Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Kondisi Ekonomi Kelompok

BAB IX KERENTANAN SOSIAL DAN TARAF HIDUP KELOMPOK

MISKIN KOTA

9.1 Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Kondisi Ekonomi Kelompok

Miskin Kota Kerentanan sosial dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu kekerabatan, keterampilan, etnisitas dan kolektivitas. Masing-masing variabel diakumulasikan berdasarkan data frekuensi objektif dan persepsi subjektif. Maka variabel yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah kekerabatan objektif, kekerabatan persepsi, keterampilan objektif, keterampilan persepsi, etnisitas objektif, etnisitas persepsi, kolektivitas objektif, kolektivitas persepsi frekuensi, kolektivitas persepsi sikap dan kolektivitas persepsi total. Variabel tersebut dapat diuji pengaruhnya dengan uji Regresi Linear. Uji Regresi Linear dilakukan dengan memasukkan seluruh variabel independent sekaligus sebagai variabel berpengaruh terhadap variabel kondisi ekonomi. Analisis dilakukan pada selang kepercayaan 95 per sen. Fungsi yang dihasilkan dari uji Regresi Linear tersebut adalah sebagai berikut: v15 = 10,574 - 0,028 v1 + 0,028 v2 – 0,008 v3 + 0,017 v4 + 0,049 v5 – 0,064 v6 + 0,071 v7 – 0,135 v9 – 0,029 v10 Keterangan: v1 = Kekerabatan objektif v6 = Etnisitas persepsi v2 = Kekerabatan persepsi v7 = Kolektivitas objektif v3 = Keterampilan objektif v9 = Kolektivitas persepsi sikap v4 = Keterampilan persepsi v10 = Kolektivitas persepsi total v5 = Etnisitas objektif v15 = Kondisi Ekonomi Berdasarkan fungsi di atas dapat diketahui bahwa setiap kenaikan satu nilai pada kekerabatan objektif maka akan mengurangi kondisi ekonomi sebesar 0,028. Selain itu dapat diketahui bahwa setiap kenaikan satu nilai pada kekerabatan persepsi maka akan meningkatkan kondisi ekonomi sebesar 0,028. Setiap kenaikan satu nilai pada keterampilan objektif maka akan mengurangi kondisi ekonomi sebesar 0,008. Setiap kenaikan satu nilai pada keterampilan persepsi maka akan meningkatkan kondisi ekonomi sebesar 0,017. Setiap kenaikan satu nilai pada etnisitas objektif maka akan meningkatkan kondisi ekonomi sebesar 0,049. Setiap kenaikan satu nilai pada etnisitas persepsi maka akan mengurangi kondisi ekonomi sebesar 0,064. Setiap kenaikan satu nilai pada kolektivitas objektif maka akan meningkatkan kondisi ekonomi sebesar 0,071. Setiap kenaikan satu nilai pada kolektivitas persepsi sikap maka akan mengurangi kondisi ekonomi sebesar 0,135. Setiap kenaikan satu nilai pada kolektivitas persepsi total maka akan mengurangi kondisi ekonomi sebesar 0,029. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel Coefficients pada Lampiran 2. Hasil uji Regresi Linear pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa B -0,028 kekerabatan objektif berada pada selang kepercayaan 95 per sen dengan lower bound -0,099 dan upper bound 0,042. Maka disimpulkan kekerabatan objektif memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan aktivitas komunikasi dan silaturahmi dengan kerabat dapat mengurangi waktu responden untuk memulung. Berkurangnya waktu bekerja berkonsekuensi pada berkurangnya pendapatan responden. Selain itu B 0,028 kekerabatan persepsi juga berada pada selang kepercayaan 95 per sen dengan lower bound -0,009 dan upper bound 0,065. Maka disimpulkan kekerabatan persepsi memiliki pengaruh positif terhadap kondisi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan persepsi responden yang menganggap berkomunikasi dan silaturahmi dengan kerabat sudah cukup jika hanya setiap setahun sekali. Komunikasi dan silaturahmi dilakukan pada saat lebaran dan hari raya lainnya. Hasil uji Regresi Linear pada Lampiran 2 juga menunjukkan bahwa B - 0,008 keterampilan objektif berada pada selang kepercayaan 95 per sen dengan lower bound -0,069 dan upper bound 0,053. Maka disimpulkan keterampilan objektif memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan keterampilan yang dibutuhkan bagi pemulung tidaklah sulit dan keterampilan