Hubungan dengan Generasi Orang Tua

BAB V FAKTOR INTERNAL KERENTANAN SOSIAL

5.1 Kekerabatan Pemulung

5.1.1 Hubungan dengan Generasi Orang Tua

Pada umumnya pemulung di Kota Jakarta berasal dari luar Kota Jakarta. Kata lainnya mereka bermigrasi dari kampung ke Jakarta untuk mencari nafkah. Mereka meninggalkan sanak saudara atau kerabat di kampung. Hal tersebut menjadikan hubungan pemulung dengan kerabat menjadi sedikit renggang karena frekuensi komunikasi dan silaturahmi dengan kerabat terbatas. Kerabat yang dimiliki pemulung digolongkan menjadi tiga, yaitu generasi orang tua, generasi setara dan generasi bawah. Pemulung di Kota Jakarta umumnya memiliki frekuensi komunikasi yang rendah dengan generasi orang tua. Generasi orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang tua, mertua dan paman-bibi. Tabel 9 Jumlah dan Persentase Hubungan dengan Generasi Orang Tua menurut Kekerabatan Responden, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011 Tingkat Kekerabatan Generasi Orang Tua Kategori Sangat Rendah Sangat Tinggi Jumlah Jumlah Frekuensi Komunikasi Orang Tua 33 94 2 6 Mertua 35 100 Paman dan Bibi 35 100 Frekuensi Silaturahmi Orang Tua 34 97 1 3 Mertua 35 100 Paman dan Bibi 35 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 94 per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan orang tua. Sedangkan, responden yang memiliki frekunesi komunikasi yang sangat tinggi dengan orang tua hanya sebesar enam per sen seperti tampak pada Tabel 9. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang dan tinggi tidak ditemukan. Dominannya responden yang memiliki tingkat frekuensi komunikasi yang sangat rendah dikarenakan sebagian besar orang tua responden berada di kampung halaman. Terlebih, sebagian besar responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi orang tua di kampung halaman dan beberapa orang tua responden sudah meninggal dunia. Gambar 2 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Orang Tua dalam Enam Bulan Terakhir Persepsi responden terhadap frekuensi komunikasi dengan orang tua menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi berkomunikasi responden dengan orang tua. Persentase persepsi tersebut adalah 63 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan orang tua, 26 per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan orang tua, delapan per sen responden mengaku sering berkomunikasi dengan orang tua dan tiga per sen responden mengaku sangat sering berkomunikasi dengan orang tua seperti tampak pada Gambar 2. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan orang tua dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan orang tua dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun berkomunikasi dengan orang tua dirasa sudah cukup. Dimana aktivitas komunikasi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman. Sangat Sering 1 3 Sering 3 8 Jarang 9 26 Tidak Pernah 22 63 Hasil penelitian pada Tabel 9 menunjukkan bahwa seratus per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan mertua. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar mertua responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi mertua di kampung halaman. Selain itu, beberapa responden belum dan sudah tidak memiliki mertua. Hubungan komunikasi responden dengan mertua terputus ketika mertua mereka telah meninggal dunia dan karena status perceraian. Sehingga tidak memungkinkan bagi responden untuk berkomunikasi dengan mertua mereka. Seperti yang dialami oleh dua responden yang menjanda, yaitu Ibu IL dan Ibu RS. Gambar 3 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Mertua dalam Enam Bulan Terakhir Keseluruhan responden yang memiliki tingkat frekuensi komunikasi dengan mertua yang sangat rendah merupakan data objektif. Namun jika responden mengungkapkan persepsi mereka terhadap frekuensi komunikasi dengan mertua yang mereka lakukan, ternyata menunjukan hasil persentase yang berbeda. Persentase persepsi tersebut adalah 66 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan mertua, delapan per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan mertua, enam per sen responden mengaku cukup berkomunikasi dengan mertua, 17 per sen responden mengaku sering Sangat Sering 1 3 Sering 6 17 Cukup 2 6 Jarang 3 8 Tidak Pernah 23 66 berkomunikasi dengan mertua dan tiga per sen responden mengaku sangat sering berkomunikasi dengan mertua seperti tampak pada Gambar 3. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan mertua dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan mertua dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun berkomunikasi dengan mertua dirasa sudah cukup. Aktivitas komunikasi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa seratus per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan paman dan bibi seperti tampak pada Tabel 9. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar paman dan bibi responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi paman dan bibi di kampung halaman dan beberapa paman dan bibi responden sudah meninggal dunia. Gambar 4 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Paman dan Bibi dalam Enam Bulan Terakhir Persepsi responden terhadap frekuensi komunikasi dengan paman dan bibi menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi berkomunikasi responden dengan paman dan bibi. Persentase persepsi tersebut adalah 57 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan paman dan bibi, 31 per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan paman dan bibi, enam per Sering 2 6 Cukup 2 6 Jarang 11 31 Tidak Pernah 20 57 sen responden mengaku cukup berkomunikasi dengan paman dan bibi, dan enam per sen responden mengaku sering berkomunikasi dengan paman dan bibi seperti tampak pada Gambar 4. