1. Rendahnya pendapatan, terkait dengan jenis pekerjaan yang dijalani
masyarakat kelurahan Lemahputra Kecamatan Sidoarjo pada tahun 2007, yaitu mayoritas bekerja pada sektor informal yang hanya berpenghasilan antara Rp
300.000,00 sampai Rp 550.000,00 per bulan atau kurang lebih sebesar sepuluh
ribu rupiah per hari. 2. Pemenuhan kebutuhan pokok yang rendah,
terkait dengan ketidakmampuan komunitas miskin kota untuk memenuhi pangannya dengan
baik. Mayoritas mereka hanya mampu makan dua kali per hari bahkan terkadang orang tua harus merelakan jatah makan mereka untuk anaknya.
Mereka hanya mampu membeli pakaian satu tahun sekali dengan menggunakan kredit. Bahkan rumah mereka biasanya terbuat dari bambu yang
hanya dibatasi oleh sekat dan menggunakan lantai terbuat dari tanah. 3. Akses dalam pendidikan, kesehatan dan permodalan yang rendah,
dapat dilihat melalui rendahnya kemampuan komunitas miskin dalam
menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi dari SMP, rendahnya akses kesehatan karena mahalnya biaya berobat ke lembaga
kesehatan. 4. Partisipasi yang rendah dalam institusi sosial,
timbul karena orang miskin cenderung menutup diri terhadap orang lain dan cenderung tidak berminat ikut
dalam kegiatan sosial. Hal tersebut dilakukan karena merasa orang lain lebih baik dan lebih pantas untuk melakukan kegiatan sosial dan mereka takut kalau
nantinya mereka mengeluarkan uang untuk kegiatan sosial tersebut.
Menurut Handayani 2009, komunitas miskin memiliki situasi tawar yang rendah dalam proses pengambilan keputusan di arena publik. Situasi tawar yang
rendah tersebut terjadi pada golongan keluarga yang benar-benar miskin, yang dikarenakan kurangnya waktu yang dimiliki oleh keluarga tersebut untuk terlibat
dalam pengambilan keputusan tersebut. Hal ini berakibat pada munculnya dominasi dalam pengambilan keputusan yang hanya menguntungkan kepentingan
kelompok elite, karena kelompok tersebut mampu menggunakan akses dan kekuasaan yang dimilikinya untuk terlibat di arena publik. Di sisi lain komunitas
miskin kota memiliki partisipasi yang cukup baik dalam melakukan kegiatan
sosial. Hal ini terjadi karena persamaan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hasil penelitian Marzali et al 1989 mengungkapkan, bahwa sesama warga dengan
kondisi ekonomi yang rendah memiliki partisipasi yang baik dalam berbagai aktivitas seperti siskamling dan kerja bakti dibandingkan dengan warga yang
secara ekonomi mampu meskipun berasal dari etnik yang sama. Untuk kepentingan penelitian ini maka kehidupan komunitas miskin kota dapat
diidentifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu kondisi ekonomi, aksesibilitas kebutuhan dasar dan partisipasi.
2.2 Kerangka Pemikiran
Masyarakat pedesaan, karena desakan ekonomi berupa rendahnya lapangan kerja, bermigrasi ke kota dengan harapan mendapatkan taraf hidup dan
pekerjaan yang lebih tinggi. Konsekuensinya, penduduk di kota terdiferensiasi berdasarkan atas daerah asal, agama, status, pendidikan dan pola-pola tingkah
laku. Penduduk di daerah kota menjadi heterogen dan mengakibatkan tingginya tingkat kerentanan sosial pada suatu kelompok miskin di kota.
Kerentanan sosial menurut Bakornas PB 2007 diartikan sebagai ketidakmampuan individu atau masyarakat dalam menghadapi suatu tekanan.
Kerentanan sosial tersebut diukur dari ketiadaan salah satu modal sosial yang dimiliki dalam setiap individu pada kelompok miskin di kota yaitu kepercayaan
trust. Trust ini merupakan modal sosial dalam suatu komunitas untuk dapat bertahan terhadap suatu tekanan. Trust teridentifikasi ke dalam empat indikator
yaitu kekerabatan, kolektivitas, etnisitas dan keterampilan Fukuyama, 2007. Keempat indikator tersebut dapat dikategorisasikan ke dalam faktor internal, yaitu
modal kepercayaan yang berasal dari individu yaitu kekerabatan dan keterampilan. Kategori kedua adalah faktor eksternal dimana modal kepercayaan
berasal dari luar individu seperti kolektivitas dan etnisitas. Taraf hidup kelompok miskin kota diadopsi dari konsep kemiskinan di
perkotaan oleh Suparlan 1984 yang diidentifikasi ke dalam tiga kategori, yaitu kondisi ekonomi, aksesibilitas kebutuhan dasar dan partisipasi. Masalah
kemiskinan di perkotaan merupakan masalah yang kompleks yang tidak hanya melibatkan permasalah sosial yang ada di kota dan orang-orang di dalamnya,