Gambar 7 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Paman dan Bibi dalam Enam Bulan Terakhir
5.1.2 Hubungan dengan Generasi Setara
Pemulung yang ada di Kota Jakarta pada umumnya hidup sendiri dan jauh dari kerabat.Setelah pada subbab sebelumnya menggambarkan bagaimana
hubungan kekerabatan pemulung dengan generasi orang tua. Pada subbab ini akan meperlihatkan bagaimana hubungan pemulung dengan generasi setara dalam
sistem kerabatnya. Generasi setara yang dimaksud adalah kakak dan adik kandung, saudara sepupu dan kakak dan adik ipar.
Tabel 10 Jumlah dan Persentase Hubungan dengan Generasi Setara menurut Kekerabatan Responden, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran
Lama, Jakarta Selatan, 2011
Tingkat Kekerabatan
Generasi Setara Kategori
Sangat Rendah Sangat Tinggi
Jumlah Jumlah
Frekuensi Komunikasi
Kakak dan Adik Kandung
33 94
2 6
Saudara Sepupu 35
100 Kakak dan Adik
Ipar 33
94 2
6 Frekuensi
Silaturahmi Kakak dan Adik
Kandung 33
94 2
6 Saudara Sepupu
35 100
Kakak dan Adik Ipar
33 94
2 6
Sering 2
6 Cukup
2 6
Jarang 11
31 Tidak Pernah
20 57
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa sebaran frekuensi komunikasi dan frekuensi silaturahmi responden tidak merata. Responden cenderung memiliki
frekuensi komunikasi dan frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan generasi setara yaitu, kakak dan adik kandung, saudara sepupu dan kakak dan adik
ipar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 94 per sen responden
memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan kakak dan adik kandung. Sedangkan, responden yang memiliki frekunesi komunikasi yang sangat
tinggi dengan kakak dan adik kandung hanya sebesar enam per sen seperti tampak pada Tabel 10. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang
rendah, sedang dan tinggi tidak ditemukan. Dominannya responden yang memiliki tingkat frekuensi komunikasi yang sangat rendah dikarenakan sebagian besar
kakak dan adik kandung responden berada di kampung halaman, berada di daerah Jakarta lainnya seperti di Jakarta Utara, Jakarta Barat dan daerah lain di luar
Jakarta seperti di Kota Tangerang. Terlebih, sebagian besar responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat
menghubungi kakak dan adik kandungnya.
Gambar 8 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Kakak dan Adik Kandung dalam Enam Bulan
Terakhir Persepsi responden terhadap frekuensi komunikasi dengan kakak dan adik
kandung menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi berkomunikasi responden dengan kakak dan adik kandung. Persentase persepsi
Sangat Sering 1
3 Sering
4 11
Cukup 3
9 Jarang
8 23
Tidak Pernah 19
54
tersebut adalah 54 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung, 23 per sen responden mengaku jarang
berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung, sembilan per sen responden mengaku cukup berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung, sebelas per sen
responden mengaku sering berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung dan tiga per sen reponden mengaku sangat sering berkomunikasi dengan kakak dan
adik kandung seperti tampak pada Gambar 8. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung dan
persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan kakak dan adik kandung dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali
setahun berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung dirasa sudah cukup. Aktivitas komunikasi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke
kampung halaman. Hasil penelitian pada Tabel 10 menunjukkan bahwa seratus per sen
responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan saudara sepupu. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah,
sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar saudara sepupu responden berada di kampung halaman dan di
daerah yang berbeda di Jakarta. Terlebih sebagian responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi saudara
sepupu. Sebagian besar hubungan komunikasi responden dengan saudara sepupu terputus ketika responden bermigrasi ke Jakarta. Sehingga tidak memungkikan
bagi responden untuk berkomunikasi dengan saudara sepupu. Keseluruhan responden yang memiliki tingkat frekuensi komunikasi
dengan saudara sepupu yang sangat rendah merupakan data objektif. Namun jika reponden mengungkapkan persepsi mereka terhadap frekuensi komunikasi dengan
saudara sepupu yang mereka lakukan, ternyata menunjukan hasil persentase yang berbeda. Persentase persepsi tersebut adalah 68 per sen responden mengaku tidak
pernah berkomunikasi dengan saudara sepupu, 17 per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan saudara sepupu, sembilan per sen responden
mengaku cukup berkomunikasi dengan saudara sepupu dan enam per sen responden mengaku sering berkomunikasi dengan saudara sepupu seperti tampak
pada Gambar 9. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan saudara sepupu dan persentase persepsi responden
terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan saudara sepupu dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun berkomunikasi dengan saudara
sepupu dirasa sudah cukup. Aktivitas komunikasi tersebut dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman, sehingga dimungkinkan
untuk berkomunikasi secara langsung dengan saudara sepupu.
