sosial. Hal ini terjadi karena persamaan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hasil penelitian Marzali et al 1989 mengungkapkan, bahwa sesama warga dengan
kondisi ekonomi yang rendah memiliki partisipasi yang baik dalam berbagai aktivitas seperti siskamling dan kerja bakti dibandingkan dengan warga yang
secara ekonomi mampu meskipun berasal dari etnik yang sama. Untuk kepentingan penelitian ini maka kehidupan komunitas miskin kota dapat
diidentifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu kondisi ekonomi, aksesibilitas kebutuhan dasar dan partisipasi.
2.2 Kerangka Pemikiran
Masyarakat pedesaan, karena desakan ekonomi berupa rendahnya lapangan kerja, bermigrasi ke kota dengan harapan mendapatkan taraf hidup dan
pekerjaan yang lebih tinggi. Konsekuensinya, penduduk di kota terdiferensiasi berdasarkan atas daerah asal, agama, status, pendidikan dan pola-pola tingkah
laku. Penduduk di daerah kota menjadi heterogen dan mengakibatkan tingginya tingkat kerentanan sosial pada suatu kelompok miskin di kota.
Kerentanan sosial menurut Bakornas PB 2007 diartikan sebagai ketidakmampuan individu atau masyarakat dalam menghadapi suatu tekanan.
Kerentanan sosial tersebut diukur dari ketiadaan salah satu modal sosial yang dimiliki dalam setiap individu pada kelompok miskin di kota yaitu kepercayaan
trust. Trust ini merupakan modal sosial dalam suatu komunitas untuk dapat bertahan terhadap suatu tekanan. Trust teridentifikasi ke dalam empat indikator
yaitu kekerabatan, kolektivitas, etnisitas dan keterampilan Fukuyama, 2007. Keempat indikator tersebut dapat dikategorisasikan ke dalam faktor internal, yaitu
modal kepercayaan yang berasal dari individu yaitu kekerabatan dan keterampilan. Kategori kedua adalah faktor eksternal dimana modal kepercayaan
berasal dari luar individu seperti kolektivitas dan etnisitas. Taraf hidup kelompok miskin kota diadopsi dari konsep kemiskinan di
perkotaan oleh Suparlan 1984 yang diidentifikasi ke dalam tiga kategori, yaitu kondisi ekonomi, aksesibilitas kebutuhan dasar dan partisipasi. Masalah
kemiskinan di perkotaan merupakan masalah yang kompleks yang tidak hanya melibatkan permasalah sosial yang ada di kota dan orang-orang di dalamnya,
tetapi juga melibatkan masalah-masalah sosial yang ada di pedesaan. Kondisi ekonomi kelompok miskin perkotaan dapat diukur melalui tingkat pendapatan,
tanggungan keluarga, dan pemenuhan kebutuhan pokok. Aksesibilitas kebutuhan dasar kelompok miskin perkotaan dapat diukur pada pendidikan, kesehatan dan
modal. Partisipasi kelompok miskin kota dapat diukur pada kehadiran, sumbangsih pemikiran, kritik dan saran dalam pertemuan yang mereka ikuti.
Ketiga kategori tersebut merupakan wujud dari adaptasi terhadap kondisi kemiskinan yang dihadapi, dan juga menggambarkan kondisi kemiskinan yang
dialami kelompok miskin perkotaan itu sendiri. Menurut Suparlan 1984, kondisi kelompok miskin perkotaan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya diperparah
oleh tidak adanya keluarga dan kerabat di kota, sehingga mereka sulit untuk memperoleh bantuan.
Tingkat kerentanan sosial memiliki pengaruh terhadap taraf hidup kelompok miskin kota. Secara lebih ringkas, penjelasan ini disajikan dalam
bentuk kerangka pemikiran pada Gambar 1.
Kerentanan Sosial
Kondisi Ekonomi
1. Pendapatan 2. Tanggungan
3. Pemenuhan
kebutuhan pokok
Aksesibilitas Kebutuhan Dasar
1. Pendidikan 2. Kesehatan
3. Modal
Faktor Internal
Kekerabatan 1.
Hubungan dengan generasi orang tua
2, Hubungan dengan generasi setara
3. Hubungan dengan generasi anak
Keterampilan 1.
Kemampuan komunikasi
2. Teknis
Faktor Eksternal
Etnisitas 1. Bahasa
2. Asal daerah 3. Perilaku
Kolektivitas 1.
Sikap terhadap kepentingan
bersama 2. Perilaku terhadap
kepentingan bersama
Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota
Keterangan: = mempengaruhi
= ruang lingkup
Gambar 1 Kerangka Analisis Pengaruh Tingkat Kerentanan Sosial terhadap Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota
Partisipasi
1. Kehadiran 2. Sumbangsih
pemikiran 3. Kritik dan saran
2.3 Hipotesis Uji