seperti memilah sampah organik dan anorganik relatif dilakukan setiap hari oleh sebagian besar responden. Selain itu keterampilan khusus seperti memperbaiki barang yang rusak sehingga dapat dijual dengan harga lebih tinggi jarang dilakukan responden. Selanjutnya B 0,017 keterampilan persepsi juga berada pada selang kepercayaan 95 per sen dengan lower bound -0,032 dan upper bound 0,065. Maka disimpulkan keterampilan persepsi memiliki pengaruh positif terhadap kondisi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan sebagian persepsi responden mampu berbahasa Indonesia, dan bahasa daerah lain. Kemampuan berbahasa tersebut merupakan suatu konsekuensi yang sangat memungkinkan dikuasai karena hidup di Jakarta yang heterogen masyarakatnya. Hasil uji Regresi Linear pada Lampiran 2 juga menunjukkan bahwa B 0,049 etnisitas objektif berada pada selang kepercayaan 95 per sen dengan lower bound -0,036 dan upper bound 0,134. Maka disimpulkan etnisitas objektif memiliki pengaruh positif terhadap kondisi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan aktivitas komunikasi dan pergaulan responden dengan sesama asal daerah dapat meningkatkan rasa solidaritas. Sehingga dapat saling memberi makanan dan penghasilan. Meskipun hasil penelitian menunjukkan responden memiliki frekuensi yang sangat rendah pada komunikasi dengan bahasa daerah asal pada teman sekampung, dikarenakan sebagian besar responden tidak hidup berkelompok dengan sesama teman sekampung. Terlebih responden kesulitan untuk mendapatkan teman yang sekampung di kawasan penelitian dilakukan. Selanjutnya B -0,064 etnisitas persepsi juga berada pada selang kepercayaan 95 per sen dengan lower bound -0,154 dan upper bound 0,026. Maka disimpulkan etnisitas persepsi memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan dominannya responden yang merasa tidak pernah berkomunikasi dengan bahasa daerah asal dengan teman sekampung karena pada umumnya responden hidup berkelompok yang terdiri dari berbagai etnis. Sebagian besar responden merasa sulit untuk menemui teman sekampung di Jakarta. Terlebih untuk menemuinya di kampung halaman. Hasil uji Regresi Linear pada Lampiran 2 juga menunjukkan bahwa B 0,071 kolektivitas objektif berada pada selang kepercayaan 95 per sen dengan lower bound -0,121 dan upper bound 0,262. Maka disimpulkan kolektivitas objektif memiliki pengaruh positif terhadap kondisi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan rasa solidaritas dalam kelompok dapat meringankan kesulitan responden seperti memberikan makanan kepada teman yang tidak memiliki makanan dan membantu biaya pengobatan kepada teman yang sakit. Selanjutnya B -0,135 kolektivitas persepsi sikap juga berada pada selang kepercayaan 95 per sen dengan lower bound -0,362 dan upper bound 0,091. Selain itu B - 0,029 kolektivitas persepsi total juga berada pada selang kepercayaan 95 per sen dengan lower bound -0,140 dan upper bound 0,083 Maka disimpulkan kolektivitas persepsi sikap memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan dominannya responden yang setuju terhadap kegiatan untuk kepentingan bersama seperti kerja bakti, siskamling, menolong teman yang kesulitan ekonomi. Namun dalam realitanya jarang sekali responden yang melakukan kegiatanan untuk kepentingan bersama terutama pada kerja bakti dan siskamling. Kegiatan yang demikian sangat sulit dilakukan oleh responden yang hidupnya menggelandang. Hasil uji Regresi Linear dengan selang kepercayaan sebesar 95 per sen menunjukkan kolektivitas persepsi frekuensi tidak memiliki pengaruh terhadap kondisi ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2 bahwa B kolektivitas persepsi frekuensi tidak berada dalam selang kepercayaan 95 per sen. Tidak berpengaruhnya kolektivitas persepsi frekuensi terhadap kondisi ekonomi dikarenakan sebagian besar responden memiliki persepsi terhadap frekunsi kolektivitas yang relatif seragam.

9.2 Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Aksesibilitas Kebutuhan Dasar