Gambar 9 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Saudara Sepupu dalam Enam Bulan Terakhir
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 94 per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan kakak dan adik ipar.
Sedangkan, responden yang memiliki frekuensi komunikasi yang sangat tinggi dengan kakak dan adik ipar hanya sebesar enam per sen seperti tampak pada
Tabel 10. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi komunikasi yang rendah, sedang dan tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan
sebagian besar kakak dan adik ipar responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian besar responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon
genggam sehingga tidak dapat menghubungi kakak dan adik ipar di kampung halaman.
Persepsi responden terhadap frekuensi komunikasi dengan kakak dan adik ipar menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi berkomunikasi
responden dengan kakak dan adik ipar. Persentase persepsi tersebut adalah 63 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar,
Sering 2
6 Cukup
3 9
Jarang 6
17 Tidak Pernah
24 68
23 per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar, enam per sen responden mengaku cukup berkomunikasi dengan kakak dan adik
ipar, tiga per sen responden mengaku sering berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar dan lima per sen responden mengaku sangat sering berkomunikasi
dengan kakak dan adik ipar seperti tampak pada Gambar 10. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar
dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan kakak dan adik ipar dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali
setahun berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar dirasa sudah cukup. Aktivitas komunikasi tersebut dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke
kampung halaman.
Gambar 10 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Kakak dan Adik Ipar dalam Enam Bulan
Penelitian ini mengukur hubungan responden dengan kerabatnya tidak hanya dengan mengukur frekuensi komunikasi tetapi juga mengukur frekuensi
silaturahmi dengan kerabat. Sebesar 94 per sen dari jumlah responden memiliki tingkat frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan kakak dan adik kandung.
Sedangkan responden yang memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat tinggi dengan kakak dan adik kandung hanya sebesar enam per sen seperti tampak pada
Tabel 10. Adapun silaturahmi responden yang memiliki tingkat frekuensi yang rendah, sedang dan tinggi tidak ditemukan. Dominannya responden yang memiliki
tingkat frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dikarenakan sebagian besar
Sangat Sering 2
5 Sering
1 3
Cukup 2
6 Jarang
8 23
Tidak Pernah 22
63
kakak dan adik kandung responden berada di kampung halaman, berada di daerah Jakarta lainnya seperti di Jakarta Utara, Jakarta Barat dan daerah lain di luar
Jakarta seperti di Kota Tangerang. Terlebih, sebagian besar responden hanya sekali setahun pulang ke kampung halaman dan itu pun tidak rutin setahun sekali.
Persepsi responden terhadap frekuensi silaturahmi dengan kakak dan adik kandung menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi silaturahmi
responden dengan kakak dan adik kandung. Persentase persepsi tersebut adalah 54 per sen responden mengaku tidak pernah bersilaturahmi dengan kakak dan adik
kandung, 23 per sen responden mengaku jarang bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung, sembilan per sen responden mengaku cukup bersilaturahmi dengan
kakak dan adik kandung, sebelas per sen responden mengaku sering bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung dan tiga per sen responden
mengaku sangat sering bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung seperti tampak pada Gambar 11. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden
bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas silaturahmi dengan kakak dan adik kandung
dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung dirasa sudah cukup. Aktivitas silaturahmi
dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.
