hujan, sistem sonar, organisme laut, dan baling-baling kapal Clay, 1990. MacLennan dan Simmonds 1992, menyatakan bahwa noise merupakan sinyal
yang tidak di inginkan, dapat terjadi karena beberapa faktor seperti faktor fisik angin, pecahan ombak dan turbulensi, faktor biologi suara dan pergerakan
binatang di bawah air, faktor artifisial deruman mesin kapal, baling-baling kapal dan aliran air di sekitar kapal.
2.5 Rancangan Survei Akustik
Rancangan survei akustik adalah rencana cruise track yang perlu dipertimbangkan
untuk keberhasilan
survei itu
sendiri. MacLennan
dan Simmonds 1992, memaparkan beberapa prosedur dalam mendesain rencana
survei akustik yaitu: 1 Mendefinisikan area geografis yang diteliti dan menentukan prinsip-prinsip
yang digunakan dalam mengatur cakupan wilayah selama survei; 2 Menghitung sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencangkup seluruh area
survei dengan memperhatikan luas daerah yang disurvei; 3 Menghitung waktu yang tersedia untuk survei dengan mempertimbangkan
keleluasaan aktivitas lain seperti kegiatan penangkapan ikan; dan 4 Merencanakan panjang cruise track pada peta, dipastikan bahwa sampel yang
representatif dikumpulkan
dari semua bagian area sepanjang wilayah penelitian.
Menurut MacLennan dan Simmonds 1992, ada empat pola cruise track yang digunakan dalam survei hidroakustik Gambar 5 yaitu systematic parallel
transect, systematic trianguler transect, completely random design dan partly random design.
Sumber: MacLennan dan Simmonds, 1992
Gambar 4 Pola cruise track acoustics.
2.6 Pengaruh Faktor Oseanografi terhadap Penyebaran Ikan
Penyebaran atau distribusi ikan sangat penting untuk diketahui karena berhubungan dengan pencarian ikan dan tehnik penangkapan ikan yang sesuai.
Pertanyaan yang sering muncul seperti di mana ikan berada pada waktu tertentu atau sebaliknya kapan ikan akan muncul pada suatu tempat tertentu, bagaimana
sifatnya, apakah mereka membentuk kelompok ataukah menyebar, apakah ikan tersebut bersifat menetap, sementara atau hanya sekedar lewat saja, apa saja
aktifitas ikan di tempat tersebut misalnya untuk mencari makan, memijah, membuat sarang atau ada berbagai sebab lainnya. Selain itu juga bagaimana reaksi
ikan terhadap berbagai tenaga ataupun faktor alami yang ada di daerah penangkapan ikan tersebut Gunarso, 1985.
Pola kehidupan ikan tidak bisa dipisahkan dari adanya berbagai kondisi lingkungan perairan dan fluktuasi keadaan lingkungan tersebut. Interaksi antara
berbagai faktor lingkungan tersebut terhadap ikan senantiasa akan selalu berubah- ubah. Faktor-faktor lingkungan tersebut meliputi faktor fisik, kimia dan biologi
Gunarso, 2985. Beberapa jenis ikan melakukan migrasi disebabkan oleh tiga alasan utama,
yaitu usaha untuk mencari daerah yang banyak makanannya, usaha untuk mencari daerah tempat memijah dan adanya perubahan beberapa faktor lingkungan seperti
arus, suhu dan salinitas Nikolsky, 1963. Adanya perubahan baik suhu maupun salinitas akan mempengaruhi keadaan organisme di suatu perairan Laevastu dan
Hayes, 1981. Faktor fisik yang paling berpengaruh terhadap keberadaan sumberdaya ikan adalah faktor suhu dan salinitas Gunarso, 1985.
2.6.1 Suhu
Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya panas yang terkandung dalam suatu benda yang umumnya diukur dalam satuan derajat
Celcius °C. Perairan samudera suhu bervariasi secara horizontal sesuai dengan garis lintang dan secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu merupakan salah
satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme di suatu perairan Nybakken, 1992.
Distribusi suhu air laut di permukaan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jumlah bahang yang diterima dari matahari, evaporasi, curah hujan,
pemasukan air tawar dari sungai dan pembekuan serta pencairan es di kutub Hutabarat dan Evans, 2000. Suhu air laut permukaan di perairan Indonesia
umumnya berkisar antara 28-31°C dan suhu air di dekat pantai biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di lepas pantai Nontji, 2005.
