Unit Penangkapan Ikan Kesimpulan

4.4 Unit Penangkapan Ikan

Perkembangan perikanan tangkap tidak akan lepas dari perahu, nelayan dan alat tangkap. Perahu yang digunakan di Kabupaten Serang bervariasi dari perahu hingga kapal dengan tenaga penggerak berupa mesin, namum secara umum kondisi armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Serang masih tergolong kecil karena sebagian besar kapal yang beroperasi masih di bawah 5 GT. Berikut disajikan Kondisi armada penangkapan yang ada di Kabupaten Serang berdasarkan data Tahun 2007. Tabel 8 Armada penangkapan ikan di Kabupaten Serang, Tahun 2007 No Jenis Armada Jumlah 1. Jukung 63,00 2, Perahu motor tempel 1.027,00 3. Kapal 5 GT 214,00 Sumber : Statistik Perikanan Provinsi Banten 2008 Komponen lain dalam unit penangkapan ikan adalah nelayan. Dalam literatur yang sama juga disebutkan bahwa nelayan Kabupaten Serang pada tahun 2007 berjumlah 4.547 orang yang secara keseluruhannya merupakan nelayan penuh. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Serang pada tahun 2007 berjumlah 1.429 unit. jumlah ini terdiri dari 5 macam alat tangkap yang yaitu payang, jaring insang hanyut, jaring klitik, bagan tancap dan pancing lainnya. Secara rinci jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten serang disajikan pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang, Tahun 2007 No Jenis Alat tangkap Jumlah 1 Payang 545,00 2 Jaring insang hanyut 260,00 3 Jaring klitik 86,00 4 Bagan tancap 128,00 5 Pancing lainnya 410,00 Jumlah 1.429,00 Sumber : Statistik Perikanan Provinsi Banten 2008 29 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Unit penangkapan bagan tancap

Unit penangkapan bagan dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu, perahu atau kapal, alat tangkap bagan, dan nelayan. Perahu atau kapal bagan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Serang rata-rata berukuran di bawah 5 GT dengan panjang total LOA 12 meter, lebar B, 2,25 meter dan tinggi d 0,8 meter, serta tenaga penggerak menggunakan mesin donfeng berkekuatan 20 PK. Kapal merupakan alat transportasi bagi nelayan bagan karena selama pengoperasian bagan, kapal hanya berfungsi untuk mengantarkan nelayan dari fishing base menuju fishing ground dan sebaliknya. Gambar 2 Perahu nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang Unit penangkapan bagan tancap yang dioperasikan di perairan Teluk Banten Kabupaten Serang terdiri atas bangunan bagan, waring, alat pendukung petromaks, tali penggantung petromaks, keranjang ikan, dan serok. Bangunan bagan terbuat dari bambu dengan diameter 8-10 cm, setiap bangunan bagan umumnya memiliki tiang pancang yang berjumlah 24 atau 25 batang. Berdasarkan wawancara dengan nelayan setempat ukuran bangunan bagan bervariasi dari 9 x 9 meter hingga 12 x 12 meter. Waring sebagai komponen penting kegiatan penangkapan bagan, terbuat dari polyamide monofilament berwarna hitam dengan ukuran mata jaring 0,3-0,5 cm, dan panjang 13 meter. Supaya waring atau jaring bagan dapat terbentang dengan sempurna maka pada bagian tepi waring dibuat bingkai dari bambu dengan ukuran 10 meter x 10 meter. Bila panjang waring 13 meter dan bingkainya berukuran 10 meter maka tinggi waring diperkirakan mencapai 2 meter Gambar 3. Bambu bingkai waring biasanya dilubangi pada setiap ruasnya. Hal ini bertujuan agar ronga-rongga bambu dapat terisi oleh air, sehingga bambu menjadi berat mudah tenggelam dengan cepat. Pada bagian tengah dari alat tangkap bagan terdapat bagunan yang menyerupai gubukrumah bagan. Bangunan ini berfungsi untuk berlindung bagi nelayan dari terpaan angin dan hujan. Selain itu, rumah bagan ini juga berfungsi sebagai tempat istirahat bagi nelayan pada sela waktu setting hingga hauling. Gambaran alat tangkap bagan tancap di Kabupaten Serang disajikan pada Gambar 3. Lampu petromaks merupakan sumber cahaya dan alat bantu utama kegiatan penangkapan bagan tancap. Jumlah petromaks yang digunakan oleh nelayan rata-rata berjumlah 4 unit. Petromaks ini dipasang dibagian tengah bangunan bagan. Bahan bakar petromaks umumnya menggunakan minyak tanah, namun nelayan Kabupaten Serang menggunakan campuran solar dan bensin dengan perbandingan 5:1. Penggunaan campuran solar dan bensin ini bertujuan untuk menyiasati mahalnya minyak tanah. Komponen terakhir dari unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang adalah nelayan. Nelayan bagan tancap di lokasi penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu, nelayan bagan yang memiliki perahu atau kapal dan yang tidak memiliki perahu atau kapal. Setiap perahu atau kapal bagan tancap digunakan secara berkelompok oleh 9 sampai 11 orang nelayan, dimana 8 sampai 10 orang adalah nelayan bagan tancap tanpa perahu dan satu orang pemilik perahu sekaligus sebagai 31 nelayan bagan. Umumnya bagan tancap di lokasi penelitian dioperasikan oleh satu orang nelayan. Gambar 3 Bangunan bagan tancap nelayan di Kabupaten Serang.

5.1.2 Pengoperasian bagan tancap

Pengoperasian unit penangkapan bagan dimulai dengan persiapan pada pukul 16.00 WIB. Persiapan yang dilakukan meliputi menyiapkan bahan bakar minyak solar dan besin kurang lebih 6 liter, membersihkan kaca, tudung dan kaos petromaks, serta persiapan keperluan perbekalan nelayan terutama konsumsi. Setelah persiapan perlengkapan selesai kemudian sekitar pukul 17.00 WIB nelayan menuju kapal yang berlabuh di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu. Setiap kapal bagan umumnya digunakan oleh satu kelompok yang berjumlah 9 hingga 11 orang nelayan. Kapal berangkat dari fishing base di PPP Karangantu menuju fishing ground, dengan waktu perjalanan 30 hingga 45 menit. 32 Bagan mulai dioperasikan mulai pukul 18.00 WIB. Pengoperasian bagan dimulai dengan menurunkan waring secara perlahan-lahan hingga kedalaman maksimum, biasanya 12-15 meter. Setelah waring selesai diturunkan nelayan mempersiapkan petromaks untuk dinyalakan. Petromaks yang digunakan oleh nelayan bagan tancap di Kabupaten serang disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Pengisian petromaks dengan bensin dan solar dengan perbandingan 5:1 Kegiatan selanjutnya adalah menurunkan petromaks satu persatu dan menggantungnya tepat di bawah bangunan bagan Gambar 5 Bagian c. Penggantungan dilakukan sedemikian rupa sehingga petromaks berada kurang lebih 50 cm hingga 100 cm di atas permukaan air. Setelah semua terpasang pada posisinya nelayan kemudian menunggu dan memperhatikan kondisi lingkungan cahaya petromaks, arus, angin dan kedatangan ikan. Setelah 1 satu jam biasanya tekanan petromaks ditambah dengan memompanya sehingga cahayanya stabil dan tidak redup. Proses hauling rata-rata dilakukan setelah 2-3 jam setelah setting, namun patokan waktu ini tidak selalu sama tergantung kondisi ikan, bila sebelum 2 jam ikan 33 telah datang nelayan akan mengangkat jaring, begitu juga sebaliknya. Proses hauling dimulai dengan mengurangi jumlah petromaks dari 4 unit menjadi 2 unit. Hal ini dilakukan untuk mengonsentrasikan ikan disekitar cahaya petromaks. Setelah itu, lampu yang tersisa diangkat menjauhi permukaan air dengan cara menarik tali penggantung petromaks, sedemikian rupa sehingga petromaks tepat ada di bawah bangunan bagan dengan jarak sekitar 100 cm. Proses selanjutnya adalah penarikan waring, proses ini dimulai dengan memutar roller secara perlahan-lahan, hal ini dilakukan agar ikan tidak terkejut dan meloloskan diri dari waring. Putaran roller semakin dipercepat pada saat waring mendekati permukaan air, hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah ikan yang lolos karena ikan mengetahui ada benda asing yang bergerak mendekatinya. Roller terus diputar hingga bingkai waring menyentuh lantairangka bagan bagian atas. Proses terakhir dari pengoperasian bagan adalah memindahkan hasil tangkapan yang berada di waring ke keranjang gendut dengan menggunakan serok. Setelah itu, ikan yang tertangkap dikelompokkan berdasarkan jenisnya masing-masing. Proses pengoperasian bagan diulangi hingga 4-5 kali setting setiap malamnya. Gambaran kegiatan oprasional bagan tancap diilustrasikan pada Gambar 5. 34 Keterangan : a. Bagan siap operasi; b. Setting waring; c. Penurunan petromaks; d. Pengangkatan petromaks. e. Hauling dan f. Pengambilan hasil tangkapan. Gambar 5 Proses pengoperasian bagan tancap di Kabupaten Serang. 35

