Tingkat Keterbukaan Ekonomi Openness di Indonesia

c. Keterbukaan Ekonomi Openness

Tingkat keterbukaan ekonomi openness yang diukur dengan ekspor ditambah impor mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan proporsi pekerja sektor manufaktur. Nilai elastisitas variabel openness sebesar 0,84. Artinya bahwa peningkatan openness sebesar 1 persen, ceteris paribus akan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur sebesar 0,84 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa suatu daerah yang lebih terbuka dalam perekonomiaannya akan lebih baik dibandingkan perekonomian yang tertutup. Semakin meningkat keterbukaan ekonomi openness suatu daerah atau negara mengindikasikan bahwa kinerja perdagangan daerah atau negara tersebut meningkat. Dengan meningkatnya kinerja perdagangan terutama ekspor manufaktur, secara tidak langsung mengindikasikan bahwa produk- produk manufaktur lokal dapat bersaing. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan proporsi pekerja manufaktur semakin meningkat seiring dengan meningkatnya demand produk manufaktur.

d. Investasi Asing Langsung Foreign Direct Investment

Investasi asing langsung Foreign Direct Investment yang didekati dengan nilai realisasi Penanaman Modal Asing PMA mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan proporsi pekerja manufaktur. Nilai elastisitas PMA sebesar 0,09. Hal ini berarti bahwa peningkatan 1 persen pada investasi asing, ceteris paribus akan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur sebesar 0,09 persen. Sehingga semakin banyak investasi asing yang masuk ke dalam suatu daerah atau negara, terutama di sektor manufaktur mengakibatkan proporsi pekerja manufaktur semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa investasi asing yang ditanamkan di sektor manufaktur memberikan efek yang positif dengan menyerap banyak tenaga kerja.

e. Human Capital

Variabel human capital mempunyai hubungan yang positif dengan proporsi pekerja manufaktur, akan tetapi tidak signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat ketrampilan tenaga kerja yang tersedia, maka proporsi pekerja manufaktur semakin meningkat. Artinya bahwa tenaga kerja yang terampil mampu meningkatkan produktivitas, karena efisiensi dapat tercapai dalam proses produksi sehingga output meningkat. Oleh karenanya meningkatkan ketrampilan tenaga kerja merupakan salah satu bentuk investasi jangka panjang.

f. Pengangguran Unemployment

Hubungan variabel unemployment pengangguran dengan proporsi pekerja manufaktur menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen. Nilai elastisitas variabel unemployment sebesar 0,21 artinya bahwa apabila pengangguran meningkat sebesar 1 persen, ceteris paribus akan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur sebesar 0,21 persen. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Alderson 1997,1999 dan Kollmeyer 2009, yang menyimpulkan bahwa peningkatan pengangguran akan menyebabkan deindustrialisasi di negara-negara maju. Akan tetapi hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Kassem 2010 dengan judul ”Premature Deindustrialization–The Case Of Colombia” . Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perlambatan kegiatan perekonomian tidak selalu diterjemahkan dengan pengangguran, karena peraturan atau hukum yang tidak fleksibel menyebabkan biaya tinggi bagi perusahaan untuk menyesuaikan perubahan permintaan tenaga kerja terhadap pengangguran. Bazen dan Thirlwall 1989 menyebutkan bahwa fokus terhadap pekerja sektor manufaktur sangat berguna untuk melihat peningkatan pendapatan pada level produktivitas pekerja dan hubungan antara industrialisasi dan penciptaan tenaga kerja. Sehingga deindustrialisasi positif tidak menyebabkan bertambahnya pengangguran dan sebaliknya deindustrialisasi negatif dapat menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran Jalilian dan Weiss, 2000. Gambar 13 juga memperkuat argumen tersebut, bahwa sejak tahun 2004 laju pertumbuhan pengangguran cenderung mempunyai pola yang sama dengan laju pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Selama periode 2004-2009, rata-rata pertumbuhan tenaga kerja di sektor industri sebesar 2,76 persen lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan jumlah angkatan kerja 2,44 persen dan pengangguran -1,35 persen. Hal ini menyiratkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor industri semakin meningkat akan tetapi peningkatan jumlah tenaga kerja relatif konstan. Selain itu, rata-rata pertumbuhan tenaga kerja sektor industri informal 3,87 persen lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan tenaga kerja sektor industri formal 2,76 persen selama periode 2004-2009. -20 -10 10 20 30 40 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Pengangguran Naker Industri Formal Naker Total Naker Industri Informal Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Gambar 13. Laju Pertumbuhan Angkatan Kerja dan Pengangguran di Indonesia, Tahun 2001 – 2009

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia sejak beberapa tahun terakhir merupakan deindustrialisasi negatif. Deindustrialisasi yang terjadi bukanlah dampak alamiah dari proses pembangunan yang sangat maju melainkan lebih disebabkan oleh guncangan shock terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan analisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses deindustrialisasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah turunnya investasi asing langsung foreign direct investment khususnya nilai realisasi penanaman modal asing PMA di sektor sekunder manufaktur dan menurunnya kinerja perdagangan luar negeri terutama ekspor manufaktur. Selain itu deindustrialisasi negatif yang terjadi di Indonesia ditandai dengan pendapatan per kapita yang stagnan pertumbuhan ekonomi yang melambat dan masih tingginya tingkat pengangguran. 2. Globalisasi ekonomi yang diwakili dengan tingkat keterbukaan ekonomi openness dan investasi asing langsung foreign direct investment turut menyumbang deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung tingkat keterbukaan ekonomi openness dan investasi asing langsung mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia melalui peningkatan pendapatan per kapita dan produktivitas sektor manufaktur. Secara langsung dengan meningkatnya produktivitas maka produk manufaktur mampu bersaing di pasar global. Selain itu dengan meningkatnya pendapatan maka akan meningkatkan demand produk manufaktur, sehingga output juga meningkat. Seiring dengan peningkatan output maka permintaan akan tenaga kerja juga akan meningkat. 3. Berdasarkan hasil regresi data panel, memperlihatkan bahwa human capital mempunyai pengaruh terhadap deindustrialisasi. Tenaga kerja yang diperlukan di sektor manufaktur merupakan tenaga kerja yang terampil sehingga dapat