Model 4
Adapun model 4 indirect model merupakan model estimasi yang ingin melihat hubungan antara pertumbuhan produktivitas dengan globalisasi
ekonomi. Variabel openness dan unemployment mempunyai hubungan yang positif dan signifikan memengaruhi pertumbuhan produktivitas. Hal ini
memperlihatkan bahwa keterbukaan ekonomi openness yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan dalam produktivitas di sektor
manufaktur, artinya sektor manufaktur dapat mencapai efisiensi dalam proses produksi serta mampu bersaing di pasar global. Dan peningkatan
pengangguran unemployment akan menyebabkan produktivitas sektor manufaktur juga meningkat, artinya bahwa sektor manufaktur lebih banyak
pada aktivitas industri yang padat modal. Misal dengan menerapkan automation
atau labor-saving technologies. Sedangkan variabel human capital menunjukkan hubungan yang positif tetapi tidak signifikan secara statistik.
Dengan adanya labor-saving technologies maka diperlukan tenaga kerja yang terampil. Sehingga permintaan akan tenaga kerja tidak terampil menurun,
keadaan ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya pengangguran. Adapun variabel investasi asing PMA menunjukkan hubungan yang negatif tidak
sesuai harapan dan tidak signifikan secara statistik. Hal ini dapat dijelaskan dengan menurunnya investasi asing PMA yang masuk ke Indonesia. Selain
itu proporsi investasi asing PMA yang masuk di sektor sekunder industri lebih kecil dibandingkan proporsi investasi asing PMA yang ditanamkan di
sektor tersier jasa.
Berdasarkan Tabel 14, merupakan model estimasi faktor-faktor yang memengaruhi deindustrialisasi baik secara langsung maupun tidak langsung
combined model:
Model 5 : Combined model
Berdasarkan hasil estimasi terhadap model 5 combined model, diperoleh bahwa hampir semua variabel independen menunjukkan hasil yang signifikan
secara statistik pada taraf nyata α 5 persen dan sejalan dengan penelitian- penelitian terdahulu Rowthorn dan Ramaswamy, 1997,1999; Alderson,
1997,1999; Saeger, 1997; Kollmeyer, 2009. Hanya variabel human capital mempunyai hubungan yang positif tetapi tidak signifikan berpengaruh
terhadap relative
manufacturing employment
. Sedangkan
variabel unemployment
pengangguran mempunyai hubungan positif tetapi signifikan pada taraf nyata 5 persen dalam memengaruhi relative manufacturing
employment . Hasil dari estimasi model menunjukkan bahwa globalisasi
ekonomi memengaruhi deindustrialisasi secara langsung dengan besaran koefisien yang cukup besar.
Tabel 14. Hasil Estimasi Model Faktor-faktor yang
Memengaruhi Deindustrialisasi di Indonesia, Tahun 2000
–2009 Variabel Independen
Combined Model Elastisitas
3,72805 PDRB per kapita NA
0,69528 3,66
-0,31598 PDRB per kapita
2
NA2 0,05468
-4,9 -0,17660
Pertumbuhan produktivitas PG 0,03035
-0,71 0,00146
Pertumbuhan produktivitas
2
PG2 0,00036
1,04 0,08957
Openness opnguna
0,00994 0,84
62,06371 PMA Foreign Direct Investment
24,02833 0,09
0,04541 Human Capital
HC 0,04265
0,21 0,19477
Unemployment Un
0,08208 0,14
-9,81584 Konstanta C
2,11140 -
Wald χ
2
186,98 -
Sumber: Hasil pengolahan dengan Stata 9.0 Keterangan : Angka dalam kurung merupakan nilai Standar Error.
= P 0,05 ; = P 0,01 ; = P 0,001
Berikut ini akan diberikan ulasan untuk masing-masing variabel independen yang memengaruhi relative manufacturing employment berdasarkan pada estimasi
combined model yaitu :
a. Pendapatan Per Kapita
Berdasarkan hasil estimasi model 5 combined model diperoleh hubungan non linear antara pendapatan per kapita dengan proporsi pekerja manufaktur
yaitu membentuk kurva U-terbalik inverted U-shape. Hal ini
mengindikasikan bahwa provinsi-provinsi dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita,
akan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur. Tetapi pada batas kemakmuran tertentu penambahan peningkatan pendapatan per kapita akan
menurunkan proporsi pekerja manufaktur. Keadaan ini menandakan bahwa secara keseluruhan perekonomian di Indonesia mengalami perlambatan
dikarenakan mengalami sejumlah goncangan shock dalam sistem perekonomian. Hasil ini mendukung analisis deskriptif Aswicahyono 2004
yang menyatakan bahwa terjadinya proses deindustrialisasi di Indonesia bukanlah dampak dari keberhasilan pembangunan ekonomi melainkan
disebabkan karena adanya sejumlah goncangan shock dalam sistem perekonomian. Berdasarkan hasil penelitian ini, sejumlah guncangan
perekonomian terhadap sistem perekonomian yang mendorong terjadinya proses deindustrialisasi di Indonesia adalah turunnya investasi asing langsung
foreign direct investment dan menurunnya kinerja perdagangan luar negeri. Langkah penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan kembali peranan
sektor manufaktur adalah dengan mengatasi guncangan tersebut sehingga tidak memperburuk kondisi perekonomian Indonesia. Berdasarkan hasil
estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa beberapa provinsi di Indonesia selama periode 2000-2009 telah mencapai titik balik turning point dalam
pendapatan per kapitanya. Selama periode penelitian, pendapatan per kapita masing-masing provinsi di Indonesia mencapai turning point sebesar 5,89 juta
per kapita. Pada tahun 2000, terdapat tujuh provinsi yang telah mencapai turning point
yaitu provinsi Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Nangroe Aceh Darussalam
dan Papua. Dibandingkan pada tahun 2000, pada tahun 2009 terdapat dua belas provinsi yang mencapai turning point, sehingga terdapat lima provinsi
baru yang mencapai turning point yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Kalimantan Barat, Jawa Barat, Bali dan Sumatera Barat. Secara keseluruhan pendapatan per kapita masing-masing provinsi selama tahun 2000-2009 terus
mengalami peningkatan, akan tetapi cukup banyaknya provinsi yang mencapai turning point menandakan bahwa perekonomian Indonesia secara
keseluruhan mengalami perlambatan. Hal ini terlihat dari hubungan non linear
antara proporsi pekerja sektor manufaktur dengan pendapatan per kapita national affluence yang membentuk kurva U-terbalik Gambar 11.
