Pengangguran Unemployment HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 6. Output Stata Regresi Data panel Model Kelima Model 5: Combined Model . xtgls rme na na2 pg pg2 opnguna pma hc un if ~odd2 Cross-sectional time-series FGLS regression Coefficients: generalized least squares Panels : homoskedastic Correlation : no autocorrelation Estimated covariances = 1 Number of obs = 222 Estimated autocorrelations = 0 Number of groups = 23 Estimated coefficients = 9 Obs per group: min = 8 avg = 9.652174 max = 10 Wald chi28 = 186.98 Log likelihood = -583.0854 Prob chi2 = 0.0000 ------------------------------------------------------------------------------ rme | Coef. Std. Err. z P|z| [95 Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------- na | 3.728053 .6952818 5.36 0.000 2.365325 5.09078 na2 | -.3159819 .0546787 -5.78 0.000 -.4231502 -.2088137 pg | -.1766053 .030349 -5.82 0.000 -.2360882 -.1171223 pg2 | .0014596 .0003651 4.00 0.000 .000744 .0021752 opnguna | .0895727 .0099376 9.01 0.000 .0700954 .1090501 pma | 62.06371 24.02833 2.58 0.010 14.96905 109.1584 hc | .0454089 .0426545 1.06 0.287 -.0381923 .1290101 un | .1947661 .0820806 2.37 0.018 .0338912 .355641 _cons | -9.815841 2.1114 -4.65 0.000 -13.95411 -5.677573 ------------------------------------------------------------------------------ ABSTRACT SUSI METINARA. The Determinants of De-industrialization in Indonesia: 2000 – 2009. Under direction of DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO and TONY IRAWAN. Indonesian manufacturing sector has shown signs of de-industrialization in recent years. It has experienced a decline in the share of manufacturing employment. The purpose of this study is to analyze the factors that affecting the de-industrialization in Indonesia. Panel data regression analysis was applied. The result indicate that each factor i.e national affluence, productivity growth, foreign direct investment, openness and unemployment gives significant contributions to de-industrialization except human capital. Furthermore, economic globalization also affects the de-industrialization, boths directly and indirectly through employment patterns. Keywords : De-industrialization, Openness, Foreign Direct Investment, Panel Data

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo sampai dengan teori ekonomi modern W.W. Rostow dan Simon Kuznets, pada dasarnya menyatakan bahwa pembangunan ekonomi senantiasa terjadi dalam beberapa tahapan pergeseran peranan stages of development dari sektor primer ke sektor sekunder bahkan sektor tersier. Selain itu, munculnya teori pertumbuhan wilayah yang dikemukakan oleh Kaldor 1966 yang menyebutkan bahwa sektor manufaktur sebagai sektor sekunder merupakan mesin pertumbuhan engine of growth dalam sistem perekonomian bagi suatu negara atau wilayah Dasgupta dan Singh, 2006. Oleh karena itu, perkembangan sektor manufaktur dari suatu negara dapat digunakan menjadi salah satu indikator dari tahap perkembangan perekonomian negara tersebut. Munculnya teori pertumbuhan wilayah memicu banyak negara untuk melakukan industrialisasi untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi ternyata pada beberapa tahun terakhir terjadi gejala deindustrialisasi deindustrialization pada negara-negara maju. Rowthorn dan Wells 1987 melihat gejala deindustrialisasi dari sisi proporsi pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja yang semakin menurun Rowthorn dan Ramaswamy, 1997. Selain dilihat dari sisi pekerja, Blackaby 1979 melihat gejala deindustrialisasi dari penurunan proporsi nilai tambah riil sektor manufaktur terhadap pendapatan domestik bruto PDB Jalilian dan Weiss, 2000. Deindustrialisasi bagi suatu negara merupakan suatu masalah daripada sesuatu yang diharapkan. Menurunnya peran industri dalam perekonomian dapat dilihat dari berbagai sisi, misalnya turunnya pekerja di sektor manufaktur, turunnya produk manufaktur, serta turunnya sektor manufaktur dibanding sektor lain. Salah satu penyebab deindustrialisasi adalah hilangnya keunggulan kompetitif dari sektor manufaktur suatu negara. Apabila keunggulan kompetitif produk manufaktur suatu negara hilang, maka produk tersebut akan kalah di pasar internasional. Implikasinya, sektor manufaktur akan menurun dan pada akhirnya