5.1.3 Komposisi hasil tangkapan

1 Tangkapan total Hasil tangkapan bagan sampel 6 unit selama satu bulan terdiri dari 34 jenis ikan, dengan bobot total hasil tangkapan mencapai 4.139 kg, sehingga rata-rata hasil tangkapan per unit bagan per bulan adalah 690 kg. Hasil tangkapan bagan dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu jenis ikan pelagis dan demersal. Teri Stolephorus spp adalah spesies yang paling banyak tertangkap selama penelitian. Teri yang tertangkap rata-rata memiliki panjang dan berat total kurang lebih 6,6 cm dan 6,4 gram. Total tangkapan teri Stolephorus sp selama satu bulan pada enam unit bagan adalah 2.546 kg, atau rata-rata per unit bagan sekitar 424 kgbaganbulan. Selain teri, ikan tembang Sardinella fimbriata juga mendominasi selama penelitian, dimana rata-rata tangkapannya mencapai 775 kg atau 129 kgbaganbulan. Tembang yang tertangkap rata-rata memiliki panjang total dan bobot sekitar 9,9 cm dan 11,9 gram. Hasil tangkapan ketiga yang memiliki dominasi tinggi lainnya adalah ikan pepetek. Pepetek Leiognathus sp yang tertangkap selama satu bulan oleh enam unit bagan adalah 356 kg atau 59 kg per unit per bulan, ukuran pepetek yang tertangkap rata-rata memiliki panjang total mencapai 7,8 cm dan berat tubuh rata-rata mencapai 11,3 gram. Tangkapan bagan terendah selama penelitian adalah ikan sebelah Pseuttodes erumai , ikan ini hanya tertangkap satu ekor selama uji coba. Minimnya jumlah ikan sebelah Pseuttodes erumai yang tertangkap oleh bagan disebabkan jenis ikan ini adalah jenis ikan demersal yang hidup di dasar perairan dan hanya sewaktu-waktu melakukan ruaya diurnal naikturun ke permukaan perairan. Selain itu, adanya ikan demersal yang tertangkap juga disebabkan oleh adanya sikap feeding habit ikan-ikan demersal yang tertarik oleh kumpulan ikan disekitar bagan. Data hasil tangkapan bagan sampel selama satu bulan disajikan pada Tabel 10. 36 Tabel 10 Data hasil tangkapan bagan sampel selama satu bulan Rata-rata No Spesies Panjang cm Berat gram Berat Total gram Rata-rata baganbulan gram 1 Teri Stolephorus spp 6,6 6,4 2.545.810 424.301,6 2 Tembang Sardinella fimbriata 9,9 11,9 774.928 129.154,6 3 Pepetek Leiognathus sp 7,8 11,3 355.980 59.330,0 4 Kembung Rastrelliger spp 10,7 15,8 113.935 18.989,2 5 Cumi Loligo sp 14,5 26,4 83.418 13.903,0 6 Japuh Dussumeria acuta 9,5 12,0 76.248 12.708,1 7 Golok-Golok Chirosentrus dorab 26,8 85,3 62.507 10.417,8 8 Selar Selaroides sp 20,2 25,7 41.358 6.892,9 9 Talang-talang Chorinemus tala 17,9 103,9 20.423 3.403,8 10 Selanget Dorosoma chacunda 9,3 31,7 18.100 3.016,7 11 Kedukang manyung Arius thalassinus 18,9 218,5 7.650 1.275,0 12 Belanak Mugil spp 12,1 47,3 6.345 1.057,5 13 Serinding Apogon spp 7,6 8,0 6.280 1.046,7 14 Tigawaja Jonius dussunieri 16,2 73,0 6.040 1.006,7 15 Sotong Sepia spp 25,5 216,7 5.735 955,8 16 Gulamah Argyrosomus amoyensis 13,5 74,7 4.290 715,0 17 Bawal hitam Fermio niger 4,7 166,7 1.850 308,3 18 Belida Notopterus chitata 24,3 96,0 1.560 260,0 19 Kurisi Nemipterus nemathoporus 9,9 20,4 1.440 240,0 20 Rajungan Portunus pelagicus 11,4 83,0 1.270 211,7 21 Kerapu Cephalopholis sp 12,4 65,0 1.050 175,0 22 Semadar baronang Siganus theraps 10,4 21,5 995 165,8 23 Sembilang Plotosus canius 8,0 13,1 475 79,2 24 Tenggiri Scomberomorus commersoni 11,0 30,6 407 67,8 25 Layur Trichiurus savala 15,5 26,0 295 49,2 26 Bawal Putih Pampus argentus 9,5 70,0 210 35,0 27 Julung-julung Hemirhapus far 8,9 30,0 200 33,3 28 Udang windu Penaeus monodon 7,8 8,6 200 33,3 29 Ikan lidah Cynoglosus lingua 15,5 45,0 160 26,7 30 Bandeng Chanos chanos 18,0 100,0 100 16,7 31 Udang jerbung Penaeus marguensis 13,0 30,0 90 15,0 32 Kakap Lutjanus argentimaculatus 7,5 25,0 50 8,3 33 Kerong-kerong Terapon therap 11 20 20 3,3 34 Sebelah Pseuttodes erumai 16 5 5 0,8 Total 4.139.423 689.904 37 Berdasarkan pengamatan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian diperoleh bahwa jumlah spesies ikan pelagis jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ikan demersal. Spesies yang tertangkap selama penelitian berjumlah 34 jenis yang terdiri atas 14 jenis ikan pelagis dan 20 jenis lainnya adalah ikan dimerasal. Meskipun jumlah spesies ikan demersal lebih dominan tertangkap selama penelitian, namun bila dilihat dari sisi bobot hasil tangkapan, maka bobot hasil tangkapan ikan pelagis lebih besar. Pada Gambar 6 disajikan perbandingan bobot hasil tangkapan ikan pelagis dan demersal selama penelitian. 88,23 11,77 Ikan pelagis Ikan demersal Gambar 6 Proporsi bobot hasil tangkapan enam unit bagan sampel. Gambar 6 menunjukkan bahwa bobot total hasil tangkapan enam unit bagan selama penelitian didominasi oleh ikan pelagis. Tangkapan ikan pelagis selama penelitian mencapai 88,23 atau 3.455 kg, sedangkan ikan demersal hanya sekitar 11,77 atau 461 kg. Tingginya persentase bobot hasil tangkapan ikan pelagis dapat dipahami karena unit penangkapan bagan merupakan alat tangkap yang ditujukan untuk menangkap ikan pelagis. Selain itu, kondisi ini juga didukung oleh metode pengoperasian bagan dengan alat bantu cahaya yang mengakibatkan sebagian besar jenis ikan pelagis yang tertarik terhadap cahaya fototaksis positif lebih banyak 38 tertangkap. Disisi lain adanya ikan demersal yang tertangkap selama penelitian, disebabkan ikan demersal tersebut tertarik oleh adanya mangsa yang berada di sekitar cahaya baik itu plankton maupun ikan kecil yang berada disekitar cahaya Gunarso, 1985. 2 Ikan pelagis Selama penelitian, ikan pelagis merupakan kelompok ikan dominan dari sisi jumlah. Selama penelitian diperoleh 14 jenis ikan pelagis dengan lima spesies utama dan sembilan jenis ikan pelagis lainnya. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis selama penelitian disajikan pada Gambar 7. 21,37 69,22 3,16 1,94 1,81 2,50 Teri Stolephous spp Tembang Sardinella fimbriata Kembung Rastrelliger spp Japuh Dussumeria acuta Golok -Golok Chirosentrus dorab Ik an lainnya Gambar 7 Proporsi bobot hasil tangkapan ikan pelagis per spesies. Perbandingan bobot hasil tangkapan ikan pelagis pada Gambar 7 hanya disajikan untuk lima jenis hasil tangkapan utama dan sembilan jenis ikan pelagis lainnya dikelompokkan dalam jenis ikan lainnya karena jumlahnya sangat sedikit. Lima spesies utama tersebut adalah teri Stolephorus sp berjumlah 69,22 atau 2.392 kg, tembang Sardinela fimbrita memiliki proporsi sebesar 21,37 atau 39 775 kg, kemudian kembung Rastrelliger sp sebesar 3,16 atau 109 kg, japuh Dussumeria acuta, dan golok-golok Chirosentrus dorab masing-masing berjumlah 67 kg , atau sebesar 1,94 dan 63 kg atau 1,81. Sedangakan kelompok ikan pelagis lainnya yang berjumlah 9 jenis hanya memiliki bobot 2,5 dari total tangkapan ikan pelagis selama penelitian. Spesies pelagis lainnya adalah selar Selaroides sp, talang-talang Chorinemus tala , selanget Dorosoma chacunda, serinding Apogon spp, belida Notopterus chitata , semadarbaronang Siganus theraps, tenggiri Scomberomorus commersoni , julung-julung Hemirhapus far dan kerong-kerong Terapon therap. 3 Ikan demersal Komposisi ikan demersal yang tertangkap selama penelitian berjumlah 20 jenis dengan berat total mencapai 1.438 kg. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, terdapat lima jenis ikan demesal yang mendominasi hasil tangkapan. Komposisi hasil tangkapan ikan demersal selama ujicoba penangkapan disajikan pada Gambar 8. 17,69 74,41 3,67 1,31 1,38 1,54 Pepetek Leiognathus sp Cumi Loligo sp Mayung Arius thalassinus Belanak Mugil spp Tigawaja Jonius dussunieri Ikan dimersal lainnya Gambar 8 Proporsi bobot hasil tangkapan ikan demersal per spesies. 40 Hasil tangkapan ikan demersal didominasi oleh pepetek Leiognathus sp yang mencapai 74,41 343 kg, kemudian cumi-cumi Loligo sp sebesar 17,69 82 kg, ikan lain yang juga mendominasi adalah manyung Arius thalassinus dan belanak Mugil sp. Ikan manyung Arius thalassinus yang tertangkap selama penelitian mencapai 1,54 , 7 kg dan pesentase belanak Mugil sp yang tertangkap selama penelitian mencapai 1,38 atau 6 kg. Spesies lainnya yang mendominasi adalah tigawaja Jonius dussumieri mencapi 1,31 atau 6 kg dan kelompok ikan lainnya sebesar 3,64 . Kelompok ikan lainnya berjumlah 15 spesies. Spesies tersebut adalah kurisi Nemiphterus nemathoporus, kerapu Cephalopholis sp, sembilang Plotosus canius , layur Trichiurus savala, bawal putih Pampus argentus, ikan lidah Cynoglosus lingua, bandeng Chanos chanos, kakap Lutjanus argentimaculatus, ikan sebelah Pseuttodes erumai, sotong Sepia spp, gulamah Argyrosomus amoyensis , bawal hitam Fermio niger, udang windu Panaeus monodon, Rajungan Portunus pelagicus, dan udang jerbung Paenaeus merguensis. 4 Perbandingan komposisi hasil tangkapan total terhadap perubahan hari bulan terang, semi terang dan gelap Komposisi hasil tangkapan selama satu bulan dikelompokkan menjadi 3 periode kemunculan bulan, yaitu tangkapan bulan gelap, semi terang, dan terang. Pembagian ini didasarkan pada waktu kemunculan bulan. Kondisi bulan gelap terjadi apabila bulan hanya muncul antara 0 jam hingga 3,5 jam, sedangkan bulan semi terang terjadi apabila kemunculan bulan berada antara 4 jam sampai 7,5 jam, dan bulan terang adalah kondisi bulan dimana kemunculannya lebih dari 8 jam dalam satu hari. Berdasarkan pengamatan terhadap hasil tangkapan enam unit bagan sampel terdapat perbedaan baik dari sisi jumlah spesies yang tertangkap maupun bobot total tangkapan selama satu siklus bulan. Berdasarkan Tabel 11, spesies yang mendominasi untuk masing-masing waktu penangkapan adalah sama yaitu teri Stolephorus spp untuk ikan pelagis dan ikan demersal didominasi oleh pepetek Leiognathus sp. 41 Bulan gelap terjadi antara hari ke-23 sampai hari ke-3 bulan berikutnya. Kondisi bulan gelap pada umumnya akan memberikan hasil tangkapan terbaik. Namun kondisi ini tidak terjadi pada ujicoba yang dilakukan pada 6 unit bagan selama satu siklus bulan. Hasil tangkapan total pada kondisi bulan gelap berjumlah 1.438 kg, yang terdiri atas 1.281 kg ikan pelagis dan sisanya sebanyak 157 kg adalah ikan demersal. Jumlah spesies yang tertangkap pada kondisi bulan gelap hanya berjumlah 28 jenis dengan 12 jenis adalah ikan pelagis dan 16 lainnya ikan demersal. Sementara itu, kondisi yang memberikan hasil tangkapan terbaik dari sisi jumlah justru terjadi pada saat bulan semi terang hari ke-18 sampai hari ke-22 dan hari ke-4 sampai hari ke-8 siklus bulan. Hasil tangkapan pada saat bulan semi terang berjumlah 1.731 kg dengan komposisi ikan pelagis dan demersal masing-masing 1.527 kg dan 204 kg Selain bobot, jumlah sepesies yang tertangkap pada kondisi ini juga lebih banyak mencapai 31 jenis, dimana 13 jenis ikan pelagis dan 18 lainnya ikan demersal. Analisis hasil tangkapan juga dilakukan pada kondisi purnama atau bulan terang. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada hari bulan terang, masih ada ikan yang tertangkap walaupun bobot hasil tangkapannya turun drastis dari kondisi gelap dan semi terang. Hasil tangkapan enam unit bagan selama bulan terang berjumlah 747 kg dengan didominasi oleh ikan pelagis sebesar 76,33 atau 646 kg. Jumlah spesies yang tertangkap juga mengalami penurunan drastis. Selama penelitian spesies yang tertangkap pada kondisi bulan terang berjumlah 20 jenis dengan proporsi sama antara ikan pelagis dan demersal yaitu masing-masing10 jenis. 42 Tabel 11 Komposisi hasil tangkapan dari enam unit bagan selama satu bulan yang dikelompokkan berdasarkan hari bulan Pembangian Hari Bulan No Spesies Gelap gram Semi terang gram Terang gram IKAN PELAGIS 1.281.485 1.527.494 646.500 1 Teri Stolephorus spp 779.085 1.109.880 503.045 2 Tembang Sardinella fimbriata 297.142 329.769 111.355 3 Kembung Rastrelliger spp 66.615 23.930 18.820 4 Golok-Golok Chirosentrus dorab 61.600 832 75 5 Japuh Dussumeria acuta 48.575 12.488 6.025 6 Talang-talang Chorinemus tala 19.823 560 40 7 Serinding Apogon spp 5.290 560 30 8 Selar Selaroides sp 1.340 30.388 6.930 9 Belida Notopterus chitata 1.110 310 140 10 Semadar baronang Siganus theraps 805 150 40 11 Julung-julung Hemirhapus far 80 120 - 12 Selanget Dorosoma chacunda - 18.100 - 13 Tenggiri Scomberomorus commersoni - 407 - 14 Kerong-kerong Terapon therap 20 - - IKAN DEMERSAL 156.873 203.710 100.230 1 Pepetek Leiognathus sp 107.545 154.645 80.685 2 Cumi Loligo sp 37.613 33.170 10.745 3 Kedukang manyung Arius thalassinus 200 4.090 2.825 4 Sotong Sepia spp 2.130 2.620 725 5 Gulamah Argyrosomus amoyensis 1.360 2.150 780 6 Bawal hitam Fermio niger - 1.850 - 7 Tigawaja Jonius dussumieri 530 1.310 4.200 8 Rajungan Portunus pelagicus 350 780 140 9 Kerapu Cephalopholis sp 160 780 60 10 Kurisi Nemipterus nemathoporus 685 735 20 11 Belanak Mugil spp 5.725 620 - 12 Sembilang Plotosus canius 90 385 - 13 Udang jerbung Penaeus marguensis - 200 - 14 Layur Trichiurus savala 60 185 50 15 Bandeng Chanos chanos - 100 - 16 Kakap Lutjanus argentimaculatus - 50 - 17 Ikan lidah Cynoglosus lingua 140 20 - 18 Udang windu Peneus monodon 70 20 - 19 Bawal Putih Pampus argentus 210 - - 20 Sebelah Pseuttodes erumai 5 - - TOTAL BOBOT 1.438.358 1.731.204 746.730 TOTAL SPESIES 28 31 20 43

