1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas
penangkapan tanpa batas yang pada akhirnya akan merugikan nelayan dan semua pihak yang berkepentingan dengan perikanan secara umum. Kegiatan
penangkapan yang tidak terkendali, umumnya terjadi di wilayah pesisir, karena daerah tersebut merupakan wilayah subur dan memiliki kelimpahan sumberdaya
tinggi Nybaken 1988. Tingginya tingkat pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir, mengakibatkan terjadinya kompetisi usaha penangkapan yang berdampak
negatif terhadap keberadaan stok sumberdaya ikan dan kondisi ekologi perairan di wilayah tersebut.
Salah satu alasan yang mendasari kompetisi usaha penangkapan di beberapa daerah adalah alasan ekonomi dari pelaku kegiatan. Seperti diketahui bersama,
jumlah penduduk selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara sederhana kondisi ini akan mendorong usaha peningkatan pemenuhan kebutuhan
untuk masing-masing individu. Wilayah pesisir yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan akan merespon hal ini dengan
meningkatkan upaya penangkapan untuk meningkatkan hasil tangkapan yang secara tidak langsung diharapkan dapat memberikan peningkatan pendapatan bagi
nelayan. Namun dalam jangka panjang, respon penambahan armada penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dalam rangka meningkatkan pendapatan, bila tidak
diatur dengan baik dapat merugikan nelayan itu sendiri. Hal ini disebabkan tingkat pertumbuhan sumberdaya di perairan tidak seimbang dengan tingkat
pemanfaatan yang dilakukan oleh nelayan. Kabupaten Serang merupakan daerah yang memiliki potensi perikanan
cukup tinggi. Hal ini disebabkan hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Serang merupakan daerah yang bersinggungan dengan laut terutama Selat Sunda
dan Laut Jawa. Selain itu, Kabupaten Serang juga memiliki panjang garis pantai mencapai 230 km, dimana 75 km berada di pesisir Laut Jawa, 45 km di Selat
Sunda dan sisanya 110 km lainnya tersebar di 17 pulau-pulau kecil. Selain itu,
Kabupaten Serang juga memiliki laut yang cukup luas yaitu 880 km
2
yang berada di dua wilayah Laut Jawa 555 km
2
dan Selat Sunda 333 km
2
DKP 2008. Azis dan Boer 2006 menyebutkan potensi perikanan WPP Laut Jawa dan Selat
Sunda mencapai 214 ton per tahun dimana potensi ikan pelagis di daerah tersebut mencapai 21,4 ton per tahun. Berdasarkan data tersebut maka sektor perikanan
Kabupaten Serang memiliki peluang besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara lebih optimal.
Potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Serang dimanfaatkan dengan menggunakan beberapa alat tangkap diantaranya, bagan, pukat pantai, jaring
insang, payang, dan pancing. Alat tangkap ini menangkap beberapa spesies diantaranya adalah tenggiri Scomberomorus spp, kembung
Rastrellinger spp
, tongkol
Auxis`thazard
, selar
Selaroides spp
, layang Decapterus spp, lemuru
Sardinella longiceps
, teri Stolephorus spp, tembang Sardinella fimbriata, kurisi Nemipterus nemathoporus dan pepetek Leiognathus sp DKP 2006.
Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Serang. Jumlah unit penangkapan bagan pada tahun 2006 di
Kabupaten Serang mencapai 8,96. Unit penangkapan bagan yang dioperasikan di perairan Serang terdiri dari dua jenis yaitu bagan rakit dan bagan perahu. Data
statistik perikanan Provinsi Banten mencatat pertumbuhan rata-rata unit penangkapan bagan selama kurun waktu sepuluh tahun mencapai 17,73 dan
merupakan angka pertumbuhan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan unit penangkapan lainnya.
Beberapa alasan yang dapat menjelaskan tingginya tingkat pertumbuhan unit penangkapan bagan di Serang adalah tingkat efisiensi dan efektivitas unit
penangkapan bagan lebih tinggi bila dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Tingginya efisiensi unit penangkapan bagan disebabkan karena bagan tidak
memerlukan bahan bakar minyak BBM dalam jumlah besar untuk melakukan operasi penangkapan, terlebih dengan harga BBM yang cenderung fluktuatif dan
meningkat akan mendorong peningkatan pertumbuhan alat tangkap bagan di tahun-tahun mendatang. Selain itu, metode pengoperasian unit penangkapan
bagan tidak rumit dan mudah diterima oleh nelayan Suswanti 2005.
2
Pengoperasian bagan umumnya dilakukan pada keadaan bulan gelap. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kegiatan penangkapan. Tujuan
penangkapan bagan adalah ikan-ikan pelagis yang memiliki sifat fototaksis positif sehingga pada kondisi bulan gelap tingkat penyebaran ikan di perairan dapat
diminimalisir. Pada kondisi bulan gelap fase gelap rata-rata nelayan akan memperoleh hasil tangkapan tinggi dan terus mengalami penurunan hingga
kondisi bulan mencapai purnama. Fenomena perubahan hasil tangkapan nelayan bagan antara bulan gelap dan bulan terang belum banyak diteliti. Selain itu,
komposisi hasil tangkapan bagan pada bulan gelap dan bulan terang juga belum banyak diteliti. Lebih jauh lagi, perubahan jumlah dan komposisi hasil tangkapan
bagan pada bulan terang dan gelap akan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini.
1.2 Perumusan Masalah