waktu dan permintaan relatif barang-barang manufaktur pada awalnya meningkat dan kemudian menurun seiring dengan permintaan akan jasa-jasa Kollmeyer,
2009. Beberapa tahun terakhir, banyak peneliti mendukung argument Clark 1957
dengan data empiris. Dalam penelitian-penelitian tersebut diperoleh bentuk kurva U-terbalik inverted U-shape, dimana untuk negara-negara dengan pendapatan
per kapita rendah dan menengah seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita, akan meningkatkan share relatif pekerja manufaktur, tetapi selanjutnya
pada batas kemakmuran tertentu penambahan peningkatan pendapatan per kapita menurunkan share pekerja manufaktur. Sedangkan untuk negara-negara maju,
peningkatan kesejahteraan mendorong konsumen menghabiskan porsi yang lebih besar untuk jasa-jasa yang pada gilirannya akan menyebabkan deindustrialisasi
Rowthorn dan Wells, 1987; Rowthorn dan Ramaswany, 1997,1999; Alderson, 1999; Rowthorn dan Coutts, 2004.
2.2 Tinjauan Empiris
Studi empiris tentang deindustrialisasi baik di negara-negara maju maupun berkembang sudah banyak dilakukan oleh para peneliti. Sub bab 2.2 akan
membahas penelitian-penelitian tentang deindustrialisasi baik di negara-negara berkembang dan negara-negara maju negara-negara OECD Tabel 4.
Suwarman 2006 dalam penelitiannya tentang proses deindustrialisasi di Indonesia bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kontribusi
sektor manufaktur dalam perekonomian Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut mencakup data triwulanan pada level nasional selama periode
1989-2005. Metode ekonometrik yang digunakan adalah analisis kointegrasi dengan metode Bounds Testing Cointegration pendekatan ARDL Autoregressive
Distributed Lag . Spesifikasi model yang digunakan untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi kontribusi sektor manufaktur dalam perekonomian Indonesia terdiri dari dua model yaitu
t t
MM t
XM t
I t
LYK t
LY t
LPNT
5
4 3
2 1
2.1
t
t MBM
t MBB
t NPM
t I
t LHR
t LY
t LPNT
6 5
4 3
2 1
2.2
Variabel dependen yang digunakan adalah pangsa nilai tambah sektor manufaktur dalam PDB. Sedangkan variabel-variabel independennya adalah
pendapatan per kapita, harga riil produk-produk manufaktur, pangsa pembentukan modal tetap domestik bruto PMTDB dalam PDB, pangsa nilai ekspor produk-
produk manufaktur dalam PDB, pangsa nilai impor produk-produk manufaktur dalam PDB, pangsa neraca perdagangan produk-produk manufaktur dalam PDB,
pangsa nilai impor bahan baku dalam PDB, dan pangsa nilai impor barang modal dalam PDB.
Hasil estimasi dari kedua model memperlihatkan bahwa dalam jangka panjang pendapatan per kapita, pangsa PMTDB dalam PDB, pangsa nilai ekspor
produk manufaktur dalam PDB, pangsa neraca perdagangan produk manufaktur dalam PDB, dan pangsa nilai impor barang modal dalam PDB, berdampak positif
terhadap kontibusi sektor manufaktur dalam PDB. Sedangkan harga riil produk manufaktur dan pangsa nilai impor produk manufaktur dalam PDB mempunyai
dampak negatif terhadap kontibusi sektor manufaktur dalam PDB. Sementara itu, pangsa nilai impor bahan baku dalam PDB tidak mempunyai hubungan jangka
panjang dengan kontribusi sektor manufaktur dalam PDB. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa perekonomian
Indonesia belum mencapai tahap perekonomian sangat maju, yang dicirikan dengan belum tercapainya suatu tingkat pendapatan per kapita titik balik turning
point yang menyebabkan peningkatan pendapatan per kapita selanjutnya justru
akan menurunkan kontribusi sektor manufaktur dalam PDB. Berdasarkan temuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa proses deindustrialisasi di Indonesia
beberapa tahun terakhir bukanlah dampak alamiah dari keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia, melainkan lebih disebabkan oleh berbagai
goncangan shock terhadap sistem perekonomian. Dewi 2010 dalam penelitiannya, bertujuan mengkaji peran sektor
manufaktur dalam perekonomian Indonesia selama tahap industrialisasi berdasarkan analisis dengan pendekatan Kaldorian, mengidentifikasi apakah
Indonesia mengalami proses deindustrialisasi positif atau negatif, dan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses deindustrialisasi di Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian tersebut mencakup data triwulanan
pada level nasional selama periode 1983-2008. Metode analisis yang digunakan adalah pendekatan model ekonometrik untuk data time series. Model yang
digunakan sesuai dengan hasil uji stasioneritas dari masing-masing variabel. Model kointegrasi dan ECMVECM error correction modelvector error
correction model digunakan apabila minimal salah satu variabel dalam sebuah
persamaan yang bersifat tidak stasioner. Akan tetapi, jika semua variabel dalam sebuah persamaan bersifat stasioner maka penggunaan model regresi linear
sederhana ataupun regresi linear berganda sudah cukup memadai. Spesifikasi model yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
proses deindustrialisasi di Indonesia terdiri dari dua model yaitu
i i
i
Z I
Y Y
Empshare
2 1
2 2
1
ln ln
2.3
i i
i
Z I
Y Y
Outshare
2 1
2 2
1
ln ln
2.4 Keterangan :
Empshare : proporsi pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja persen
Outshare : proporsi nilai tambah sektor manufaktur terhadap PDB persen
Y : pendapatan per kapita yang didekati dengan PDB per kapita
rupiah I
: investasi yang didekati dengan persentase PMTB Pembentukan Modal Tetap Bruto
Z : variabel-variabel lain yang ditambahkan untuk melihat pengaruh
perdagangan luar negeri
Variabel-variabel yang ditambahkan untuk melihat pengaruh perdagangan luar negeri dalam penelitian ini adalah trade balance ekspor dikurangi impor,
openness ekspor ditambah impor, impor barang modal MModal, impor bahan
baku MBaku, impor barang konsumsi MKons, ekspor ke Amerika Serikat X_USA, ekspor ke Jepang X_Japan, ekspor ke Singapura X_Sing dan impor
dari China M_China. Semua variabel-variabel tersebut dalam bentuk persentase terhadap PDB.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan analisis pendekatan Kaldorian ternyata sektor manufaktur merupakan mesin pertumbuhan
ekonomi engine of growth di Indonesia selama tahap industrialisasi.
Pertumbuhan sektor manufaktur memicu pertumbuhan sektor selain manufaktur sehingga pada akhirnya pertumbuhan PDB akan tumbuh lebih pesat. Proses
deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2002 cenderung menuju ke arah yang negatif. Deindustrialisasi negatif ini salah satunya ditandai dengan
rendahnya trade balance ataupun openness. Hal ini menandakan bahwa secara umum proses deindustrialisasi di Indonesia bukanlah dampak alamiah dari proses
pembangunan yang sangat maju melainkan lebih disebabkan oleh guncangan shock terhadap perekonomian Indonesia.