upaya perlindungan dan pengamanan kawasan sebagai berikut : 1. Sosialisasi peraturan perundang-undangan, Peraturan Pemerintah dan ketetapan perlindungan hutan. 2. Hal ini dilakukan dengan cara mengadakan penyuluhan kepada masyarakat di sekitar Taman Wisata Alam dan Cagar Alam dan pengunjung. Disamping mengadakan penyuluhan, sosialisasi juga perlu dilakukan secara persuasif dengan cara pendekatan dalam bentuk penyadaran akan pentingnya cagar alam kepada masyarakat, sedangkan pendekatan persuasif dengan pengunjung dilakukan dengan memberikan arahan seb elum pengunjung memasuki kawasan. Selain itu dapat juga dilakukan melalui bentuk-bentuk buku, brosur, leaflet, plang pengumuman, himbauan dan sebagainya; 3. Sosialisasi keberadaan serta manfaat Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti. 4. Titik berat kegiatan sosialisasi ini adalah pada pemasyarakatan jalur dan tanda pal batas kawasan, baik kepada masyarakat maupun instansi pemerintah dan swasta yang berada di wilayah, terutama instansi- instansi yang tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan lahan. Contohnya Dinas Pekerjaan Umum, Badan Pertanahan Nasional BPN, Bappeda Tingkat II, Dinas Pertanian, dan instansi- instansi lainnya; 5. Pencegahan perburuan, penangkapan satwa, dan pengambilan kayu yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, melalui kegiatan patroli pengamanan kawasan; 6. Mensosialisasikan keberadaan kawasan melalui program-program pemberdayaan masyarakat dalam bentuk: a Bersama-sama masyarakat memasang papan-papan informasi dan atau pengumuman yang berisi gambar-gambar dan pesan-pesan untuk tidak mengkreasi gangguan terhadap Cagar Alam maupun Taman Wisata Alam Rimbo Panti seperti menebang pohon, berburu satwa, membuat perapian, dan membangun pondok-pondok atau pemukiman dalam kawasan; b Bersama-sama masyarakat melaksanakan kegiatan penanaman jalur hijau batas kawasan dengan jenis tanaman multi- fungsi MPTS, pembuatan embung-embung air sebagai sumber air bagi kehidupan satwa-satwa dalam kawasan dan sebagai cadangan air apabila terjadi kebakaran hutan, dan pembuatan sekat-sekat bakar di lokasi yang rawan kebakaran; c Pembinaan daerah desa-desa penyangga kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti, dengan berbagai bentuk kegiatan seperti penanaman tanaman MPTS, penangkaran jenis-jenis burung bernilai komersil, penangkaran kupu-kupu dan jenis satwa lainnya yang dapat menjadi sumber protein masyarakat, serta pengembangan kerajinan tangan. 7. Pengendalian jenis-jenis eksotik, baik flora maupun fauna, dan tanaman yang diduga telah menjadi tanaman pengganggu bagi jenis-jenis tertentu, terutama di sekitar ladang- ladang penduduk; 8. Pengembangan pola kemitraan dengan masyarakat setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan instansi pemerintah atau swasta dalam upaya pengamanan kawasan dari berbagai bentuk ancaman; 9. Saat ini, ketersediaan perangkat lunak berupa ketentuan peraturan perundang- undangan relatif cukup memadai. Namun pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa jumlah pelanggaran yang menyangkut bidang hutan dan kehutanan semakin bertambah dan tidak banyak kasus-kasus tersebut yang terselesaikan sampai tuntas. Disamping sumberdaya manusia yang menjadi kendala, kemauan pelaksana dalam menegakkan pelaksanaan hukum yang ada masih belum memadai. Oleh karena itu, khususnya dalam penanganan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti sebagai salah satu titik rawan munculnya berbagai konflik, maka penegakan hukum law enforcement akan lebih ditingkatkan; 10. Pencegahan terjadinya kebakaran hutan dengan membuat sekat bakar, dengan menanami daerah tersebut dengan tanaman yang tahan terhadap kebakaran, terutama pada lokasi yang berdekatan dengan lahan milik masyarakat yaitu di utara dan selatan kawasan; 11. Perlindungan jenis tumbuhan terhadap hama dan pengendalian hama pertanian di sekitar cagar alam untuk mencegah musnahnya habitat yang ada di dalam kawasan. Disamping itu, juga perlu diupayakan penanggulangan serangan hama babi terhadap tanaman pertanian yang ada di sekitar kawasan, yang berasal dari lokasi cagar alam dan taman wisata alam; 12. Pencegahan laju erosi tanah yang dilakukan di lokasi Taman Wisata Alam pada sepanjang kiri kanan jalur dari saluran irigasi Panti – Rao.

5.2.5. Perencanaan Penataan Kawasan