Gambar 11 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Kakak dan Adik Kandung dalam Enam Bulan
Terakhir
Sangat Sering 1
3 Sering
4 11
Cukup 3
9 Jarang
8 23
Tidak Pernah 19
54
Hasil penelitian pada Tabel 10 menunjukkan bahwa seratus per sen responden memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan saudara
sepupu. Adapun silaturahmi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan
sebagian besar saudara sepupu responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian besar responden hanya sekali dalam setahun pulang ke kampung
halaman. Hubungan silaturahmi responden dengan sudara sepupu terputus ketika responden merantau dari kampung halamannya. Sehingga tidak memungkikan
bagi responden untuk berkomunikasi dengan saudara sepupu mereka.
Gambar 12. Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Saudara Sepupu
Keseluruhan responden yang memiliki tingkat frekuensi silaturahmi dengan saudara sepupu yang sangat rendah merupakan data objektif. Namun jika
reponden mengungkapkan persepsi mereka terhadap frekuensi silaturahmi dengan saudara sepupu yang mereka lakukan, ternyata menunjukan hasil persentase yang
berbeda. Persentase persepsi tersebut adalah 68 per sen responden mengaku tidak pernah bersilaturahmi dengan saudara sepupu, 17 per sen responden mengaku
jarang bersilaturahmi dengan saudara sepupu, sembilan per sen responden mengaku cukup bersilaturahmi dengan saudara sepupu dan enam per sen
responden mengaku sering bersilaturahmi dengan saudara sepupu seperti tampak pada Gambar 12. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden
bersilaturahmi dengan saudara sepupu dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas silaturahmi dengan saudara sepupu dikarenakan anggapan
Sering 2
6 Cukup
3 9
Jarang 6
17 Tidak Pernah
24 68
umum responden bahwa sekali setahun bersilaturahmi dengan saudara sepupu dirasa sudah cukup. Aktivitas silaturahmi tersebut dilakukan ketika sebagian besar
responden pulang ke kampung halaman. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 94 per sen responden memiliki
frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan kakak dan adik ipar. Sedangkan responden yang memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat tinggi dengan kakak
dan adik ipar hanya sebesar enam per sen seperti tampak pada Tabel 10. Adapun silaturahmi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang dan sangat
tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar kakak dan adik ipar responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian besar responden
hanya setahun sekali pulang ke kampung halaman dan itu pun tidak rutin setahun sekali.
Gambar 13 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Kakak dan Adik Ipar dalam Enam Bulan Terakhir
Persepsi responden terhadap frekuensi silaturahmi dengan kakak dan adik ipar menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi bersilaturahmi
responden dengan kakak dan adik ipar. Persentase persepsi tersebut adalah 63 per sen responden mengaku tidak pernah bersilaturahmi dengan kakak dan adik ipar,
20 per sen responden mengaku jarang bersilaturahmi dengan kakak dan adik ipar, enam per sen responden mengaku cukup bersilaturahmi dengan kakak dan adik
ipar, enam per sen responden mengaku sering bersilaturahmi dengan kakak dan adik ipar dan lima per sen responden mengaku sangat sering bersilaturahmi
dengan kakak dan adik ipar seperti tampak pada Gambar 13. Perbedaan hasil
Sangat Sering 2
5 Sering
2 6
Cukup 2
6 Jarang
7 20
Tidak Pernah 22
63
antara persentase frekuensi responden bersilaturahmi dengan kakak dan adik ipar dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas silaturahmi dengan
kakak dan adik ipar dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun bersilaturahmi dengan kakak dan adik ipar dirasa sudah cukup. Aktivitas
silaturahmi tersebut dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.
5.1.3 Hubungan dengan Generasi Bawah