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan paman dan bibi dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan paman dan bibi dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun berkomunikasi dengan paman dan bibi dirasa sudah cukup. Aktivitas komunikasi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman. Penelitian ini mengukur hubungan responden dengan kerabatnya tidak hanya dengan mengukur frekuensi komunikasi tetapi juga mengukur frekuensi silaturahmi dengan kerabat. Sebesar 97 per sen dari jumlah responden memiliki tingkat frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan orang tua. Sedangkan responden yang memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat tinggi dengan orang tua hanya sebesar tiga per sen. Adapun silaturahmi responden yang memiliki tingkat frekuensi yang rendah, sedang dan tinggi tidak ditemukan seperti tampak pada Tabel 9. Dominannya responden yang memiliki tingkat frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dikarenakan sebagian besar orang tua responden berada di kampung halaman. Terlebih, sebagian besar responden hanya sekali setahun pulang ke kampung halaman dan itupun tidak rutin setahun sekali. Selain itu beberapa orang tua responden sudah meninggal dunia. Persepsi responden terhadap frekuensi silaturahmi dengan orang tua menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi silaturahmi responden dengan orang tua. Persentase persepsi tersebut adalah 68 per sen responden mengaku tidak pernah bersilaturahmi dengan orang tua, 20 per sen responden mengaku jarang bersilaturahmi dengan orang tua, sembilan per sen responden mengaku sering bersilaturahmi dengan orang tua dan tiga per sen responden mengaku sangat sering bersilaturahmi dengan orang tua seperti tampak pada Gambar 5. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden bersilaturahmi dengan orang tua dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas silaturahmi dengan orang tua dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun bersilaturahmi dengan orang tua dirasa sudah cukup. Dimana aktivitas silaturahmi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman. Gambar 5 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Orang Tua dalam Enam Bulah Terakhir Hasil penelitian pada Tabel 9 menunjukkan seratus per sen responden memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan mertua. Adapun silaturahmi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar mertua responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian besar responden hanya sekali dalam setahun pulang ke kampung halaman. Selain itu, beberapa responden belum dan sudah tidak memiliki mertua. Hubungan silaturahmi responden dengan mertua terputus ketika mertua mereka telah meninggal dunia dan karena status perceraian. Sehingga tidak memungkikan bagi responden untuk berkomunikasi dengan mertua mereka. Seperti yang dialami oleh dua responden yang menjanda, yaitu Ibu IL dan Ibu RS. Keseluruhan responden yang memiliki tingkat frekuensi silaturahmi dengan mertua yang sangat rendah merupakan data objektif. Namun jika reponden mengungkapkan persepsi mereka terhadap frekuensi silaturahmi dengan mertua yang mereka lakukan, ternyata menunjukan hasil persentase yang berbeda. Persentase persepsi tersebut adalah 66 per sen responden mengaku tidak pernah bersilaturahmi dengan mertua, sebelas per sen responden mengaku jarang bersilaturahmi dengan mertua, enam per sen responden mengaku cukup Sangat Sering 1 3 Sering 3 9 Jarang 7 20 Tidak Pernah 24 68 bersilaturahmi dengan mertua, 14 per sen responden mengaku sering bersilaturahmi dengan mertua dan tiga per sen responden mengaku sangat sering bersilaturahmi dengan mertua seperti tampak pada Gambar 6. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden bersilaturahmi dengan mertua dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas silaturahmi dengan mertua dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun bersilaturahmi dengan mertua dirasa sudah cukup. Aktivitas silaturahmi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman. Gambar 6 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Mertua dalam Enam Bulan Terakhir Hasil penelitian juga menunjukkan seratus per sen responden memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan paman dan bibi seperti tampak pada Tabel 9. Adapun silaturahmi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan.Hal tersebut dikarenakan sebagian besar paman dan bibi responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian besar responden hanya setahun sekali pulang ke kampung halaman dan itu pun tidak rutin setahun sekali. Selain itu, beberapa paman dan bibi responden sudah meninggal dunia. Sangat Sering 1 3 Sering 5 14 Cukup 2 6 Jarang 4 11 Tidak Pernah 23 66 Gambar 7 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Paman dan Bibi dalam Enam Bulan Terakhir

5.1.2 Hubungan dengan Generasi Setara