5.1.4 Sebaran panjang frekuensi hasil tangkapan dominan

1 Ikan pelagis Analisis sebaran panjang total hasil tangkapan ikan pelagis selama penelitian dilakukan untuk lima jenis tangkapan dominan yaitu teri Stolephorus spp, tembang Sardinella fimbriata, kembung Rastrelliger spp, japuh Dussumeria acuta, dan golok-golok Chirosentrus dorab. Lima jenis ikan tersebut juga merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. 20 40 60 80 100 120 2, 5- 3, 53 3, 53 -4, 56 4,5 6-5 ,5 9 5,5 9- 6,6 2 6,6 2- 7,6 5 7, 65 -8 ,68 8, 68 -9 ,71 9, 71 -1 0, 74 10 ,7 4- 11, 77 Selang kelas panjang cm Ju ml ah I n d ivi d u e k o r Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total Gambar 9 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan teri Stolephorus spp. Sebaran rata-rata panjang ikan teri Stolephorus spp yang tertangkap selama penelitian menyebar dari 2,5 cm hingga 11,77 cm. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa panjang total rata-rata ikan teri berada pada selang 2,5 - 11,77 cm. Selain itu, ikan teri yang tertangkap sebelum tengah malam rata-rata lebih kecil, dibandingkan dengan rata-rata panjang ikan teri yang tertangkap setelah tengah malam. Hal ini terlihat dari rata-rata selang kelas dominan teri Stolephorus spp sebelum tengah malam dan setelah tengah malam. Sebelum tengah malam ikan teri banyak tertangkap pada selang kelas 3,53 - 4,56 cm, sedangkan setelah tengah malam berada pada selang kelas 4,56 - 5,59 cm. 44 20 40 60 80 100 120 6, 93 -7 ,61 7, 61 -8 ,29 8, 29 -8 ,9 7 8, 97 -9 ,65 9, 65 -1 0, 33 10 ,3 3- 11 ,01 11 ,0 1- 11 ,69 11 ,6 9- 12 ,37 12 ,3 7- 13 ,05 Selang Kelas cm J um la h Indi v idu e ko r Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total Gambar 10 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan tembang Sardinella fimbriata. Berdasarkan Gambar 10, rata-rata panjang tubuh ikan tembang yang tertangkap menyebar dari 6,93 - 13,05 cm dan sebagian besar berada pada selang kelas 8,29 -9,65 cm. Pada waktu penangkapan sebelum tengah malam, ikan tembang yang tertangkap paling banyak pada selang panjang 8,97-9,65 dengan jumlah 38 ekor. Sementara itu, penangkapan pada waktu setelah tengah malam banyak mendapatkan ikan tembang dengan selang yang sama. Sedangkan selang kelas rata-rata panjang tubuh tembang Sardinella fimbriata dengan jumlah paling rendah adalah pada ukuran 6,93 - 7,61 cm dengan jumlah 3 ekor selama ujicoba penangkapan dilakukan. Ikan kembung Rastrelliger spp juga menjadi salah satu jenis tangkapan pelagis dominan selama penelitian. Selama 174 ulangan sebelum dan setelah tengah malam hanya 87 ulangan yang berhasil menangkap kembung Rastrelliger spp. Hasil tangkapan kembung Rastrelliger spp seperti ditujukkan pada Gambar 11 memberikan informasi bahwa ikan kembung yang tertangkap rata-rata memiliki panjang antara 4,8 cm hingga 14,6 cm. Akan tetapi, ikan kembung yang tertangkap didominasi oleh ikan dengan ukuran rata-rata panjang tubuh pada selang 9 - 10,4 cm. 45 5 10 15 20 25 30 4, 8-6 ,2 6,2 -7 ,6 7, 6-9 9-1 0, 4 10 ,4- 11 ,8 11 ,8- 13 ,2 13 ,2 -1 4,6 Selang Kelas cm F r e kue ns i T e r ta ng ka p e ko r Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total Gambar 11 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan kembung Rastrelliger spp. Secara keseluruhan hasil tangkapan ikan kembung selama pengoperasian bagan sebagian besar lebih banyak tertangkap setelah tengah malam. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11, dimana rata-rata kembung di setiap selang kelas setelah tengah selalu lebih tinggi dibandingkan sebelum tangah malam. Semakin besar ukuran ikan ternyata terjadi penurunan jumlah yang tertangkap sehingga dapat dikatakan bahwa ikan kembung yang tertangkap dengan ukuran lebih dari 10,4 cm semakin sedikit. Japuh Dussumeria acuta juga merupakan salah satu jenis tangkapan dominan, frekuensi kemunculan japuh selama penelitian berjumlah 44 kali, dari 174 kali ulangan. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa rata-rata panjang tubuh japuh yang tertangkap pada 44 kali ulangan berada pada rentang panjang 6,5 - 13,1 cm, dengan selang kelas dominan ada pada 9,8 - 10,9 cm. Jumlah frekuensi ikan yang tertangkap pada selang kelas tersebut adalah 11 ekor. 46 2 4 6 8 10 12 6,5-7,6 7,6-8,7 8,7-9,8 9,8-10,9 10,9-12 12-13,1 Selang Kelas cm F r e kuns i T e r ta ng k a p e ko r Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total ti Gambar 12 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan japuh Dussumeria acuta. Secara umum frekuensi kemunculan japuh Dussumeria acuta yang tertangkap selama penelitian lebih banyak pada waktu penangkapan setelah tengah malam, karena data total frekuensi menunjukkan bahwa tangkapan japuh setelah tengah malam berjumlah 24 ekor sedangkan sebelum tengah malam 20 ekor. Bila dilihat dari ukurannya frekuensi japuh setelah tengah malam lebih banyak pada ukuran 8,7 - 9,8 cm sedangkan untuk waktu penangkapan sebelum tengah malam didominasi oleh ikan japuh dengan selang panjang 9,8-10,9 cm. Jenis ikan dominan yang terakhir adalah ikan golok-golok. Salah satu ikan yang menjadi komoditas unggulan di wilayah Pulau Sumatera ini tertangkap, pada selang panjang antara 20-39 cm. Sebaran ukuran ikan yang tertangkap mengalami fluktasi yang tinggi. Secara keseluruhan frekuensi tertinggi tertangkapnya golok- golok Chirosentrus dorab berada pada selang kelas 31,4 - 35,2 cm dengan jumlah total 7 ekor. 47 1 2 3 4 5 6 7 8 20-23,8 23,8-27,6 27,6-31,4 31,4-35,2 35,2-39 Selang Kelas cm F r e kun si T e r ta n g ka p e ko r Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total Gambar 13 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan golok-golok Chirosentrus dorab . Gambar 13 merupakan visualisasi frekuensi ikan golok-golok yang tertangkap selama penelitian. Secara umum frekuensi kemunculan golok-golok Chirosentrus dorab lebih banyak setelah tengah malam. Hal ini terlihat dari 174 kali ujicoba penangkapan, golok-golok tertangkap sebelum tengah malam berjumlah 19 ekor sedangkan setelah tengah malam hanya berjumlah 12 ekor. 2 Ikan demersal Sebaran rata-rata panjang tubuh ikan demersal yang diamati hanya dilakukan untuk lima macam spesies yang memiliki frekuensi kemunculan tertinggi selama pengambilan sampel, spesies tersebut adalah pepetek Leiognathus sp, cumi Loligo sp , belanak Mugil spp, manyung Arius thalassinus, dan t igawaja Johnius dussunieri . Melalui pengamatan terhadap rata-rata sebaran panjang kelas ikan hasil tangkapan diharapkan dapat diperoleh dominasi ukuran ikan yang tertangkap oleh bagan selama penelitian, sehingga dari hasil tangkapan dapat diperoleh informasi tingkat kelayakan penangkapan spesies dimaksud. 48 10 20 30 40 50 60 3,4 -4,5 4, 5-5,6 5,6 -6,7 6,7 -7,8 7, 8-8,9 8,9- 10 10-11 ,1 11,1-12 ,2 S elang Kelas cm Ju ml ah I n d ivi d u e k or Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total Gambar 14 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan pepetek Leiognathus sp. Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa sebaran frekuensi ikan pepetek Leiognathus sp yang tertangkap selama penelitian pada 174 ulangan menyebar normal dari ukuran 3,4 - 12,2 cm. Pepetek yang dominan muncul selama penelitian berada pada selang kelas 5,6 - 6,7 cm, dengan frekuensi kemunculan sebanyak 51 ekor. Sedangkan ukuran pepetek yang paling jarang tertangkap ada pada selang kelas 3,4 - 4,5 cm yang tertangkap hanya satu ekor. Secara umum frekuensi kemunculan pepetek selama penelitian lebih banyak setelah tengah malam. Berdasarkan data yang diperoleh pepetek tertangkap sebanyak 68 ekor sebelum tengah malam dan 127 ekor setelah tengah malam. Namun terdapat perbedaan ukuran antara pepetek yang tertangkap sebelum tengah malam dan setelah tengah malam, dimana pepetek yang tertangkap sebelum tengah malam cenderung berukuran lebih kecil. Hal ini dapat dilihat dari modus tertangkapnya ikan pepetek pada setiap selang kelas. Sebelum tengah malam, ikan pepetek muncul lebih banyak pada selang kelas 5,6 - 6,7 cm sedangkan sebelum tengah malam ada di 7,8 -8,9 cm. 49 10 20 30 40 50 60 3,4 -4, 5 4, 5-5, 6 5,6-6 ,7 6,7 -7, 8 7, 8-8, 9 8,9 -10 10- 11,1 11,1- 12,2 S elang Kelas cm Ju ml ah I n d iv id u e k o r Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total Gambar 15 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan cumi Loligo sp. Pada Gambar 15 dapat dilihat frekuensi sebaran rata-rata panjang tubuh cumi- cumi yang tertangkap selama penelitian. Secara umum cumi-cumi yang tertangkap sebelum tengah malam berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan cumi-cumi yang tertangkap setelah tengah malam. Hal ini dapat dilihat dari tangkapan cumi pada masing-masing selang kelas dimana cumi-cumi dengan ukuran besar hanya tertangkap setelah tengah malam. Total cumi-cumi yang tertangkap selama penelitian adalah 175 ekor, dimana 81 ekor tertangkap sebelum tengah malam dan 94 lainnya tertangkap setelah tengah malam, sehingga dapat disimpulkan bahwa cumi-cumi lebih banyak muncul setelah tengah malam. Jenis ikan demersal lain yang tertangkap adalah ikan manyung. Rata-rata panjang tubuh manyung Arius thalassinus yang tertangkap berkisar antara 11 - 35 cm. Akan tetapi, ikan manyung berukuran kecil lebih banyak yang tertangkap dibandingkan dengan manyung berukuran besar. Hasil tangkapan ikan manyung selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 16. 50 1 2 3 4 5 6 7 11-15,1 15,1-19,2 19,2-23,3 23,3-27,4 27,4-31,5 31,5-35,6 S elang Kelas cm J u m lah I n d ivi d u e k o r Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total Gambar 16 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan manyung Arius thalassinus Frekuensi rata-rata panjang tubuh manyung Arius thalassinus selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 16. Manyung Arius thalassinus selama penelitian tertangkap sebanyak 17 ekor dari 174 ujicoba penangkapan baik sebelum maupun setelah tengah malam. Dari 17 ekor manyung yang tertangkap, 10 ekor diperoleh setelah tengah malam dan 7 ekor lainnya diperoleh dari penangkapan sebelum tengah malam. berdasarkan analisis selang kelas, manyung yang tertangkap sebagian besar berada pada selang kelas rendah 11 – 19 cm. 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 10 ‐14,5 14,5 ‐19 19 ‐23,5 23,5 ‐28 Selang Kelas cm F rek u e n si T ertan gk ap ek o r Sebelum p ukul 00.00 Sesudah p ukul 00.00 Total Gambar 17 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan belanak Mugil sp 51 Frekuensi tertangkapnya ikan belanak Mugil sp selama penelitian disajikan pada Gamber 17. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian frekuensi kemunculan ikan belanak adalah sebanyak 8 ekor dari 174 ulangan, dengan tingkat kemunculan dominan ada pada selang kelas 10 - 14,5 cm. Pada gambar yang sama juga diperoleh informasi ikan belanak yang tertangkap sebelum tengah malam lebih besar dibandingkan dengan ikan belanak yang tertangkap setelah tengah malam. 2 4 6 8 10 12 11-13,1 13,1-15,2 15,2-17,3 17,3-19,4 19,4-21,5 Selang Kelas cm F rek u en si t ert a n g k a p ek o r Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total Gambar 18 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan t igawaja Jonius dussumieri. Pada Gambar 18 terlihat bahwa frekuensi ikan tigawaja yang tertangkap selama penelitian menyebar dari ukuran 11 - 21,5 cm. Frekuensi tertangkap terbesar adalah sebanyak 10 ekor dari total kemunculan 27 ekor yaitu pada selang kelas panjang 17,3 - 19,4 cm. Secara umum, ikan tigawaja lebih banyak tertangkap pada operasi penangkapan sebelum tengah malam, namun perbedaannya tidak begitu signifikan dengan perbandingan sebelum dan setelah tengah malam adalah 14:13. Selain itu, ikan tigawaja yang tertangkap sebelum tengah malam memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan setelah tengah malam. 52 1 2 3 4 5 6 8,9-16,8 16,8-24,7 24,7-32,6 32,6-40,5 40,5-48,4 Selang Kelas cm F r e k ue ns i T e r ta n g k a p e k o r Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total Gambar 19 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan sotong Sepia sp. Sotong Sepia sp adalah spesies demersal yang menjadi salah satu tangkapan dominan selama pengambilan sampel. Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa frekuensi total sotong selama penangkapan menyebar normal dari rata-rata panjang tubuh 8,9 cm hingga 48,4 cm. Selang kelas 24,7 cm hingga 32,6 cm merupakan selang kelas yang memiliki frekuensi tertangkap cumi terbanyak dibandingkan dengan kelas lainnya 5 ekor, sedangkan yang terendah ada pada selang kelas 8,9 cm hingga 16,8 cm dan 40,5 cm hingga 48,4 cm, masing-masing satu kali. Pada gambar yang sama juga dapat dilihat bahwa sotong yang tertangkap sebelum tengah malam memiliki selang kelas yang lebih kecil dibandingkan dengan sotong setelah tengah malam.