Secara umum laju fotosintesa meningkat dengan meningkatnya suhu perairan dan akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu
tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu. Suhu dapat mempengaruhi proses
metabolisme yaitu dalam hal pertumbuhan, perkembangan, daya hidup ikan dan aktifitas yang dilakukan oleh ikan. Ikan dapat merasakan perubahan suhu perairan
sampai dengan 0,03°C. Perairan laut dalam suhu relatif stabil yaitu berkisar antara 4-8°C sehingga suhu perairan tidak berpengaruh terhadap distribusi lokal ikan laut
dalam Laevastu dan Hayes, 1981. Fluktuasi suhu berperan sebagai faktor penting
untuk merangsang
dan menentukan
pengkonsentrasian dan
pengelompokan ikan serta untuk menentukan daerah penangkapan ikan. Penyebaran suhu secara vertikal di laut dapat dibedakan menjadi tiga
lapisan, yaitu lapisan homogen homogeneus layer di bagian paling atas dimana pada lapisan ini terjadi pencampuran massa air yang diakibatkan oleh adanya
angin, arus dan pasang surut sehingga terbentuk lapisan homogen; lapisan
termoklin discontinuity layer di bagian tengah yang merupakan lapisan yang mengalami perubahan suhu yang relatif cepat antara massa air hangat dengan
massa air yang lebih dingin di bawahnya, lapisan termoklin memiliki ketebalan bervariasi sekitar 100-200 meter; dan lapisan ketiga adalah lapisan dingin deep
layer di bagian bawah yang merupakan lapisan di bawah lapisan termoklin dimana temperatur menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kedalaman
lebih dari 1000 meter suhu biasanya kurang dari 5°C Nontji, 1987. Lapisan ini umumnya diikuti dengan penurunan oksigen terlarut dan penaikan kadar zat hara
yang cepat. Penebalan lapisan tercampur pada sisi ke arah pantai mengindikasikan adanya aliran APJ yang mengalir ke timur dimana pada bulan Desember sedang
mengalami perkembangan dan akan mengalami puncak pada bulan Februari Wyrtki, 1961. Pengaruh suhu air laut terhadap kelimpahan, keberadaan dan
distribusi ikan dapat di lihat pada Gambar 5.
Sumber: Laevastu dan Hayes, 1981
Gambar 5 Diagram alir pengaruh suhu air laut terhadap kelimpahan, keberadaan dan distribusi ikan.
2.6.2 Salinitas
Salinitas adalah banyaknya garam dalam gram yang terdapat pada satu kilogram air laut dimana iodium dan bromin digantikan oleh klorin dan semua
bahan organik telah dioksidasikan secara sempurna Rielly dan Skirow, 1975. Satuan salinitasi dapat dinyatakan dalam practical salinity unit psu yang
mencerminkan nilai kira- kira sama dengan gl atau ppt ‰.
Penyebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan evaporasi, curah hujan presipitasi dan aliran sungai
run off yang ada di sekitarnya. Nilai salinitas akan menurun dengan bertambahnya pemasukan air tawar dan presipitasi namun akan meningkat jika
terjadi evaporasi Nontji, 2005. Penyebaran salinitas pada suatu perairan dibagi dalam tiga lapisan, yaitu
lapisan homogen homogeneus layer yang merupakan lapisan paling atas dengan ketebalan berkisar antara 50-100 meter atau lebih tergantung pada kekuatan
pengadukan dengan nilai salinitas homogen; lapisan berikutnya adalah lapisan haloklin, pada lapisan ini ditandai dengan meningkatnya salinitas secara drastis
dengan bertambahnya kedalaman, biasanya berada pada kedalaman 50 meter namun untuk perairan Indonesia lapisan ini berada pada kedalaman kurang dari 50
meter; lapisan ketiga adalah lapisan yang berada di bawah lapisan haloklin yaitu pada kedalaman sekitar 600-1000 meter dari permukaan dan pada lapisan ini
dapat ditemukan nilai salinitas maksimum Ross, 1970. Penyebaran salinitas secara horizontal menggambarkan bahwa semakin menuju ke laut lepas maka
salinitas semakin tinggi Hutabarat dan Evans, 2000. Perubahan salinitas pada perairan laut lepas adalah relatif lebih kecil bila
dibandingkan dengan perairan pantai karena perairan pantai banyak memperoleh masukan air tawar dari muara-muara sungai terutama pada waktu musim hujan.
Perubahan salinitas sering menunjukan perubahan massa air dan keadaan salinitasnya. Salinitas bersifat lebih stabil di perairan terbuka walaupun di
beberapa tempat terkadang menunjukan adanya fluktuasi perubahan. Salinitas di perairan terbuka variasinya sangat terbatas tetapi di perairan estuaria seperti teluk
dan muara sungai sangat bervariasi menurut musimnya. Organisme pada perairan terbuka biasanya memiliki batas toleransi yang sangat kecil untuk perubahan
salinitas sternohaline dan organisme pada perairan payau dekat pantai biasanya memiliki batas toleransi yang sangat besar untuk perubahan salinitas euryhaline.
