4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Kebijakan Industri dalam Perekonomian Indonesia
Stabilisasi dan liberalisasi ekonomi pada akhir tahun 1960-an merupakan starting point
bagi pembangunan ekonomi dan industri yang berkelanjutan di Indonesia. Pada masa pemerintahan Soekarno orde lama sampai dengan tahun
1966, pemerintah sangat mengintervensi dan memilih industri yang berorientasi ke dalam inward looking dalam mengembangkan strategi industrinya. Perhatian
pemerintah terfokus pada pengembangan perusahaan BUMN Badan Usaha Milik Negara yang merupakan privatisasi perusahaan domestik dan nasionalisasi
perusahaan asing serta bergerak di sektor manufaktur. Perusahaan BUMN tersebut didukung dengan kucuran kredit perbankan, subsidi, dan bantuan valuta asing
valas. Akan tetapi minimnya cadangan devisa nasional menyebabkan pemerintah menerapkan kontrol devisa, yang pada akhirnya menyebabkan
kelangkaan bahan baku dan suku cadang impor Kuncoro, 2007. Selama periode pemerintahan Soekarno sampai tahun 1966, Indonesia
masih tergolong negara yang tertinggal dalam hal pembangunan least developing country
. Perekonomian mengalami stagnasi akibat inflasi yang sangat tinggi, ketidakstabilan politik, defisit anggaran yang tak terselesaikan serta campur
tangan pemerintah dalam pasar yang sangat kuat menghasilkan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi perkembangan industri nasional. Pada periode ini,
investasi dalam sektor industri sangat kecil dan masih langkanya investasi asing Kuncoro, 2007.
Reformasi pembangunan ekonomi pada masa pemerintahan Soeharto orde baru dalam hal transformasi ekonomi berbasis pertanian ke ekonomi industri
dimulai pada awal tahun 1970. Dengan otoritas yang dimiliki pemerintah, maka program pembangunan lima tahun PELITA dilaksanakan. Pada tiga periode
awal PELITA, pemerintah menyiapkan perubahan dari ekonomi yang berbasis pertanian ke ekonomi yang berbasis industri. Untuk mewujudkan hal tersebut,
pemerintah menggunakan surplus hasil minyak oil booming dan menarik investasi dari luar negeri UU Penanaman Modal Asing No. I1967.
Sejarah industri manufaktur Indonesia, dapat dikatakan baru dimulai pada
era dimana harga minyak tinggi untuk pertama kalinya, yaitu sekitar tahun 1970. Sektor industri pada saat itu masih sangat terbelakang. Dari 14 negara di Asia
Timur dan Asia Selatan, Indonesia adalah negara kedua yang paling tertinggal dalam hal pembangunan industri setelah Myanmar.
Pada tahap awal perkembangan ini, industri di Indonesia sebagian besar berupa industri sederhana
yang mengolah produk pertanian. United National Industrial Development Organization
UNINDO membagi perkembangan industri Indonesia mejadi tiga fase, yakni fase stabilisasi dan pembaruan 1965-1975, fase industrialisasi yang
didanai devisa minyak pada era oil bonanza 1975-1981, dan fase industrialisasi yang dimotori ekspor 1982-1997 Gitaharie, et.al, 2007.
Industrialisasi Indonesia baru dimulai pada fase kedua melalui kebijakan inward-looking
yang ditekankan pada industri subtitusi impor ISI, dimana barang-barang yang diproduksi dapat mengurangi atau meniadakan barang impor.
Pada dasarnya strategi ini mirip dengan strategi perdagangan tertutup autarky, yaitu melindungi industri pemula the infant industry argument dari pesaing
melalui proteksi baik tarif maupun non-tarif. Proteksi diberikan agar industri dalam negeri dapat memanfaatkan pasar dalam negeri yang cukup besar sehingga
dalam jangka panjang impor akan berkurang dan industri dapat bersaing di pasar global. Setelah industri mampu bersaing maka proteksi akan dicabut. Kebijakan
ISI ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui proteksi terhadap sektor industri.
Meningkatnya peranan sektor manufaktur selama tahun 1970-1984 menunjukkan rata-rata di atas 20 persen per tahun. Kondisi ekonomi yang tampak
sehat, ternyata terhambat oleh jatuhnya harga minyak dimana pertumbuhan ekonomi pada tahun 1984-1989 yang mengalami pelambatan yaitu sekitar 4,1
persen per tahun. Untuk mengatasi keadaan tersebut, pemerintah menerapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yaitu mengganti kebijakan industri substitusi impor
menjadi kebijakan promosi ekspor. Kebijakan promosi ekspor merupakan kebijakan yang menerapkan ekonomi terbuka Tambunan, 2010.
Adanya kebijakan liberalisasi ekonomi, ekspor mengalami peningkatan kembali dan perekonomian tumbuh dengan pesat. Pada periode 1981-1985 terjadi
penurunan harga minyak, yang berdampak pada investasi, kebijakan pemerintah,
Sumber : Departemen Perindustrian 2006 diacu dalam Kuncoro 2007 dan Suplemen Bisnis Indonesia Selasa, 11 Januari 2011
Gambar 5. Perkembangan Kebijakan Industri Nasional
Periode Kebijakan
Periode Rehabilitasi
dan Stabilisasi
1967-1972 Periode
oil boom 1972-1981
Periode Penurunan Harga Minyak
1982-1985 Periode
Penurunan Harga Minyak
1986-1996 Periode
Krisis dan Pemulihan
1997-2004 Pemulihan dan
Pengembangan 2005-2009
Prioritas Pengembangan
Industri 2011
Pengembangan Industri
Substitusi Impor
Pengembangan industri
Substitusi impor dengan
pendalaman pemantapan
struktur industri
Pengembangan industri melalui
penguasaan teknologi di
beberapa bidang pesawat , mesin,
perkapalan
Pengembangan industri
substitusi impor dengan
pendalaman pemantapan
struktur industri
Pengembangan industri melalui
penguasaan teknologi di
beberapa bidang pesawat , mesin,
perkapalan
Pengembangan industri orientasi
ekspor
Revitalisasi, konsolidasi,
dan restrukturisasi
industri
Revitalisasi, konsolidasi,
dan restrukturisasi
industri
Pengembangan industri
berkeunggulan kompetitif
dengan pendekatan
kluster
Revitalisasi industri pupuk
Revitalisasi industri gula
Pengembangan kluster industri
berbasis pertanian dan oleokimia
Pengembangan kluster industri
berbasis migas dan kondesat
Pengembangan kawasan ekonomi
khusus
Orientasi Inward-looking
Outward-looking Inward and Outward-looking
Kebijakan Industri