5.1.5 Perubahan bobot hasil tangkapan terhadap waktu penangkapan

1 Bobot total tangkapan Bobot total hasil tangkapan bagan selama penelitian berfluktuasi mengikuti perubahan hari bulan. Pada Gambar 20 disajikan perubahan bobot hasil tangkapan 53 bagan selama penelitian yang dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu hasil tangkapan sebelum dan setelah tengah malam. - 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000 50.000 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Hari Bulan R a ta -R a ta H a si l ta ng ka pa n ba g a n g r a m Sebelum Pukul 00.00 Setelah Pukul 00.00 Se mi te rang I Se mi te rang II Ge lap Te rang Gambar 20 Rata-rata total tangkapan bagan selama ujicoba. Total hasil tangkapan rata-rata bagan selama satu bulan, baik sebelum maupun setelah tengah malam memiliki perbedaan yang signifikan. Pada operasi penangkapan sebelum tengah malam, ikan cenderung lebih banyak tertangkap pada kondisi bulan semi terang pertama dan terus menurun hingga akhir bulan gelap, kemudian meningkat sedikit pada semi terang kedua. Pada periode bulan terang, hasil tangkapan menurun drastis karena efektivitas penangkapan dengan cahaya berkurang karena adanya cahaya bulan yang menyebar merata di perairan. Pola hasil tangkapan setelah tengah malam mengalami perubahan yang drastis bila dibandingkan dengan keadaan sebelum tengah malam. Rata-rata hasil tangkapan total bagan setelah tengah malam pada kondisi semi terang pertama cenderung lebih sedikit kemudian meningkat hingga pertengahan bulan gelap. Setelah itu, hasil tangkapan berfluktuasi hingga semi terang kedua, sedangkan pada saat purnama atau bulan terang hasil tangkapan kecenderungan konstan. Bila digabungkan antara tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan tertinggi terjadi pada kondisi semi terang pertama, kemudian menurun dan meningkat kembali pada saat bulan gelap, kemudian menurun kembali hingga menjelang bulan terang. Pada kondisi bulan terang hasil tangkapan cenderung konstan. 54 Secara umum total hasil tangkapan bagan lebih banyak tertangkap pada kondisi bulan semi terang pertama, hal ini karena bulan mengalami gelap pada waktu sore yaitu antara pukul antara pukul 17.00 - 23.00, kondisi ini sangat mendukung untuk penangkapan karena pada saat senja antara pukul 17.00 -19.00 WIB merupakan saat- saat ikan aktif untuk mencari makan. Sedangkan aktifitas penangkapan telah dilakukan sejak pukul 18.00 WIB serta rata-rata hauling pertama dilakukan pukul 20.00 WIB. Kondisi inilah yang menyebabkan hasil tangkapan total bagan lebih terkonsentrasi pada bulan semi terang pertama. 2 Bobot tangkapan ikan pelagis Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan pelagis mengalami fluktuasi mengikuti perubahan hari bulan. Secara rinci fluktuasi bobot total hasil tangkap ikan pelagis selama penelitian disajikan pada gambar dibawah ini. - 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Hari Bulan R a ta -R a ta H a si l T a n g k a p a Ba g a n g r a m Sebelum Pukul 00.00 Setelah Pukul 00.00 S emi terang I S emi terang II Gelap Terang Gambar 21 Rata-rata total tangkapan ikan pelagis selama ujicoba. Rata-rata bobot hasil tangkapan ikan pelagis selama penelitian dikelompokkan menjadi dua macam yaitu tangkapan sebelum dan setelah tengah malam. Sebelum tengah malam, ikan pelagis lebih banyak tertangkap pada kondisi semi terang pertama dan menurun hingga pertengahan bulan gelap serta hilang pada akhir bulan gelap. Kemudian ikan mulai tertangkap kembali pada semi terang kedua dan tidak tertangkap lagi pada saat purnama. 55 Kondisi berbeda ditunjukkan oleh hasil tangkapan ikan pelagis pada pengoperasian bagan setelah tengah malam. Pada semi terang pertama ikan cukup banyak tertangkap dengan kecenderungan menurun hingga akhir semi terang pertama. Namun pada awal bulan gelap hasil tangkapan meningkat hingga pertengahan bulan gelap, kemudian hasil tangkapan berfluktuasi hingga awal purnama. Pada saat purnama, hasil tangkapan ikan pelagis setelah tengah malam cenderung konstan. Secara umum, total hasil tangkapan tertinggi terjadi saat kondisi bulan semi terang pertama dan menurun hingga akhir semi terang pertama serta meningkat kembali pada bulan gelap dan berfluktuasi pada saat semi terang kedua dan konstan pada saat-saat purnama. 3 Bobot tangkapan ikan demersal Hasil tangkapan ikan demersal selama ujicoba penangkapan disajikan dalam dua periode waktu yang berbeda, yaitu sebelum tengah malam dan setelah tengah malam. Secara keseluruhan ikan demersal yang tertangkap selama ujicoba penangkapan mengalami fluktuasi seperti disajikan pada Gambar 22. - 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Hari Bulan R a ta -R a ta T a ng ka pa n B a g a n g r a m Sebelum Pukul 00.00 Setelah Pukul 00.00 Terang S e m i terang II Gelap Semi terang I Gambar 22 Rata-rata total tangkapan ikan demersal selama ujicoba. 56 Pada Gambar 22, bobot hasil tangkapan rata-rata ikan demersal selama penelitian memiliki pola yang berbeda dengan ikan pelagis. Sebelum tengah malam, bobot tangkapan ikan demersal selama kondisi semi terang pertama cenderung meningkat hingga pertengahan bulan gelap, namun peningkatan ini jumlahnya tidak signifikan. Kemudian pada semi terang kedua hingga awal bulan terang hasil tangkapan ikan demersal kembali muncul dan menghilang pada saat-saat bulan terang. Pola berbeda juga terjadi pada hasil tangkapan setelah tengah malam, ikan demersal pada kondisi bulan semi terang pertama hingga pertengahan bulan gelap cenderung meningkat dengan peningkatan lebih besar bila dibandingkan tangkapan sebelum tengah malam. Pada akhir bulan gelap hingga awal-awal semi terang kedua hasil tangkapan cenderung konstan. Kemudian hasil tangkapan meningkatan kembali pada awal bulan terang, namun peningkatan ini tidak terus terjadi melainkan menurun drastis hingga pertengahan bulan terang, selanjutnya hasil tangkapan pada pertengahan bulan terang cenderung konstan. Bila digabungkan antara tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan ikan demersal memiliki pola meningkat pada semi terang pertama hingga pertengahan bulan gelap, walaupun jumlahnya cukup sedikit, dan mengalami penurunan drastis hingga konstan pada akhir bulan gelap. Setelah itu, hasil tangkapan menunjukkan peningkatan drastis hingga akhir semi terang kedua dan kembali menurun hingga konstan pada saat purnama. 5.1.6 Perubahan bobot hasil tangkapan ikan pelagis dominan terhadap waktu penangkapan Ikan pelagis merupakan komponen terbesar hasil tangkapan bagan tancap selama penelitian baik pada operasi penangkapan sebelum maupun setelah tengah malam. Gambaran hubungan bobot hasil tangkapan dengan waktu untuk tiga tangkapan utama disajikan pada Gambar 23, 24 dan 25. Ikan tersebut adalah teri Stolephorus sp, tembang Sardinella fimbriata, dan kembung Rastrelliger sp. 57 1 Teri Stolephorus sp - 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Hari Bulan R a ta -R a ta Ha si l T a ng ka pa B aga n gr am Sebelum Pukul 00.00 Setelah Pukul 00.00 Semi terang I Semi terang II Gelap Terang Gambar 23 Rata-rata total tangkapan teri Stolephorus spp selama ujicoba. Hasil tangkapan teri selama ujicoba penangkapan mengalami fluktuasi yang tinggi. Pada operasi penangkapan sebelum tengah malam, ikan teri lebih banyak tertangkap pada kondisi semi terang pertama dan terus mengalami penurunan. Fluktuasi ini disebabkan oleh kondisi arus dan efektivitas cahaya lampu yang digunakan. Kondisi berbeda ditunjukkan untuk teri Stolehous sp yang tertangkap setelah tengah malam. Hasil tangkapan setelah tengah malam memiliki pola yang sedikit berbeda dengan sebelum tengah malam. Setelah tengah malam, ikan teri memiliki kecenderungan meningkat dengan sedikit fluktuasi sejak awal kondisi semi terang pertama hingga awal bulan terang. Selanjutnya pada pertengahan hingga akhir bulan terang hasil tangkapan cenderung konstan. Bila digabungkan antara tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan teri Stolephorus sp pada kondisi semi terang pertama lebih banyak dengan kecenderungan tertangkap sebelum tengah malam. Kemudian hasil tangkapan teri Stolephorus sp berfluktuasi sejak bulan gelap hingga awal bulan terang kedua. Sedangkan pada kondisi bulan terang hasil tangkapan teri Stolephorus sp konstan. 58 2 Tembang Sardinella fimbriata - 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Hari Bulan R a ta -R a ta Ha si l T a ng ka pa B aga n gr am Sebelum Pukul 00.00 Setelah Pukul 00.00 Semi terang I Semi terang II Gelap Terang Gambar 24 Rata-rata total tangkapan tembang Sardinella fimbriata selama ujicoba. Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan tembang Sardinella fimbriata sebelum tengah malam lebih banyak tertangkap pada awal kondisi semi terang pertama dan terus mengalami penurunan hingga hilang pada pertengahan bulan gelap. Kemudian tembang Sardinella fimbriata tertangkap kembali pada semi terang kedua hingga awal bulan terang atau purnama. Tangkapan tembang Sardinella fimbriata setelah tengah malam memiliki pola berbeda dengan tangkapan sebelum tengah malam. Tangkapan tembang Sardinella fimbriata pada awal semi terang pertama hingga awal bulan gelap mengalami penurunan, namun meningkat drastis pada pertengahan bulan gelap dan berfluktuasi pada kondisi semi terang kedua serta konstan pada kondisi bulan terang. Bila digabungkan antara tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan tembang Sardinella fimbriata lebih banyak tertangkap pada kondisi semi terang pertama dan bulan gelap. Sedangkan pada kondisi semi terang kedua cenderung berfluktuasi serta konstan pada saat bulan terang. 59 3 Kembung Rastrelliger spp - 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Hari Bulan R a ta -R a ta Ha si l T a ng ka pa B aga n gr am Sebelum Pukul 00.00 Setelah Pukul 00.00 Semi terang I Semi terang II Gelap Terang Gambar 25 Rata-rata total tangkapan kembung Rastrelliger sp selama ujicoba. Hasil tangkapan kembung Rastrelliger sp yang disajikan pada Gambar 25 menunjukkan kondisi yang sangat berbeda dengan hasil tangkapan lainnya, dimana ikan kembung Rastrelliger sp hanya tertangkap pada saat-saat tertentu saja selama ujicoba penangkapan. Secara keseluruhan hasil tangkapan kembung Rastrelliger sp lebih banyak tertangkap setelah tengah malam, dengan periode waktu tertangkap berada pada pertengahan bulan gelap.

5.1.7 Perubahan bobot hasil tangkapan ikan demersal dominan terhadap waktu

penangkapan Hasil tangkapan ikan demersal hanya digambarkan untuk tiga jenis ikan dominan yaitu pepetek Leiognathus sp, cumi-cumi Loligo sp dan manyung Arius thalassinus . Hasil pengamatan terhadap hasil tangkapan masing-masing spesies dimaksud disajikan pada Gambar 26, 27 dan 28. 60 1 Pepetek Leiognathus sp - 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Hari Bulan R a ta -R a ta Ha si l T a ng ka pa B aga n gr am Sebelum Pukul 00.00 Setelah Pukul 00.00 Semi terang I Semi terang II Gelap Terang Gambar 26 Rata-rata total tangkapan pepetek Leiognathus sp selama ujicoba. Pepetek Leiognathus sp selama penelitian selalu tertangkap, walaupun dengan jumlah yang berbeda setiap harinya. Tangkapan pepetek Leiognathus sp sebelum tengah malam jumlahnya sedikit dan berfluktuasi, bahkan untuk hari-hari tertentu seperti pada akhir bulan gelap dan awal-awal bulan terang ikan ini tidak tertangkap. Pada Gambar 26 juga dapat dilihat bahwa hasil tangkapan pepetek Leiognathus sp selepas tengah malam cenderung meningkat sejak semi terang pertama hingga pertengahan bulan gelap kemudian menurun kembali pada akhir bulan gelap. Setelah itu, hasil tangkapan tembang meningkat kembali pada semi terang kedua dan puncaknya terjadi pada awal bulan terang, kemudian menurun hingga konstan hingga akhir purnama. Secara umum total hasil tangkapan pepetek Leiognathus sp lebih banyak tertangkap setelah tengah malam dengan periode waktu tertangkap berada pada pertengahan bulan gelap hingga awal-awal bulan terang. 61 2 Cumi Loligo sp - 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Hari Bulan Ra ta -Ra ta H a si l T a n g ka p a B a gan gr am Sebelum Pukul 00.00 Setelah Pukul 00.00 Semi terang I Semi terang II Gelap Terang Gambar 27 Rata-rata total tangkapan cumi Loligo sp selama ujicoba. Cumi Loligo sp merupakan jenis ikan demersal yang cukup dominan selama ujicoba penangkapan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 27, dimana hasil tangkapan cumi hampir ada setiap hari kecuali hari ke-14 atau 8 Juli 2009. Secara keseluruhan hasil tangkapan cumi Loligo sp lebih banyak tertangkap setelah tengah malam, dengan periode tertangkap berada pada kondisi bulan semi terang baik pertama maupun kedua. Tidak tertangkapnya cumi pada hari ke-14 karena pada saat itu merupakan kondisi purnama penuh dan wilayah disekitar bagan cukup terang. Oleh karena itu, tidak ada cumi yang tertangkap karena secara biologis cumi lebih menyenangi daerah dengan tingkat pencahayaan redup Gunarso, 1985. Pendapat Gunarso 1985 ini dapat dibuktikan dengan banyaknya cumi yang tertangkap pada kondisi semi terang baik pertama maupun kedua. 62 3 Manyung Arius thalassinus - 100 200 300 400 500 600 700 800 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Hari Bulan R a ta -R a ta Ha si l T a ng ka pa B aga n gr am Sebelum Pukul 00.00 Setelah Pukul 00.00 Semi terang I Semi terang II Gelap Terang Gambar 28 Rata-rata total tangkapan manyung Arius thalassinus selama ujicoba. Manyung Arius thalassinus adalah jenis ketiga yang juga mendominasi hasil tangkapan ikan demersal selama penelitian, namum ikan ini hanya tertangkap sesekali saja. Pada Gambar 28 dapat dilihat bahwa manyung Arius thalassinus tertangkap hanya pada kondisi semi terang dan terang saja. Pada kondisi semi terang manyung Arius thalassinus lebih banyak tertangkap sebelum tengah malam sedangkan pada kondisi bulan terang manyung Arius thalassinus tertangkap setelah tengah malam.