Organisme laut pada umumnya memiliki kandungan garam di dalam tubuhnya yang isotonik dengan air laut sehingga osmoregulasi tidak menjadi masalah
kecuali jika salinitas berubah Odum, 1971. Salinitas
mempunyai peranan
penting dalam
kehidupan organisme,
misalnya distribusi biota akuatik. Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama dapat dikatakan konstan walaupun terdapat sedikit perbedaan tetapi tidak
mempengaruhi ekologi secara nyata Nybakken, 1992. Salinitas juga erat hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel
dalam tubuh ikan dengan salinitas lingkungan. Ikan cenderung untuk memilih medium dengan kadar salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh
mereka masing-masing Laevastu dan Hayes, 1981. Pengaruh salinitas terhadap kelimpahan, keberadaan dan distribusi ikan, dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber: Laevastu dan Hayes, 1981
Gambar 6 Diagram alir pengaruh salinitas terhadap kelimpahan, keberadaan dan
distribusi ikan.
2.6.3 Arus
Arus merupakan pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal sehingga menuju keseimbangannya dari suatu tempat ke tempat lain yang
disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut, gerakan gelombang yang panjang seperti arus yang disebabkan oleh pasang surut Nontji, 2005.
Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya coriolis dan arus ekman, topografi dasar
laut, arus permukaan, upwelling dan downwelling. Pergerakan dua massa air yang mengalir melalui suatu wilayah perairan
mempunyai karakteristik yang berbeda berupa suhu, salinitas dan zat-zat hara yang terkandung di dalamnya karena perairan yang dilewatinya berbeda, sehingga
kondisi demikian menyebabkan sumberdaya ikan yang berada di dalamnya juga akan berbeda baik densitas, jenis maupun pola penyebarannya Simbolon, 1996.
Arus sangat berpengaruh terhadap keberadaan ikan antara lain dapat mempengaruhi orientasi rute migrasi ikan, tingkah laku diural ikan, ketersediaan
makan, distribusi dan kelimpahan ikan serta dapat mengalirkan telur dan anak- anak ikan dari spawning ground ke nursery ground dan kemudian ke feeding
ground, berpengaruh terhadap profil oseanografi dan bersama suhu membentuk daerah penangkapan ikan yang potensial Laevastu dan Hayes, 1981.
2.7 Alat Tangkap Trawl
Trawl adalah alat tangkap dengan jaring berbentuk kantong mengerucut yang memiliki sayap, badan, dan kantong jaring serta dilengkapi pembuka mulut
jaring otter board dan alat pemisah ikanpenyu APIBEDTED, dengan ukuran mata jaring pada bagian kantong cod end tidak kurang dari 3 cm. Berdasarkan
tempat pengoperasiannya alat tangkap trawl dibedakan dalam tiga tipe, yaitu surface trawl, mid water trawl dan bottom trawl. Trawl yang sering digunakan
dalam pendugaan stok sumberdaya ikan di suatu perairan adalah botom trawl. Pengoperasiannya pada lapisan dasar perairan yang ditarik oleh satu buah kapal
yang bergerak aktif .
Mesin bantu penangkapan yang digunakan di atas kapal dapat berupa mesin penarik winch atau capstan dan derek. Target hasil tangkapan
utama dari alat ini adalah udang dan hasil tangkapan sampingan by catch adalah ikan demersal.
Trawl termasuk alat tangkap yang tidak selektif karena bukan hanya udang dan ikan demersal saja yang tertangkap tetapi juga ikan pelagis dari ukuran kecil
hingga yang besar dan jenis organisme lainnya seperti cumi-cumi dan kepiting yang diduga tertangkap pada saat hauling. Alat ini dilengkapi oleh bridles dengan
panjang sekitar 200 meter yang dapat menyapu dasar perairan yang luas, menakut-nakuti ikan dan menggiringnya ke muka jaring hingga meningkatkan
efektifitas jaring Sparre dan siebren, 1999. Daerah penangkapan yang baik untuk pengoperasian trawl antara lain dasar
perairan berpasir, lumpur, pasir berlumpur, kondisi cuaca yang baik seperti angin dan kecepatan arus tidak terlalu besar serta perairan mempunyai daya
produktifitas dan sumberdaya yang melimpah. Trawl sering digunakan untuk pendugaan kelimpahan ikan demersal yang dikombinasikan dengan teknologi
hidroakustik. Teknologi hidroakustik sangat efektif untuk mengetahui bukaan mulut trawl pada saat dioperasikan agar tetap terbuka sempurna dengan
pemasangan transducer pada bagian otter board dan head rope yang dapat dipantau secara langsung melalui monitor dari atas kapal.
Sumber: BRPL, 2004
Gambar 7 Desain bottom trawl.
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat