Densitas dan penyebaran ikan

ikut tertangkap oleh trawl, sehingga data hasil tangkapan trawl yang ada tidak mewakili seluruh data hasil deteksi dari hidroakustik split beam echosounder. Pengoperasian transducer di bawah permukaan laut yang mencapai kedalaman sampai 1,5 meter dari lunas kapal, dimana badan kapal yang trendam air ±2,5 meter, sehingga total lapisan perairan yang dapat terdeteksi oleh pancaran beam akustik secara vertikal mulai dari kedalaman 4 meter. Hal demikian mengakibatkan ikan-ikan yang berada pada lapisan kedalaman 0-4 meter tidak terdeteksi oleh transducer.

5.2.2 Densitas dan penyebaran ikan

Densitas dan penyebaran ikan pelagis baik pada transek siang maupun malam hari cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman. Tingginya densitas ikan pada lapisan permukaan, disebabkan karena ikan cenderung mencari tempat dengan fluktuasi yang rendah sehingga tidak memerlukan usaha yang berat untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Densitas ikan pelagis pada transek siang dan malam hari mulai dari kedalaman 14 meter sampai 104 meter mengalami perubahan nilai yang relatif sama, akan tetapi pada lapisan permukaan strata kedalaman 4-14 meter, densitas ikan pelagis yang terdeteksi pada siang hari lebih besar dibandingkan dengan malam hari. Perbedaan nilai densitas ini disebabkan oleh aktivitas ikan yang berbeda pada waktu siang dan malam hari. Pola tingkah laku ikan pelagis terhadap periode terang dan gelap telah dikemukakan oleh Laevestu dan Hayes 1981, bahwa pada waktu siang hari ikan pelagis cenderung bergerombol di permukaan, sedangkan pada malam hari mereka lebih menyebar secara meratahomogen di kolom perairan. Keadaan tersebut mengakibatkan konsentrasi penyebaran ikan pelagis di lapisan permukaan pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan malam hari. Densitas ikan pelagis tertinggi di Perairan Kepulauan Riau terkonsentrasi pada kedalaman 4-54 meter, sedangkan Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan terkonsentrasi pada strata kedalaman 4-14 meter. Secara horizontal penyebaran densitas ikan pelagis dari Perairan Kepulauan Riau bagian tenggara Selat Malaka ke arah Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan bagian barat laut Selat Malaka cenderung menurun dengan perbedaan yang cukup tinggi sekitar 8,46 individum 3 . Perbedaan densitas ini dipengaruhi oleh kesuburan Perairan Kepulauan Riau lebih tinggi dibandingkan dengan Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, sesuai dengan hasil penelitian BRPL 2004, disebutkan bahwa penyebaran kandungan oksigen terlarut dari barat laut ke arah tenggara Perairan Selat Malaka semakin meningkat dan keberadaan fitoplankton serta zooplakton lebih tinggi di Perairan Kepulauan Riau daripada Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, tetapi di Perairan Belawan pada bagian yang mengarah ke Laut Andaman memiliki tingkat kesuburan perairan dominan tinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya di wilayah ini. Keadaan tersebut mengakibatkan konsentrasi ikan pelagis di Perairan Kepulauan Riau rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan perairan Belawan. Densitas ikan pelagis pada strata kedalaman 4-14 meter di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan lebih tinggi dibandingkan dengan Perairan Kepulauan Riau. Hal ini menunjukan bahwa pada saat survei hidroakustik di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan pada strata kedalaman 4-14 meter terdapat kelompok ikan pelagis dalam jumlah yang banyak dengan volume perairan yang kecil karena bentuk pancaran beam yang berbentuk kerucut pada bagian atas. Densitas ikan pelagis pada lapisan kedalaman 24-54 meter di Perairan Kepulauan Riau lebih tinggi dibandingkan dengan Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kesuburan perairan yang tinggi di Kepulauan Riau pada lapisan kedalaman tersebut BRPL, 2004 dan jenis ikan pelagis di Perairan Kepulauan Riau berbeda dengan jenis ikan pelagis yang ada di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan. Berdasarkan nilai densitas dan penyebaran ikan pelagis sebagaimana disebutkan di atas, maka dapat dihubungkan dengan metode operasional penangkapan ikan yang dilakukan untuk mendapatkan lokasi atau daerah penangkapan ikan yang baik berkaitan dengan keberadaan sumberdaya ikan sebagai target utama dalam kegiatan penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan yang baik di Perairan Kepulauan Riau berdasarkan hal tersebut di atas adalah pada lapisan kedalaman perairan 24-54 meter, sedangkan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan berada pada lapisan kedalaman 4-14 meter. Jenis alat tangkap yang dapat dioperasikan pada kedalaman perairan tersebut adalah purse seine dan pancing. Densitas ikan demersal di Perairan Kepulauan Riau rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, tetapi pada leg 8 yang berlokasi di Perairan Belawan densitas ikan demersal yang terdeteksi lebih tinggi dibandingkan dengan 13 leg lainya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kesuburan perairan pada lokasi tersebut, sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh BRPL 2004, disebutkan bahwa wilayah yang berlokasi di Perairan Belawan bagian yang mengarah ke Laut Andaman memiliki kesuburan perairan dominan tinggi dibandingkan lokasi lainnya di wilayah ini. Selain hal tersebut di atas perbedaan densitas ikan juga dipengaruhi oleh jenis ikan demersal di Perairan Kepulauan Riau berbeda dengan jenis ikan demersal yang ada di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan. Jenis ikan demersal di Perairan Kepulauan Riau didominasi oleh jenis ikan-ikan yang lebih kecil dari family Scianidae, sedangkan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan didominasi oleh ikan-ikan demersal yang lebih besar dari family Mullidae. Penyebaran densitas ikan demersal di daerah penelitian menunjukan penurunan kepadatan dengan bertambahnya kedalaman perairan. Ikan demersal di Perairan Kepulauan Riau tersebar pada kedalaman 20-60 meter. Nilai densitas ikan demersal tertinggi terkonsentrasi di sekitar perairan dangkal Perairan Pulau Karimun Besar, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat sedangkan nilai densitas rendah terdapat pada perairan yang lebih dalam Perairan Tanjung Balai Asahan. Menurut Pujiyati 2008, penyebaran densitas ikan demersal di perairan dangkal relatif tinggi, sedangkan di perairan dalam lebih rendah. Berdasarkan hal tersebut di atas keberadaan ikan-ikan demersal dapat dihubunganya dengan metode operasi penangkapan ikan untuk mendapat daerah penangkapan ikan yang baik berkaitan dengan keberadaan ikan demersal. Daerah penangkapan ikan demersal yang baik di wilayah penelitian berada pada perairan dangkal dan jenis alat tangkap yang dapat dioperasikan pada wilayah tersebut adalah gillnet, dan jaring dasar lainnya.

5.2.3 Faktor oseanografi yang mempengaruhi ukuran dan densitas ikan