5.1.8 Hubungan hari bulan dengan hasil tangkapan

1 Tangkapan total Untuk mengetahui hubungan antara hari bulan dengan hasil tangkapan maka dilakukan analisis dengan Rancangam Acak Lengkap RAL faktorial. Pengaruh hari bulan dan waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan dapat dilihat dari hasil ANOVA. Hasil analisis ANOVA seperti ditunjukkan pada Tabel 12. 63 Tabel 12 Hasil analisis ANOVA hasil tangkapan total Sumber Keragaman JK db KT F Sig Hari bulan 42591,59 2 21295,8 8,5027 0,0012 Waktu penangkapan 25124,75 1 25124,75 10,0315 0,0035 Hari bulan Waktu penangkapan 31926,2 2 15963,1 6,37358 0,0049 Sisa 75137,21 30 2504,574 Total 174779,8 36 Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa hari bulan memberikan pengaruh yang nyata terhadap total hasil tangkapan, hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang lebih kecil dari nilai taraf nyata 0,05. Oleh karena itu, perbedaan pengoperasian bagan berdasarkan hari bulan memberikan perbedaan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Apabila dilihat berdasarkan nilai rata-rata hari bulan penangkapan maka hari bulan penangkapan yang menghasilkan jumlah tangkapan terbesar adalah pada hari bulan semi terang dengan rata-rata tangkapan sebesar 144,27 kg dan hasil tangkapan paling rendah terjadi pada bulan terang dengan jumlah tangkapan sebesar 62,22 kg. Berdasarkan hasil analisis ANOVA di atas, belum tergambar waktu penangkapan terbaik untuk tiga kelompok waktu gelap, semi terang dan terang, maka untuk memperoleh waktu terbaik perlu dilakukan uji lanjutan terhadap hasil uji pada Tabel 12. Uji lanjut yang digunakan adalah Uji Tukey HSD dengan menggunakan perangkat lunak software SPSS 14. Pada Tabel 13 disajikan hasil uji Tukey dimana hasilnya menunjukkan bahwa hasil tangkapan antara bulan gelap dan bulan semi terang tidak berbeda nyata. Hal ini dapat disimpulkan dari nilai sig 0,05. Sementara itu, hasil tangkapan antara bulan gelap dan bulan terang, serta bulan semi terang dan terang menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Artinya, pada bulan terang tidak direkomendasikan untuk melakukan operasi penangkapan. Sementara untuk bulan gelap dan semi terang masih direkomendasikan untuk dilakukannya operasi penangkapan bagan di lokasi penelitian. 64 Tabel 13 Hasil uji Tukey untuk faktor hari bulan I Hari Bulan J Hari Bulan Mean Difference I-J Std. Error Sig. Semi Terang -24,4038 20,43108 0,466 Gelap Terang 57,6357 20,43108 0,022 Gelap 24,4038 20,43108 0,466 Semi Terang Terang 82,0395 20,43108 0,001 Gelap -57,6357 20,43108 0,022 Terang Semi Terang -82,0395 20,43108 0,001 Sementara itu, berdasarkan waktu penangkapan bagan dapat dilihat bahwa faktor waktu penangkapan juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan bagan. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value yang lebih kecil dari 0,05. Waktu penangkapan terbaik adalah setelah pukul 00.00 WIB dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 135,20 kg sementara rata-rata hasil tangkapan pada waktu sebelum pukul 00.00 WIB adalah sebesar 82,3679 kg. Oleh karena itu, waktu yang direkomendasikan untuk menangkap ikan menggunakan bagan tancap baik pada saat bulan gelap atau semi terang adalah setelah tengah malam. Penentuan waktu terbaik tidak perlu dilakukan dengan menggunakan uji lanjut karena faktornya hanya dua jenis. Hari bulan dan waktu penangkapan memiliki interaksi yang positif dimana kombinasi keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan bagan. Apabila merujuk pada rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh, waktu penangkapan yang ideal adalah pada kondisi bulan gelap dan dilakukan seletah pukul 00.00 WIB setelah tengah malam karena menghasilkan rata-rata total tangkapan sebesar 186,1843 kg. 65 Tabel 14 Rata-rata hasil tangkapan total berdasarkan waktu penangkapan dan hari bulan kg Hari Bulan Waktu Penangkapan Rata-rata Std. Deviasi N Sebelum Pukul 00.00 53,5419 15,76517 6 Setelah Pukul 00.00 186,1843 103,01225 6 Gelap Total 119,8631 98,66487 12 Sebelum Pukul 00.00 149,4650 29,29114 6 Setelah Pukul 00.00 139,0689 35,67015 6 Semi Terang Total 144,2670 31,58810 12 Sebelum Pukul 00.00 44,0967 26,00288 6 Setelah Pukul 00.00 80,3583 36,89036 6 Terang Total 62,2275 35,84049 12 Sebelum Pukul 00.00 82,3679 54,06922 18 Setelah Pukul 00.00 135,2038 76,67956 18 Total Total 108,7859 70,66617 36 2 Tangkapan ikan pelagis Hasil analisis terhadap tangkapan ikan pelagis selama penelitian menunjukkan bahwa faktor perbedaan waktu pengoperasian dan hari bulan memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan bagan. Begitu pula dengan interaksi kedua faktor tersebut. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig yang lebih kecil dari α sig 0,05 untuk masing-masing faktor yang dianalisis seperti ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil ANOVA untuk ikan pelagis Sumber Keragaman JK db KT F Sig Hari bulan 34441,026 2 17220,513 7,543 0,002 Waktu penangkapan 16868,569 1 16868,569 7,389 0,011 Hari bulan Waktu penangkapan 31932,502 2 15966,251 6,994 0,003 Sisa 68487,051 30 228,.902 Total 483404,868 36 66 Berdasarkan hasil analisis ANOVA tersebut, maka diperlukan uji lanjutan terhadap faktor hari bulan untuk mengetahui periode bulan yang memiliki perbedaan pengaruh terhadap hasil tangkapan dengan menggunakan uji Tukey. Seperti halnya pada hasil analisis terhadap hasil tangkapan total, pengaruh perbedaan periode bulan gelap dan semi terang tidak berbeda nyata terhadap hasil tangkapan ikan pelagis. Sementara itu, hasil tangkapan periode bulan semi terang dan terang serta bulan terang dan gelap memiliki pengaruh yang berbeda nyata. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka periode bulan terbaik untuk melakukan penangkapan ikan pelagis adalah pada saat periode bulan gelap dan semi terang dimana hasil tangkapan rata- rata pada periode bulan gelap adalah 106,7904 kg dan pada bulan semi terang sebesar 127,2911 kg. Sementara itu, untuk mengetahui waktu penangkapan terbaik tidak dapat dilakukan uji Tukey mengingat jumlah faktornya hanya dua jenis. Oleh karena itu, waktu penangkapan yang terbaik adalah setelah tengah malam dengan rata-rata tangkapan sebesar 117,6320 kg. Tabel 16 Hasil uji Tukey untuk faktor hari bulan I Hari Bulan J Hari Bulan Mean Difference I-J Std. Error Sig. Semi Terang -20,5007 19,50599 0,551 Gelap Terang 52,9154 19,50599 0,029 Gelap 20,5007 19,50599 0,551 Semi Terang Terang 73,4162 19,50599 0,002 Gelap -52,9154 19,50599 0,029 Terang Semi Terang -73,4162 19,50599 0,002 Interaksi antara hari bulan dan waktu penangkapan juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil tangkapan dimana kombinasi yang menghasilkan rata-rata hasil tangkapan tertinggi adalah pada saat bulan gelap dan dilakukan setelah tengah malam dengan rata-rata tangkapan sebesar 168,1388 kg seperti ditunjukkan pada Tabel 17. 67 Tabel 17 Rata-rata hasil tangkapan total berdasarkan waktu penangkapan dan hari bulan kg Hari Bulan Waktu Penangkapan Mean Std. Deviasi N Sebelum Pukul 00.00 45,4419 11,19832 6 Setelah Pukul 00.00 168,1388 101,44804 6 Gelap Total 106,7904 94,02568 12 Sebelum Pukul 00.00 137,6750 23,34781 6 Setelah Pukul 00.00 116,9073 32,29054 6 Semi Terang Total 127,2911 28,97161 12 Sebelum Pukul 00.00 39,9000 24,49276 6 Setelah Pukul 00.00 67,8499 33,05465 6 Terang Total 53,8750 31,34285 12 Sebelum Pukul 00.00 74,3390 50,02781 18 Setelah Pukul 00.00 117,6320 73,68985 18 Total Total 95,9855 65,84162 36 Ikan pelagis yang mendominasi hasil tangkapan selama ujicoba penangkapan adalah ikan teri, kembung dan tembang. Untuk mengetahui pengaruh hari bulan dan waktu penangkapan terhadap bobot hasil tangkapan ketiga jenis ikan tersebut, maka dilakukan analisis ANOVA dan uji Tukey untuk faktor yang berbeda nyata. Hasil analisis terhadap faktor-faktor tersebut ditunjukkan pada Tabel 18. Pada ikan teri, faktor hari bulan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bobot hasil tangkapan. Tetapi faktor waktu penangkapan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Sementara itu, interaksi antara waktu penangkapan dan hari bulan juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil tangkapan ikan teri. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig yang menjadi pedoman pengambilan keputusan dimana nilainya lebih kecil dari α sig 0,05. Pada ikan tembang, faktor yang memberikan pengaruh nyata terhadap hasil tangkapan adalah waktu penangkapan dengan nilai sig = 0,033. Sementara faktor hari bulan dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyara terhadap bobot hasil tangkapan. Kemudian untuk 68 hasil tangkapan kembung, kedua faktor hari bulan dan waktu penangkapan tidak memberikan pengaruh yang berbeda dan kedua faktor tersebut juga tidak saling berinteraksi. Tabel 18 Hasil analisis ANOVA untuk ikan teri, tembang dan kembung Sumber Keragaman JK db KT F Sig Ikan Teri Hari bulan 19428,775 2 9714,388 22,602 0,000 Waktu penangkapan 1542,336 1 1542,336 3,588 0,068 Hari bulan Waktu penangkapan 12846,969 2 6423,484 14,945 0,000 Sisa 12894,169 30 429,806 Total 195721,051 36 Ikan Tembang Hari bulan 3035,871 2 1517,936 3,170 0,056 Waktu penangkapan 2400,633 1 2400,633 5,014 0,033 Hari bulan Waktu penangkapan 1684,918 2 842,459 1,760 0,189 Sisa 14363,507 30 478,784 Total 35421,341 36 Ikan Kembung Hari bulan 145,311 2 72,656 1,605 0,218 Waktu penangkapan 101,522 1 101,522 2,242 0,145 Hari bulan Waktu penangkapan 37,546 2 18,773 0,415 0,664 Sisa 1358,416 30 45,281 Total 1923,219 36 Berdasarkan hasil uji Tukey seperti pada Tabel 19 menunjukkan bahwa, kombinasi waktu pengoperasian bagan terhadap hari bulan bulan gelap, semi terang dan terang seluruhnya memberikan pengaruh yang berbeda nyata untuk ikan teri. Oleh karena itu, untuk mengetahui waktu penangkapan terbaik ikan teri dapat dilakukan dengan membandingkan rata-rata bobot hasil tangkapan pada masing- masing periode bulan tersebut. Sementara untuk ikan tembang, uji Tukey tidak dapat dilakukan karena faktor yang berpengaruh nyata hanya terdiri atas 2 taraf waktu penangkapan sedangkan untuk bobot hasil tangkapan ikan kembung tidak dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut. 69 Tabel 19 Hasil uji Tukey faktor hari bulan untuk ikan teri I Hari Bulan J Hari Bulan Mean Difference I-J Std. Error Sig. Semi Terang -27,5663 8,46370 0,008 Gelap Terang 29,3292 8,46370 0,004 Gelap 27,5663 8,46370 0,008 Semi Terang Terang 56,8955 8,46370 0,000 Gelap -29,3292 8,46370 0,004 Terang Semi Terang -56,8955 8,46370 0,000 Untuk mengetahui waktu yang lebih baik untuk melakukan penangkapan ikan teri, kembung dan tembang maka dapat dilakukan dengan melihat rata-rata bobot hasil tangkapan yang diperoleh. Untuk ikan teri, hasil tangkapan rata-rata tertinggi adalah pada saat pengoperasian bulan semi terang sebelum pukul 00.00 WIB yaitu sebesar 107,7917 kg. Hasil tangkapan tertinggi untuk ikan tembang adalah pada saat pengoperasian hari bulan gelap setelah pukul 00.00 WIB dengan rata-rata bobot hasil tangkapan sebesar 42,4550 kg. Hasil analisis ANOVA untuk ikan kembung menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh hari bulan dan waktu operasi terhadap hasil tangkapan. Hal ini disebabkan oleh sebaran data rata-rata bobot tangkapan yang relatif seragam. Hasil tangkapan tertinggi adalah pada saat hari bulan gelap dan pengoperasian setelah pukul 00.00 WIB dengan rata-rata bobot hasil tangkapan sebesar 8,6642 kg. 70 Tabel 20 Rata-rata bobot hasil tangkapan ikan teri, kembung dan tembang selama penelitian Ikan Teri Kembung Tembang Hari Bulan Waktu Penangkapan Rata-rata Std. Deviasi Rata-rata Std. Deviasi Rata-rata Std. Deviasi N Sebelum Pukul 00.00 34,1387 8,69 2,4383 3,59 7,0687 4,14 6 Setelah Pukul 00.00 95,7088 18,66 8,6642 15,45 42,4550 49,88 6 Gelap Total 64,9238 35,02 5,5513 11,18 24,7618 38,48 12 Sebelum Pukul 00.00 107,7917 21,40 0,8800 1,39 22,6187 7,24 6 Setelah Pukul 00.00 77,1883 29,29 3,1083 4,03 32,3428 16,24 6 Semi Terang Total 92,4900 29,22 1,9942 3,10 27,4807 13,02 12 Sebelum Pukul 00.00 31,4417 19,47 0,0167 0,04 4,8408 4,75 6 Setelah Pukul 00.00 39,7474 21,44 1,6383 1,40 8,7267 5,32 6 Terang Total 35,5945 20,00 0,8275 1,27 6,7837 5,22 12 Sebelum Pukul 00.00 57,7907 39,92 1,1117 2,33 11,5094 9,66 18 Setelah Pukul 00.00 70,8815 32,61 4,4703 9,23 27,8415 32,08 18 Total Total 64,3361 36,53 2,7910 6,85 19,6754 24,78 36 3 Tangkapan ikan demersal Ikan demersal yang tertangkap oleh bagan disebabkan oleh dua faktor, yaitu tertarik oleh cahaya dan tertarik oleh mangsa yang berkumpul di sekitar area penyinaran lampu bagan. Dalam kasus kedua, ikan cenderung berkumpul disekitar bagan untuk mencari makanan. Berdasarkan hasil analsis ANOVA terhadap faktor hari bulan dan waktu penangkapan, hasil tangkapan ikan demersal hanya dipengaruhi oleh faktor waktu penangkapan yang dapat dilihat melalui nilai sig 0,05. Penyebabnya antara lain karena sebagian besar ikan yang tertangkap bertujuan mencari makan, sehingga ketika lewat tengah malam mangsa yang berkumpul di sekitar bagan sudah cukup banyak. Ikan demersal pun kemudian bergerak ke permukaan untuk menemukan makanan dan tertangkap pada bagan. 71 Tabel 21 Hasil ANOVA untuk ikan demersal Sumber Keragaman JK db KT F Sig Hari bulan 447,507 2 223,753 1,574 0,224 Waktu penangkapan 819,610 1 819,610 5,764 0,023 Hari bulan Waktu penangkapan 7,095 2 3,547 0,025 0,975 Sisa 4265,562 30 142,185 Total 11438,346 36 Berdasarkan rata-rata bobot hasil tangkapan dapat disimpulkan bahwa waktu pengoperasian yang ideal adalah setelah tengah malam karena menghasilkan rata-rata hasil tangkapan tertinggi sebesar 17,5718 kg. Sementara untuk hari bulan yang paling produktif adalah pada kondisi bulan semi terang dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 16,9758 kg. Tabel 22 Rata-rata hasil tangkapan bagan berdasarkan hari bulan dan waktu penangkapan Hari Bulan Waktu Penangkapan Rata-rata Std. Deviasi N Sebelum Pukul 00.00 8,1000 5,60340 6 Setelah Pukul 00.00 18,0455 11,09358 6 Gelap Total 13,0728 9,85839 12 Sebelum Pukul 00.00 11,7900 12,66549 6 Setelah Pukul 00.00 22,1617 20,51815 6 Semi Terang Total 16,9758 17,13519 12 Sebelum Pukul 00.00 4,1967 4,63055 6 Setelah Pukul 00.00 12,5083 9,78752 6 Terang Total 8,3525 8,49299 12 Sebelum Pukul 00.00 8,0289 8,53814 18 Setelah Pukul 00.00 17,5718 14,30933 18 Total Total 12,8004 12,58091 36 72 Tabel 23 Hasil analisis ANOVA untuk ikan pepetek, cumi-cumi dan ikan manyung Sumber Keragaman JK db KT F Sig Ikan Pepetek Hari bulan 189,471 2 94,735 0,872 0,428 Waktu penangkapan 672,711 1 672,711 6,193 0,019 Hari bulan Waktu penangkapan 30,222 2 15,111 0,139 0,871 Sisa 3258,719 30 108,624 Total 7192,461 36 Cumi-cumi Hari bulan 34,308 2 17,154 2,264 0,121 Waktu penangkapan 0,001 1 ,001 0,000 0,992 Hari bulan Waktu penangkapan 15,425 2 7,713 1,018 0,373 Sisa 227,278 30 7,576 Total 447,676 36 Ikan Manyung Hari bulan 0,638 2 0,319 0,960 0,394 Waktu penangkapan 0,159 1 0,159 0,478 0,495 Hari bulan Waktu penangkapan 0,369 2 0,184 0,555 0,580 Sisa 9,960 30 0,332 Total 12,406 36 Hasil analisis ANOVA untuk ikan demersal dominan yaitu ikan pepetek, cumi- cumi dan ikan manyung menunjukkan bahwa faktor hari bulan dan waktu penangkapan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata kecuali pada ikan pepetek. Pada ikan pepetek, waktu penangkapan yang memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap hasil tangkapan sehingga waktu penangkapan ideal untuk penangkapan ikan pepetek adalah pada bulan gelap atau semi terang dan setelah lewat tengah malam. Hal ini didasarkan pada rata-rata hasil tangkapan tertinggi dimana pada bulan gelap diperoleh ikan pepetek sebesar 14,498 kg dan pada bulan semi terang 16,2183 kg. 73 Tabel 24 Rata-rata hasil tangkapan ikan pepetek, cumi-cumi dan ikan manyung berdasarkan hari bulan dan waktu penangkapan Ikan Pepetek Cumi-cumi Ikan Manyung Hari Bulan Waktu Penangkapan Rata-rata Std. Deviasi Rata-rata Std. Deviasi Rata-rata Std. Deviasi N Sebelum Pukul 00.00 3,4258 2,34 4,0300 5,83 0,0333 0,08 6 Setelah Pukul 00.00 14,4983 10,17 2,2388 1,05 0,0000 0,00 6 Gelap Total 8,9621 9,11 3,1344 4,10 0,0167 0,06 12 Sebelum Pukul 00.00 7,9992 11,99 1,9192 1,96 0,5483 1,18 6 Setelah Pukul 00.00 16,2183 17,48 3,2017 2,38 0,1333 0,28 6 Semi Terang Total 12,1087 14,92 2,5604 2,18 0,3408 0,85 12 Sebelum Pukul 00.00 3,1808 4,48 0,5683 0,41 0,1833 0,45 6 Setelah Pukul 00.00 9,8258 8,56 1,1058 0,85 0,2333 0,55 6 Terang Total 6,5033 7,38 0,8371 0,69 0,2083 0,48 12 Sebelum Pukul 00.00 4,8686 7,41 2,1725 3,65 0,2550 0,72 18 Setelah Pukul 00.00 13,5142 12,23 2,1821 1,72 0,1222 0,35 18 Total Total 9,1914 10,89 2,1773 2,81 0,1886 0,56 36 Hari bulan gelap atau semi terang dan waktu penangkapan setelah tengah malam memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil tangkapan. Penggunaan cahaya lampu akan lebih efektif apabila suasanacuaca pada saat operasi penangkapan dilakukan gelap gulita. Oleh karena itu, intensitas penangkapan ikan menggunakan bagan sebaiknya lebih ditingkatkan pada waktu-waktu tersebut.

5.1.9 Periode kemunculan bulan

Cahaya bagi kegiatan penangkapan dengan menggunakan bagan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kedatangan ikan. Selama penelitian intentitas cahaya bulan setiap harinya berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan adanya pergeseran kemunculan bulan selama satu bulan akibat adanya pergerakan rotasi dan revolusi bulan terhadap bumi. Pada Tabel 25 disajikan perubahan kemunculan bulan selama satu periode satu bulan, dimana pada tanggal 21-23 juni 2009 atau bertepatan dengan hari ke-26 sampai ke-28 siklus bulan, bulan tidak muncul. Hal ini 74 disebabkan pada hari-hari tersebut merupakan kondisi bulan gelap atau akhir siklus bulan. Sebaliknya pada tanggal 5-9 Juli 2009 atau bertepatan dengan ke-12 hingga ke-15 siklus bulan, bulan muncul sejak sore hingga pagi hari, kondisi ini sering disebut bulan terang purnama. Pada Tabel 25 juga diperoleh suatu pola kemunculan yaitu bulan gelap, semi terang dan terang. Bulan gelap terjadi apabila bulan hanya muncul dengan periode kemunculan hanya berkisar antara 0-4 jam. Semi terang adalah kondisi dimana bulan hanya muncul dengan kisaran waktu kemunculan antara 4,5-8 jam. sedangkan bulan gelap adalah kondisi bulan yang muncul dengan kisaran waktu kemunculan antara 8,5-12,5 jam. Pada kondisi semi terang pertama kemunculan bulan terjadi setelah tengah malam, artinya pada kondisi semi terang pertama wilayah perairan sebelum tengah malam gelap atau sering disebut gelap sore. Sedangkan pada semi terang kedua bulan muncul sebelum tengah malam, oleh karena itu nelayan sering menyebut kondisi ini sebagai gelap pagi karena kondisi perairan setelah tengah malam cenderung gelap. 75 Tabel 25 Kemunculan bulan selama penelitian Hari Bulan Tanggal Kemunculan Bulan Durasi Jam Ket Hari Bulan Tanggal Kemunculan Bulan Durasi Jam Ket 18 13-Jun-09 23.00- 07.00 8 ST-I 4 28-Jun-09 17.30-21.00 4,5 ST-II 19 14-Jun-09 00.00-07.00 7 ST-I 5 29-Jun-09 17.00-22.00 5 ST-II 20 15-Jun-09 00.30-07.00 6,5 ST-I 6 30-Jun-09 17.00-00.30 7,5 ST-II 21 16-Jun-09 01.30-07.00 5,5 ST-I 7 01-Jul-09 17.00-23.30 6,5 ST-II 22 17-Jun-09 02.30-07.00 4,5 ST-I 8 02-Jul-09 17.00-23.00 6 ST-II 23 18-Jun-09 04.30-07.00 2,5 G 9 03-Jul-09 18.30-03.00 8,5 T 24 19-Jun-09 04.30-07,00 2,5 G 10 04-Jul-09 16.30-03.30 9 T 25 20-Jun-09 04.30-07.00 2,5 G 11 05-Jul-09 16.30-05.00 11,5 T 26 21-Jun-09 - G 12 06-Jul-09 16.30-06.00 12,5 T 27 22-Jun-09 - G 13 07-Jul-09 16.30-06.00 12,5 T 28 23-Jun-09 - G 14 08-Jul-09 16.30-06.00 12,5 T 29 24-Jun-09 18.00-19.00 1 G 15 09-Jul-09 16.30-06.00 12,5 T 1 25-Jun-09 17.30-20.00 3,5 G 16 10-Jul-09 20.30-07.00 9,5 T 2 26-Jun-09 17.30-20.15 3,75 G 17 11-Jul-09 21.30-07.00 8,5 T 3 27-Jun-09 17.30-20.30 4 G Sumber : Data lapangan Keterangan : ST-I : Kondisi bulan Semi Terang pertama ST-II : Kondisi bulan Semi Terang kedua T : Kondisi bulan terang atau purnama G : Kondisi bulan gelap

