Ef Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Pada Gambar 37 dan 38 menunjukkan perbandingan dari berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan ekor kuning dengan hasil yang distandarisasikan ke alat tangkap muroami dan hasil standarisasi ke alat tangkap bubu di Kepulauan Seribu. Gambar 37 menunjukkan tingkat rente tertinggi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan ekor kuning dengan hasil standarisasi ke alat tangkap muroami pada pengelolaan rezim MEY sebesar Rp2,901.70 juta lebih besar dibandingkan dengan rezim pengelolaan MSY sebesar Rp2,900.67 juta. Pada kondisi MEY tersebut, rente yang diperoleh adalah yang tertinggi atau disebut rente Maximum Economic Yield MEY atau sole owner berada kondisi maksimum, karena total penerimaan yang diperoleh lebih besar dari total pengeluaran. Implikasi dari pemanfaatan sumberdaya yang terkendali itu, terlihat dari effort yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY mau pun kondisi open access. Artinya rezim pengelolaan sole owner terlihat lebih bersahabat dengan sumberdaya dan lingkungan dibandingkan dengan kondisi E MSY . Gambar 37 Perbandingan rezim pengelolaan sumberdaya ikan ekor kuning dari hasil standarisasi ke alat tangkap muroami Gambar 38 menunjukkan tingkat rente maksimal pemanfaatan sumberdaya ikan ekor kuning dengan hasil standarisai ke alat tangkap bubu diperoleh pada pengelolaan rezim MSY dan MEY memiliki tingkat rente yang sama, yaitu sebesar Rp48,298,967.49 juta. Kondisi MEY atau kondisi optimal secara statik berperan penting dalam penentuan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari baik aspek biologi dan ekonominya. - 500.00 1,000.00 1,500.00 2,000.00 2,500.00 3,000.00 3,500.00 - 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 800.00 900.00 1,000.00 MEY OAY MSY R e nt e E k onomi Ca tc

h, Ef

for t Rejim Pengelolaan SDI h ton E trip π juta Rp Gambar 38 Perbandingan rezim pengelolaan sumberdaya ikan ekor kuning dari hasil standarisasi alat ke tangkap bubu Berdasarkan data pada Tabel 17 dan 18 bahwa, bila dibandingkan dengan kondisi aktual dengan jumlah effort untuk hasil standarisasi ke alat tangkap muroami sebanyak 690 trip per tahun dan hasil standarisasi ke alat tangkap bubu sebanyak 22,411 trip per tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan effort pada kondisi MSY dan MEY, akan tetapi masih dibawah kondisi open access. Begitu pula kondisi jumlah tangkapan h aktual, untuk jumlah tangkapan aktual muroami dan bubu hasil sebesar 799 ton. Bila dibandingkan dari ketiga kondisi rezim pengelolaan, hasil dari standarisasi ke alat tangkap muroami sudah melebihi jumlah upaya effort, demikian juga dari hasil standarisasi ke alat tangkap bubu sudah melebihi jumlah upaya tangkap effort. Hal ini menunjukkan bahwa upaya tangkap effort secara aktual dengan hasil standarisasi ke alat tangkap muroami sudah terjadi biological overfishing dan economic overfishing, begitu juga upaya tangkap secara aktual di Kepulauan Seribu hasil standarisasi ke alat tangkap bubu sudah terjadi biological overfishing dan economic overfishing, karena jumlah effort sudah melebihi MSY dan MEY, walaupun belum melebihi kondisi open access. Sementara untuk jumlah upaya tangkap E aktual sudah melebihi dari kondisi MSY dan MEY. 5.3.3.3 Open Access OA Hasil analisis rezim pengelolaan sumberdaya perikanan akses terbuka open access berdasarkan Tabel 18 dan 19, bahwa upaya penangkapan pada rezim pengelolaan open acces di Kepulauan Seribu dari hasil standarisasi ke alat tangkap muroami sebanyak 919 trip per tahun, hasil standarisasi ke alat tangkap bubu sebanyak 8,617 trip pertahun. Bila dibandingkan dengan upaya - 10,000,000.00 20,000,000.00 30,000,000.00 40,000,000.00 50,000,000.00 60,000,000.00 - 1,000,000.00 2,000,000.00 3,000,000.00 4,000,000.00 5,000,000.00 6,000,000.00 7,000,000.00 8,000,000.00 9,000,000.00 MEY OAY MSY Re nt e E k o nomi Ca tc

h, Ef