0 .0 0 5 .0 0
1 0 .0 0 1 5 .0 0
2 0 .0 0
2 .0 0 4 .0 0
6 .0 0 8 .0 0
1 0 .0 0 1 2 .0 0
N A
O b s e rv e d Q u a d ra tic
R M E
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Gambar 11. Scatter Plot National Affluence dan Relative Manufacturing Employment, Tahun 2000-2009
b. Pertumbuhan Produktivitas
Seperti halnya pendapatan per kapita, variabel pertumbuhan produktivitas juga menunjukkan hubungan non linear antara pertumbuhan produktivitas
dengan proporsi pekerja manufaktur dengan membentuk kurva U. Hal ini mengindikasikan bahwa provinsi-provinsi dengan pertumbuhan produktivitas
sektor manufaktur yang rendah akan menurunkan proporsi pekerja manufaktur. Akan tetapi seiring dengan peningkatan produktivitas sektor
manufaktur akan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur. Relatif cepatnya
peningkatan pertumbuhan produktivitas sektor manufaktur berhubungan dengan peningkatan value added nilai tambah sektor manufaktur, sehingga
permintaan akan tenaga kerja sektor manufaktur juga meningkat.
0 .0 0 5 .0 0
1 0 .0 0 1 5 .0 0
2 0 .0 0
0 .0 0 5 0 .0 0
1 0 0 .0 0 1 5 0 .0 0
P G
O b s e rv e d Q u a d ra tic
R M E
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Gambar 12. Scatter Plot Productivity Growth dan Relative Manufacturing Employment, Tahun 2000-2009
Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa selama periode 2000-2009 Indonesia telah mencapai titik balik turning point dalam
hal pertumbuhan produktivitas. Selama periode penelitian, pertumbuhan produktivitas masing-masing provinsi di Indonesia mencapai turning point
sebesar 60,49 dan belum ada satupun provinsi yang telah mencapai turning point
produktivitasnya Gambar 12. Hal ini membuktikan bahwa produktivitas sektor manufaktur di Indonesia secara keseluruhan masih
rendah yang menyebabkan proporsi pekerja sektor manufaktur juga rendah. Akan tetapi selama periode tersebut terdapat dua provinsi yang hampir
mencapai turning point produktivitasnya yaitu provinsi Nangroe Aceh Darussalam sebesar 60,22 pada tahun 2000 dan provinsi Sumatera Selatan
sebesar 55,20 pada tahun 2009.
c. Keterbukaan Ekonomi Openness
Tingkat keterbukaan ekonomi openness yang diukur dengan ekspor ditambah impor mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan
proporsi pekerja sektor manufaktur. Nilai elastisitas variabel openness sebesar 0,84. Artinya bahwa peningkatan openness sebesar 1 persen, ceteris paribus
akan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur sebesar 0,84 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa suatu daerah yang lebih terbuka dalam
perekonomiaannya akan lebih baik dibandingkan perekonomian yang tertutup. Semakin meningkat keterbukaan ekonomi openness suatu daerah
atau negara mengindikasikan bahwa kinerja perdagangan daerah atau negara tersebut meningkat. Dengan meningkatnya kinerja perdagangan terutama
ekspor manufaktur, secara tidak langsung mengindikasikan bahwa produk- produk manufaktur lokal dapat bersaing. Hal ini secara tidak langsung
menyebabkan proporsi pekerja manufaktur semakin meningkat seiring dengan meningkatnya demand produk manufaktur.
d. Investasi Asing Langsung Foreign Direct Investment
Investasi asing langsung Foreign Direct Investment yang didekati dengan nilai realisasi Penanaman Modal Asing PMA mempunyai hubungan yang
positif dan signifikan dengan proporsi pekerja manufaktur. Nilai elastisitas PMA sebesar 0,09. Hal ini berarti bahwa peningkatan 1 persen pada investasi
asing, ceteris paribus akan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur sebesar 0,09 persen. Sehingga semakin banyak investasi asing yang masuk ke
dalam suatu daerah atau negara, terutama di sektor manufaktur mengakibatkan proporsi pekerja manufaktur semakin meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa investasi asing yang ditanamkan di sektor manufaktur memberikan efek yang positif dengan menyerap banyak tenaga kerja.
e. Human Capital
Variabel human capital mempunyai hubungan yang positif dengan proporsi pekerja manufaktur, akan tetapi tidak signifikan secara statistik. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin meningkat ketrampilan tenaga kerja yang tersedia, maka proporsi pekerja manufaktur semakin meningkat. Artinya
bahwa tenaga kerja yang terampil mampu meningkatkan produktivitas, karena