5.1.10 Keragaan ekonomi unit penangkapan bagan tancap

Keragaan usaha penangkapan unit penangkapan bagan tancap di lokasi penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu, kelompok usaha nelayan bagan tancap yang memiliki kapal dan kelompok nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu. Setiap satu nelayan yang memiliki kapal atau perahu akan mengajak 8-10 orang nelayan tanpa perahu. Disini terjadi proses saling menguntungkan antara kelompok nelayan dimana nelayan tanpa perahu dan nelayan bagan yang memiliki perahu. Nelayan tanpa perahu akan diuntungkan karena kelompok ini memperoleh transportasi dari fishing base ke fishing ground maupun sebaliknya, sedangkan 76 nelayan pemiliki perahu akan mendapat imbalan berupa pendapatan sebesar 15 dari tangkapan setiap nelayan tanpa perahu sebagai pengganti biaya transportasi. Berdasarkan struktur usaha yang dijalankan oleh kedua kelompok nelayan ini, maka sudah jelas terdapat perbedaan baik dari sisi biaya investasi, biaya oprasional, maupun biaya variabel serta keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha. 1 Biaya investasi Investasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk membeli barang-barang yang diperlukan dalam melaksanakan suatu unit usaha. Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang, kegiatan usaha penangkapan dengan menggunakan bagan tancap memerlukan biaya investasi yang tidak begitu besar. Biaya tersebut digunakan untuk pengadaan kapal, mesin kapal, bangunan bagan, petromaks, serok dan keranjang bagan. Khusus untuk nelayan bagan tancap tanpa perahu tidak menginvestasikan dananya untuk pengadaan kapal dan mesin kapal. Pada Tabel 26 disajikan komponen investasi usaha penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang. Biaya investasi antara kedua jenis usaha tersebut memperlihatkan adanya suatu ketimpangan, dimana bagan tancap dengan menggunakan perahu sebesar Rp 39.960.000 sedangkan nelayan bagan tanpa perahu hanya memerlukan biaya sebesar Rp 3.510.000. Perbedaan besarnya biaya investasi antara kedua jenis usaha ini disebabkan nelayan bagan ini tidak menginvestasikan dananya untuk pembelian kapal dan kelengkapanya. Rincian biaya investasi usaha penangkapan dengan bagan tancap disajikan pada Tabel 26. 77 Tabel 26 Biaya investasi perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang Kelompok Nelayan No Jenis Investasi Jumlah Harga Bagan Tancap A Bagan Tancap B 1 Kapal 1 30.000.000 30.000.000 2 Mesin 1 6.450.000 6.450.000 3 Bangunan bagan 1 3.000.000 3.000.000 3.000.000 4 Petromaks 4 90.000 360.000 360.000 5 Serok 1 60.000 60.000 60.000 6 Keranjang 10 9.000 90.000 90.000 TOTAL 39.960.000 3.510.000 Sumber : Olahan data lapangan 2009 Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi bagi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal. 2 Biaya tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap tidak tergantung pada perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan tingkat pengeluaran atau produk dalam interval waktu tertentu. Biaya tersebut harus tetap dikeluarkan sekalipun kegiatan operasi penangkapan tidak dilakukan Soeharto, 1999. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan selama satu tahun 12 bulan, walaupun pada kenyataanya nelayan hanya melaut atau oprasional selama 10 bulan dalam satu tahunnya. Biaya tetap usaha perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang digunakan untuk pengeluaran penyusutan dan pemeliharan komponen investasi. Biaya tetap kelompok nelayan bagan tancap yang memiliki perahu secara keseluruhan adalah Rp 11.010.000 biaya ini digunakan pemeliharaan dan perhitungan penyusutan kapal, mesin kapal, bagan, petromaks, serok dan keranjang. Sedangakan biaya tetap nelayan bagan tancap tanpa perahu hanya berjumlah Rp 5.040.000 dimana biaya tersebut digunakan untuk pemeliharaan dan perhitungan penyusutan bagan, petromaks, serok dan keranjang. Biaya tetap kegiatan penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang disajikan pada Tabel 27. 78 Tabel 27 Biaya tetap pengoperasian unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang Biaya Tetap Per Tahun No Jenis Biaya Tetap Bagan Tancap A Bagan Tancap B 1 Penyusutan Kapal 3.000.000 - 2 Penyusutan Mesin 1.290.000 - 3 Penyusutan Bagan 3.000.000 3.000.000 4 Penyusutan Petromaks 72.000 72.000 5 Penyusutan Serok 60.000 60.000 6 Penyusutan Keranjang 90.000 90.000 8 Perawatan Kapal 1.200.000 - 9 Perawatan Mesin 480.000 - 10 Perawatan Bagan 516.000 516.000 11 Perawatan Petromaks 1.290.000 1.290.000 12 Perawatan Serok 3.000 3.000 13 Perawatan Kerajang 9.000 9.000 Total 11.010.000 5.040.000 Sumber : Olahan data lapangan 2009 Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi bagi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal. 3 Biaya variabel Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya mengalami perubahan sesuai dengan tingkat produksi yang dilakukan Soeharto, 1999. Biaya variabel usaha perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang dihitung selama 10 bulan dalam satu tahun. Hal ini dilakukan mengingat nelayan bagan tancap umumnya tidak melaut selama 2 bulan yaitu bulan Januari dan Februari, karena biasanya kondisi laut pada bulan-bulan tersebut tidak mendukung untuk kegiatan penangkapan. Biaya variabel perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kelompok nelayannya. Biaya variabel kedua kelompok nelayan ini berbeda di beberapa komponen, sehingga besarannya pun berbeda satu dengan yang lainnya. 79 Biaya variabel kelompok nelayan bagan tancap dengan perahu selama satu tahun 10 bulan operasi berjumlah Rp 24.496.380. Biaya ini digunakan untuk pemenuhan BBM kapal, minyak untuk petromaks, perbekalan melaut, tambat labuh, bongkar muat, dan retribusi hasil tangkapan. Sedangkan biaya variabel kelompok nelayan tanpa perahu selama satu tahun 10 bulan operasi berjumlah Rp 34.653.380. Biaya varibel ini terbagi menjadi empat kelompok belanja yaitu minyak untuk lampu petromaks, perbekalan melaut, ongkos ojek perahu dan retribusi hasil tangkapan. Rician biaya variabel kegiatan penangkapan dengan menggunakan bagan tancap di Kabupaten Serang disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Biaya variabel pengoperasian unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang Biaya Tetap Per Tahun No Jenis Biaya Variabel Bagan Tancap A Bagan Tancap B 1 BBM kapal 3.540.000 2 Minyak untuk lampu petromaks 8.250.000 8.250.000 3 Perbekalan Melaut 4.410.000 4.410.000 4 Tambat labuh dan bongkar muat 900.000 900.000 5 Ongkos ojek perahu 13.697.000 6 Retribusi 7.396.380 7.396.380 TOTAL 24.496.380 34.653.380 Sumber : Olahan data lapangan 2009 Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi bagi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal. 4 Pendapatan dan karakteristik usaha Perhitungan pendapatan kegiatan usaha penangkapan dilakukan dengan mengkombinasikan hasil wawancara dan hasil tangkapan selama ujicoba 13 Juni sampai 11 Juli 2009, kemudian data hasil ujicoba dikonversi dan disesuai dengan data hasil wawancara. Berdasarkan metode tersebut diperoleh kesamaan antara tingkat pendapatan berdasarkan wawancaran dan hasil konversi pendapatan nelayan 80 selama ujicoba penangkapan hasil tangkapan x harga baik untuk musim puncak, sedang maupun paceklik. Formulasi yang digunakan untuk menghitung pendapatan yang didasarkan pada konversi hasil tangkapan bagan selama ujicoba adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan musim puncak dihitung sebesar 2 kali lipat 200 dari pendapatan musim sedang data sample hasil tangkapan selama ujicoba yang dikalikan dengan harga ikan di tingkat nelayan pada saat penelitian. 2. Pendapatan sedang sama dengan data sample hasil tangkapan yang dikalikan dengan harga di tingkat nelayan pada saat penelitian. 3. Pendapatan Paceklik dihitung sebesar 75 dari pendapatan musim data sample hasil tangkapan selama ujicoba yang dikalikan dengan harga ikan di tingkat nelayan pada saat penelitian. Perhitungan pendapatan juga sangat memperhatikan kondisi musin ikan selama satu tahun. Musim puncak terjadi selama 4 bulan April, Mei, Oktober, dan November, Musim sedang berlangsung kurang lebih selama 4 bulan Juni, Juli, Agustus, dan September dan sedangkan musim paceklik atau kondisi dimana nelayan masih melaut namun hasilnya minim terjadi selama 2 bulan yaitu pada bulan Maret dan Desember, kemudian pada bulan Januari dan Februari nelayan tidak melaut karena kondisi alam tidak memungkinkan akibat lingkungan yang fluktuatif dan tidak dapat diduga. Biasanya pada saat-saat demikian nelayan akan melakukan aktivitas sampingan di darat, baik sebagai buruh tani maupun buruh bangunan, dan aktivitas lainnya Berdasarkan batasan dan beberapa asumsi diatas maka diperoleh hasil bahwa tingkat pendapatan bersih yang diterima oleh nelayan bagan tancap pemiliki perahu selama satu tahun adalah Rp 53.248.000 atau sekitar Rp 4.437.333 per bulan. Bila dikelompokkan kedalam musim, maka pendapatan pada musim puncak adalah Rp 38.400.000 per musim atau Rp 9.600.000 per bulan. Musim sedang sebesar Rp 12.100.000 atau Rp 3.025.000 per bulan dan musim paceklik sebesar 2.758.000 atau sekitar Rp 1.390.000 per bulan Tabel 17. Besarnya pendapatan nelayan bagan 81 tancap yang memiliki perahu ini disebabkan dalam perhitungan diasumsikan nelayan tanpa perahu yang ikut dikapalnya selalu tetap selama satu tahun, sehingga pemiliki kapal akan selalu mendapat uang transportasi. Pendapatan bersih nelayan bagan tancap tanpa perahu selama satu tahun adalah sebesar Rp 13.815.000 atau sekitar Rp 1.151.250 per bulan. Bila dibagi per musim penangkapan maka, pendapatan nelayan selama satu tahun sebetulnya berfluktuasi. Pada musin puncak nelayan memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 15.032.000 per musin atau sekitar Rp 3.758.000 per bulan. Pada musim sedang nelayan memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 420.000 per musim atau Rp 105.000 per bulan. Sedangkan pada musim paceklik nelayan cenderung rugi karena pendapatan bersih mereka rugi sebesar Rp 1.620.000 atau rugi sebesar Rp 810.000 per bulan, walaupun cenderung merugi namun mereka tetap melaut Tabel 29 Usaha bagan tancap dengan perahu memiliki nilai RC sebesar 1,67 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 1,67 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,75 tahun atau kurang lebih 9 bulan. Hal berbeda terjadi pada nelayan bagan tancap tanpa perahu dimana, nilai RC sebesar 3,57 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 3,57 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,25 tahun atau kurang lebih 3 bulan. Bila dipandang dari prespektif usaha sebetulnya perikanan bagan tancap tanpa perahu lebih menguntungkan jika dibadingkan dengan nelayan bagan tancap yang memiliki perahu. Hal ini dapat dijelaskan dari nilai rasio pendapatan dan biaya RC serta nilai payback period usaha perikanan bagan tancap tanpa perahu, dimana nilai-nilai dimaksud lebih besar dibandingkan dengan perikanan bagan tancap dengan perahu. 82 Tabel 29 Parameter pendapatan usaha kegiatan penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang Jumlah No Parameter Usaha Bagan Tancap A Bagan Tancap B 1 Pendapatan bersih musim puncak 4 bulan 38.400.000 15.032.000 2 Pendapatan bersih musim sedang 4 bulan 12.100.000 420.000 3 Pendapatan bersih musim paceklik 2 bulan 2.758.000 -1.620.000 4 Pendapatan total 12 bulan 53.248.000 13.815.000 5 RC 1,67 3,569 6 PP 0,75 0,254 Sumber : Olahan data lapangan 2009 Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal. 5 Pendapatan per periode hari bulan Pendapatan nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang bila disimulasikan kedalam tiga kelompok waktu hari bulan yaitu periode bulan gelap, semi terang dan terang, maka secara keseluruhan terdapat perbedaan yang mencolok antara waktu tersebut. Rata-rata pendapatan nelayan bagan tancap yang memiliki perahu pada periode waktu gelap adalah Rp 1.721.000 atau Rp 172.100 per hari, pada periode waktu semi terang kondisinya lebih baik dimana pendapatan rata-rata sebesar Rp 2.422.000 atau Rp 242.200 per hari, dan pada periode terang pendapatan nelayan sangat minim dimana rata-rata pendapatan nelayan hanya sebesar Rp 525.000 atau Rp 52.500 per hari Tabel 30. Fluktuasi pendapatan juga terjadi pada usaha perikanan bagan tanpa perahu, dimana rata-rata pendapatan setiap harinya berbeda. Rata-rata pendapatan nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu pada periode waktu gelap hanya sebesar Rp 400.000 atau Rp 40.000 per hari, pada periode waktu semi terang kondisinya lebih baik dimana pendapatan rata-rata sebesar Rp 662.000 atau Rp 66.200 per hari, sedangkan pada periode terang nelayan cenderung merugi sebesar Rp 45.000 atau Rp 83 4.500 per hari. Pada Tabel 30 juga diperoleh suatu pemahaman bahwa pada operasi penangkapan pada periode terang tidak sepenuhnya mengakibatkan kerugian khusunya untuk nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu, karena periode terang pada musim puncak masih memberikan keuntungan sebesar Rp 491.000 per musin atau Rp 49.100 per hari. Tabel 30 Simulasi pendapatan nelayan bagan tancap per musim per periode hari bulan Per periode gelap 10 hari Per periode semi terang 10 hari Per periode terang 9-10 hari No Parameter Usaha Bagan Tancap A Bagan Tancap B Bagan Tancap A Bagan Tancap B Bagan Tancap A Bagan Tancap B 1 Musim Puncak 3.473.000 1374000 4.638.000 1.893.000,00 1.489.000 491.000 2 Musim Sedang 1.137.000 76000 1.684.000 252.000,00 204.000 223.000 3 Musim Paceklik 552.000 -249000 945.000 159.000,00 118.000 402.000 Rata-ratamusim pembulatan 1.720.667 1.721.000 400.333 400.000 2.422.333 2.422.000 662.000 662.000 525.000 525.000 44.667 45.000 Rata-ratahari Pembulatan 17.2067 17.2100 40.033 40.000 242.233 242200 66.200 66.200 5.2500 5.2500 4.467 4500 Sumber : Olahan data lapangan 2009 Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi nelayan bagan lainnya Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Komposisi hasil tangkapan

Bagan merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang bersifat fototaksis positif sehingga dalam pengoperasiannya diperlukan alat bantu penangkapan berupa cahaya. Penggunaan lampu petromaks ditujukan untuk menarik perhatian ikan sehingga berkumpul di daerah penangkapan dan selanjutnya tertangkap oleh jaring bagan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa hasil tangkapan ikan pelagis jauh lebih besar dari pada ikan demersal. Hal ini menunjukkan bahwa bagan merupakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis karena ikan pelagis cenderung memiliki sifat fototaksis positif Solario Jr, 2008. 84 Meskipun bagan ditujukan untuk menangkap kelompok ikan pelagis, namun pada kenyataannya ikan demersal juga ada yang tertangkap dengan persentase mencapai 11,77. Tertangkapnya ikan demersal oleh bagan dapat disebabkan oleh tingkah laku ikan demersal yang juga menyenangi cahaya maupun oleh tingkah laku ikan dalam menemukan makanan feeding habit. Berkumpulnya ikan-ikan pelagis seperti teri disekitar bagan akan memicu berkumpulnya ikan-ikan lain dengan ukuran lebih besar. Hal ini terjadi karena adanya siklus saling memakan rantai makanan antara ikan kecil dengan predatornya yang berukuran lebih besar untuk mendapatkan makanan. Oleh karena itu, kemunculan ikan teri kemudian akan diikuti ikan-ikan predator baik dari jenis ikan demersal maupun ikan pelagis sehingga kedua kelompok ikan tersebut diperoleh pada saat penelitian dengan proporsi yang jauh berbeda demersal : pelagis = 1 : 8. Kelompok ikan pelagis dominan yang tertangkap selama penelitian adalah ikan teri, diikuti tembang dan kembung. Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baskoro et al. 2004 dimana hasil tangkapan bagan Rambo di Selat Makasar didominasi oleh ikan teri, layang, kembung, tembang, selar dan japuh. Secara umum, teri hidup menyebar pada permukaan perairan hingga lapisan kedalaman 20 meter. Biasanya, penangkapan teri dapat dilakukan pada siang maupun malam hari. Apabila penangkapan dilakukan pada siang hari, maka nelayan akan melakukan pengejaran terhadap gerombolan ikan teri yang terlihat muncul kepermukaan. Sebaliknya, bila penangkapan dilakukan pada malam hari maka nelayan menggunakan alat bantu berupa lampu untuk menarik perhatian ikan teri berkumpul disekitar sumber cahaya. Tertariknya ikan pada cahaya sudah menjadi hal yang alami, karena sifat fototaksis positif dari ikan Ayodhyoa, 1979. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian ikan teri mengingat ikan teri diduga merupakan salah satu ikan yang bersifat fototaksis positif sehingga tidak mengherankan apabila hasil tangkapan bagan selama penelitian didominasi oleh ikan teri. Menurut Baskoro dan Suherman 2007, teri akan muncul ke permukaan pada waktu subuh dan senja hari di area dekat pantai. Hal ini berhubungan dengan pola migrasi harian dan tingkah laku mencari makan ikan teri. Kemunculan teri karena 85 tertarik oleh cahaya lampu pada penangkapan dengan bagan biasanya didahului oleh berkumpulnya plankton dibawah lampu sebagai makanan utama ikan teri. Makanan utamanya dapat berupa plankton maupun udang serta ikan-ikan yang lebih kecil. Dengan demikian, kemunculan ikan teri selain tertarik tehadap cahaya yang tidak biasa juga disebabkan oleh keberadaan makanannya. Adanya gerombolan ikan teri memberikan daya tarik tersendiri bagi ikan-ikan predator untuk berkumpul dan mencari mangsa. Ikan kembung dan tembang untuk merupakan jenis ikan yang mempunyai sifat predator dan berburu untuk mendapatkan mangsa Baskoro et al., 2007. Keberadaan mangsa kerap kali mengundang predator untuk berkumpul disekitarnya seperti yang terjadi pada penangkapan bagan. Ikan tembang, kembung, japuh dan golok-golok yang ukuran tubuhnya relatif lebih besar dari ikan teri dan sekaligus predator ikan-ikan kecil akan berusaha mendapatkan makanan sesuai dengan siklus dan kebiasaan mencari makan masing-masing ikan. Selain itu, ikan tembang juga merupakan ikan yang bersifat fototaksis positif yang tertarik terhadap cahaya pada intensitas 10-100 lux Tupamahu dan Baskoro, 2004. Maka diperkirakan Pada penelitian ini, keempat jenis ikan tersebut termasuk dalam 5 jenis hasil tangkapan dominan yang sering sekali tertangkap pada setiap penangkatan waring. Dengan demikian maka dapat dipastikan apabila ikan teri terkumpul disekitar bagan, maka pada lapisan yang lebih dalam terdapat gerombolan ikan predator dalam hal ini ikan tembang dan kembung. Karena tidak mampu meloloskan diri pada saat jaring diangkat, maka kelompok ikan-ikan predator tersebut tertangkap pada pengoperasian bagan.

5.2.2 Hasil tangkapan berdasarkan hari bulan

Metode pengoperasian bagan dilakukan pada malam hari dan ketika kondisi gelap gulita. Dengan demikian, nelayan bagan akan melakukan operasi penangkapan ketika bulan gelap. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi lampu petromaks sebagai atraktor, sehingga mampu menarik perhatian ikan-ikan untuk berkumpul dibawahnya. Pada saat terjadi bulan purnama, kondisi pencahayaan yang menyebar 86 merata di seluruh perairan menyebabkan distribusi ikan juga menyebar. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap hasil tangkapan bagan meskipun pada pengoperasiannya digunakan lampu sebagai atraktor. Secara umum hari bulan dihitung berdasarkan waktu kemunculan bulan, yaitu kondisi terang kemunculan bulan 8,5-12 jam, semi terang kemunculan bulan 4,5-8 jam dan gelap kemuculan bulan 0-4 jam. Perubahan bobot hasil tangkapan secara total baik pelagis maupun demersal secara umum memiliki hubungan erat terhadap perubahan hari bulan selama penelitian. Hal ini didukung oleh sebaran jumlah ikan yang tertangkap selama penelitian dimana jumlah ikan yang tertangkap cenderung berubah mengikuti perubahan hari bulan, kondisi ini diperkuat dengan hasil telaah statistik terhadap hasil tangkapan total dimana terdapat perbedaan nyata pada taraf uji 95 baik ikan pelagis maupun demersal. Bila ditelaah kembali berdasarkan kelompok hari bulan pada saat penangkapan, maka terdapat perbedaaan bobot hasil tangkapan total terhadap hari bulan. Pada kondisi bulan terang hasil tangkapan total jumlahnya sangat sedikit, jumlah tangkapan pada saat bulan terang secara statistik memang berbeda nyata dengan kondisi pada saat bulan gelap, maupun semi terang. Penyebab berbedanya hasil tangkapan pada kondisi terang salah satu sebabnya adalah kondisi cahaya bulan menyebar secara luas diperairan, hal ini diperkuat dengan data kemunculan bulan selama bulan terang yang mencapai 8-12 jam per hari. Selain itu, kondisi purnama juga akan mengakibatkan pasang surut yang tinggi. Pasang yang terjadi pada saat bulan purnama biasanya disebut dengan pasang purnama dimana pada saat pasang purnama, air laut naik dengan tinggi yang optimum dibandingkan hari-hari sebelum dan setelah purnama. Kondisi pasang surut air laut juga diduga mempengaruhi hasil tangkapan bagan selama penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total tangkapan pada kondisi bulan gelap dan semi terang secara statistik tidak berbeda nyata, namun berdasarkan rata-rata hasil tangkapan jumlah ikan yang tertangkap pada kedua kondisi ini cukup banyak, dan bila dikaitkan dengan waktu penangkapan ikan lebih banyak tertangkap setelah tengah malam. Kondisi ini dapat didekati dengan melihat kondisi perairan, dimana 87 perairan setelah purnama semi terang dan gelap masih dipengaruhi oleh fenomena pasang surut yang tinggi sehingga penyebaran ikan lebih banyak dipermukaan. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap tingkah laku ikan mencari makan dan tingkah laku ikan dalam ruaya harian. Selain itu, tingginya jumlah tangkapan yang pada saat bulan gelap dan semi terang disebabkan kondisi cahaya bulan yang tadinya terang maksimum perlahan- lahan akan meredup dan menjadi gelap gulita lagi pada saat bulan mati. Intensitas cahaya bulan tentu saja sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan bagan. Seyogyanya seiring dengan perjalanan hari bulan menjelang bulan mati, hasil tangkapan bagan akan terus meningkat. Namun berdasarkan hasil penelitian, terdapat fenomena jumlah hasil tangkapan banyak ketika mendekati kemunculan atau hilangnya bulan. Hal ini dapat dilihat semi terang pertama dimana perbandingan hasil tangkapan antara sebelum tengah malam dan setelah tengah malam hampir sama, dan pada kondisi tersebut bulan muncul sebelum tengah malam dan hilang setelah tengah malam. Namun fakta ini harus ditelaah kembali karena pada saat penelitian data mengenai intensitas cahaya bulan ketika akan muncul maupun hilang tidak diperloleh karena kendala peralatan.

5.2.3 Hasil tangkapan berdasarkan waktu pengoperasian

Waktu pengoperasian bagan secara umum dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu sebelum tengah malam dan setelah tengah malam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil tangkapan bagan sebelum dan setelah tengah malam. Perbedaan hasil tangkapan sebelum dan setelah tengah malam dapat terjadi karena beberapa hal antara lain : 1 kondisi pencahayaan 2 kondisi fisik perairan dan 3 tingkah laku ikan target tangkapan. Berdasarkan hasil uji statistik waktu penangkapan terbaik adalah setelah tengah malam, karena rata-rata hasil tangkapan total cukup tinggi. Selain hasil tangkapan total, ikan pelagis sebagai target utama bagan seperti teri Stolephorus spp, tembang Sardinella fimbriata dan kembung Rastrelliger spp juga menunjukkan hal yang sama, lebih banyak tertangkap setelah tengah malam. Hal ini disebabkan oleh 88 kondisi perairan yang relatif lebih gelap sehingga cahaya petromaks yang dipancarkan dapat menarik perhatian ikan teri untuk mendekat. Ikan teri yang telah berkumpul kemudian menarik perhatian ikan-ikan predator untuk mendekat. Kondisi ini juga didukung oleh kondisi biologis ikan dimana sebagian besar waktu makan masing-masing ikan yang relatif berada pada zona waktu setelah tengah malam, sehingga ikan-ikan predator lebih aktif untuk mencari makan. Baskoro et al. 2004 mengemukakan bahwa hasil tangkapan bagan rambo setelah waktu tengah malam lebih besar dibandingkan pengoperasian bagan sebelum tengah malam. Hal ini disebabkan sedikitnya oleh 2 hal yaitu sifat fototaksis dan feeding behaviour . Pada kondisi setelah tengah malam, kehadiran cahaya lampu petromak cenderunga memberikan daya tarik yang lebih besar karena kondisi perairan yang lebih gelap. Ikan yang bersifat fototaksis positif akan lebih cepat dan banyak berkumpul di sekitar bagan. Selain itu, sifat biologis ikan tertentu yang memiliki waktu mencari makan pada waktu setelah tengah malam diduga ikut berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Fenomena yang sama juga terjadi pada kelompok ikan demersal. Ikan demersal merupakan ikan yang aktif mencari makan pada malam hari sehingga pengoperasian bagan setelah waktu tengah malam mendapatkan hasil tangkapan ikan demersal yang lebih banyak. Tingkah laku ikan yang aktif mencari makan pada malam hari nokturnal diduga memberikan pengaruh yang besar terhadap tingginya hasil tangkapan bagan setelah tengah malam.

5.2.4 Tingkat pendapatan nelayan

Kegiatan usaha pada dasarnya adalah mencari keuntungan yang sebesar- besarnya untuk memenuhi kebutuhan pelakunya. Perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang terdiri dari dua kelompok yaitu nelayan bagan tancap yang memiliki perahu dan nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu. Kedua kelompok usaha ini memiliki struktur modal dan biaya yang berbeda, khususnya hal- hal yang menyangkut investasi serta oprasional kapal dan perlengkapannya. 89 Nelayan bagan yang memiliki perahu memerlukan investasi cukup besar bila dibandingkan dengan nelayan bagan tanpa perahu pada saat akan memulai usaha. Namun secara kelayakan usaha, nelayan bagan dengan perahu tidak lebih baik dari nelayan yang tidak memiliki perahu. Hal ini dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu nilai RC dan payback period. Nilai RC sebesar 1,67 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 1,67 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,75 tahun atau kurang lebih 9 bulan. Hal berbeda terjadi pada nelayan bagan tancap tanpa perahu dimana, nilai RC sebesar 3,57 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 3,57 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,25 tahun atau kurang lebih 3 bulan. Secara perhitungan tahunan menamg resiko nelayan tanpa perahu lebih baik, tetapi bila dibedah secara parsial per musim dan per kelompok hari bulan, pendapatan rata-rata nelayan bagan tanpa perahu selama satu tahun jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan nelayan bagan tancap yang memiliki perahu. Kondisi ini terjadi karena nelayan bagan tancap pemiliki perahu selalu memperoleh pendapatan lain, selain dari kegiatan penangkapan ikan. Pendapatan tersebut berasal dari biaya transportasi kapal dari nelayan bagan tancap tanpa perahu sebesar 15 dari nilai hasil tangkapan masing-masing nelayan yang menjadi kelompoknya. 90 6 KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan tujuan ingin dicapai dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil tangkapan total dan tangkapan ikan pelagis dipengaruhi oleh faktor perbedaan hari bulan, waktu penangkapan, interaksi antar keduanya dan faktor yang paling berpengaruh adalah perbedaan hari bulan. 2. Hasil tangkapan ikan demersal tidak dipengaruhi oleh periode hari bulan, melainkan dipengaruhi oleh waktu penangkapan. 3. Hari bulan yang memberikan hasil tangkapan terbaik terjadi pada saat semi terang dan waktu penangkapan terbaik terjadi setelah tengah malam. 4. Rata-rata pendapatan bersih nelayan bagan tancap yang memiliki perahu selama satu tahun pada periode bulan gelap adalah Rp 172.100 per hari, Rp 242.200 per hari pada priode semi terang dan Rp 52.500 per hari pada perode bulan terang. Sedangkan nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu memperoleh rata-rata pendapatan bersih selama satu tahun sebesar Rp 40.000 per hari pada periode gelap, Rp 66.200 per hari pada semi terang dan rugi sebesar Rp 4.500 per hari pada saat periode terang.

6.2 Saran