menunjukkan bahwa jumlah pelanggaran yang menyangkut bidang hutan dan kehutanan semakin bertambah dan tidak banyak kasus-kasus tersebut yang
terselesaikan sampai tuntas. Disamping sumberdaya manusia yang menjadi kendala, kemauan pelaksana dalam menegakkan pelaksanaan hukum yang ada
masih belum memadai. Oleh karena itu, khususnya dalam penanganan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti sebagai salah satu titik rawan
munculnya berbagai konflik, maka penegakan hukum law enforcement akan lebih ditingkatkan;
10. Pencegahan terjadinya kebakaran hutan dengan membuat sekat bakar, dengan
menanami daerah tersebut dengan tanaman yang tahan terhadap kebakaran, terutama pada lokasi yang berdekatan dengan lahan milik masyarakat yaitu di
utara dan selatan kawasan; 11.
Perlindungan jenis tumbuhan terhadap hama dan pengendalian hama pertanian di sekitar cagar alam untuk mencegah musnahnya habitat yang ada
di dalam kawasan. Disamping itu, juga perlu diupayakan penanggulangan serangan hama babi terhadap tanaman pertanian yang ada di sekitar kawasan,
yang berasal dari lokasi cagar alam dan taman wisata alam; 12.
Pencegahan laju erosi tanah yang dilakukan di lokasi Taman Wisata Alam pada sepanjang kiri kanan jalur dari saluran irigasi Panti
– Rao.
5.2.5. Perencanaan Penataan Kawasan
Taman Wisata Alam Rimbo Panti memiliki batas keliling sepanjang 11 km, sepanjang 7,6 km berbatasan dengan kawasan Cagar Alam Rimbo Panti dan
sisanya sepanjang 3,4 km berbatasan dengan areal penggunaan lain. Penataan batas cagar alam ini telah terealisir 100 dan telah direkonstruksi pada tahun
1999. Dalam jangka waktu 25 tahun ke depan, kegiatan pemantapan kawasan ini, akan terus dilaksanakan baik fisik maupun administratif, k hususnya penyelesaian
status hukum dari “penunjukan” menjadi “penetapan”. Pelaksanaan pemeliharaan dan rekontruksi batas kawasan Taman Wisata
Alam Rimbo Panti khususnya yang berbatasan dengan lahan penduduk di Kecamatan Panti, akan diupayakan secermat mungkin dengan memanfaatkan
pendekatan yang partisipatif sehingga, apabila tanda batas fisik pal batas telah
terpancang, pal batas tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan diakui, baik oleh masyarakat maupun lembaga- lembaga pemerintah setempat.
Pemeliharaan batas termasuk rekonstruksi batas akan dilakukan secara simultan dan disesuaikan dengan skala prioritas yang didasarkan pada intensitas
kerawanan gangguan kawasan. Menurut RPTWA Rimbo Panti dalam periode 25 tahun ke depan, kawasan
ini akan ditata ke dalam 2 blok pengelolaan, yaitu blok perlindungan dan blok pemanfaatan. Blok perlindungan akan diarahkan pada bagian-bagian kawasan
yang kondisinya masih relatif utuh dan asli sedang blok pemanfaatan diarahkan pada bagian kawasan yang dapat mengakomodasi kegiatan-kegiatan pengelolaan
dan pemanfaatan potensi kawasan, seperti penelitian, pendidikan, pengambilan plasma nutfah, dan kegiatan wisata alam.
Untuk akurasi delinasi batas blok-blok ini, terlebih dahulu atau secara simultan dengan kegiatan pengelolaan lainnya, akan dilakukan kajian dan
penelitian yang berkaitan dengan keutuhan dan potensi kawasan, baik potensi fisik lansekap, flora, maupun faunanya sedemikian rupa agar pembagian blok-
blok ini dapat mengakomodasi sebanyak mungkin kepentingan pengelola kawasan dan masyarakat.
Sesuai pengamatan dan informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat, bagian kawasan yang dapat dijadikan blok pemanfaatan untuk
mengakomodasi kegiatan-kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan potensi kawasan, seperti penelitian, pengambilan plasma nutfah, kegiatan wisata alam,
pendidikan, dan pembangunan sarana prasarana pengelolaan adalah: 1.
Bagian taman wisata alam yang selama ini telah dimanfaatkan untuk kepentingan wisata;
2. Bagian taman wisata alam sekitar 1 km dari kiri dan kanan sepanjang jalan
raya Bukittinggi – Medan.
Bagian kawasan yang diarahkan menjadi blok perlindungan adalah bagian- bagian kawasan yang saat ini kondisinya relatif utuh dan masih asli. Di dalam
blok perlindungan direncanakan akan dilakukan kegiatan-kegiatan monitoring
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan wisata terbatas, diantaranya :
1. Bagian taman wisata alam yang berbatasan dengan cagar alam pada bagian
timur dan barat kawasan; 2.
Daerah-daerah yang merupakan sempadan sumber mata air panas. Berdasarkan Master Plan yang dibuat oleh Pemda Kab. Pasaman Taman
Wisata Alam Rimbo Panti dibagi menjadi 6 zonasi Masterplan TWA Rimbo Panti, tahun 2008. Ada 6 zonasi di dalam TWA Rimbo Panti, meliputi zona A, B,
C, D, E dan F. 1.
Zona A Zona A berupa kawasan terbuka yang ditandai dengan terdapatnya 1 unit
gazebo pengunjung. Lahan berupa tanah luas dengan sedikit rawa sebagiannya termasuk ke dalam kawasan cagar alam. Lahan ini sebagian juga
dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas penunjang, sepeti mushola. Sedangkan kawasan hutannya dimanfaatkan untuk wisata menikmati
pemandangan alam. 2.
Zona B Zona B sudah cukup tertata dengan baik. Zona ini ditandai dengan
terdapatnya kolam pemandian air panas yang tela h aktif dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Selain itu juga terdapat areal camping.
3. Zona C
Zona C berupa hutan rawa yang tidak dilakukan pengembangan. Kawasan yang termasuk ke dalam zona ini juga merupakan bagian dari cagar
alam, sehingga harus dibiarkan alami sesuai dengan keadaannya saat ini. 4.
Zona D Zona D berupa kawasan terbuka yang ditandai dengan terdapatnya
sumber air panas yang digunakan oleh pengunjung sebagai lokasi wisata, yaitu merebus makanan. Di zona ini juga terdapat lumpur hisap, sehingga cukup
membahayakan. Perlu dipertimbangkan lebih lanjut mengenai pengembangan di zona D seperti pemberian batas atau papan larangan di lokasi beradanya
lumpur hisap sehingga pengunjung tahu lokasi yang berbahaya untuk dikunjungi.
5. Zona E
Zona E berupa kawasan yang sebagiannya sudah aktif diakses. Ditandai dengan terdapatnya kafe, warung, kantor Seksi KSDA, gedung herbarium, dan
taman bermain anak. Sebagian kawasan yang tersisa dapat digunakan sebagai lokasi pembangunan infrastruktur penunjang wisata di TWA Rimbo Panti,
seperti penginapan dan souvenir shop dengan melibatkan masyarakat setempat.
6. Zona F
Zona F secara total berupa kawasan hutan rawa dan termasuk ke dalam cagar alam. Pengembangan infrastruktur tidak dapat dilakukan di zona ini,
sehingga keberadaan zona F akan tetap dipertahankan sebagai kawasan rawa.
5.2.6. Perencanaan Kegiatan Pengawasan