0.74 1.05
0.66 0.57
0.49 0.43
0.39 2.60
0.21 0.05
0.48 1.12
0.5 1
1.5 2
2.5 3
Penyebaran tempat pelayanan Poskeswan Penyebaran tempat pos pelayaan inseminasi buatan
Penggunaan vitamin dan probiotik Teknologi pakan
Teknologi pengolahan limbah ternak sapi potong Teknologi pengolahan hasil produk ternak sapi potong
Teknologi informasi dan transportasi Ketersediaan sarana dan prasarana agribisnis
Ketersediaan Sarana dan Prasarana Umum Tingkat penguasaan teknologi budidaya peternakan
Ketersediaan teknologi informasi peternakan Standarisasi mutu produk peternakan
A ttr
ib u
te
Gambar 9 Peran masing-masing atribut aspek infrastruktur dan teknologi yang dinyatakan dalam bentuk nilai perubahan RMS
6.1.5 Dimensi Hukum dan Kelembagaan
Jumlah atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan berjumlah 8 delapan. Hasil
analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 10. Sebanyak 5 lima atribut sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan, yaitu:
1 Ketersediaan badan pengelola kawasan agropolitan sangat diperlukan dalam mendukung keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan. Badan ini
berperan antara lain: a merumuskan program, kebijakan operasional, dan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan;
b mendorong partisipasi dan swadaya masyarakat dalam mempersiapkan master plan, program, dan melaksanakan program kawasan agropolitan; c
Sumber: Data Primer diolah
menumbuh kembangkan kelembagaan, sarana dan prasarana pendukung program pengembangan kawasan agropolitan
2 Koperasi ternak sapi potong merupakan salah satu lembaga yang perlu mendapat perhatian dalam upaya pengembangan sistem agribisnis peternakan,
mengingat peternak sebagai pelaku mayoritas dan utama dalam sistem ini memiliki kemampuan yang lemah dalam hal permodalan, akses informasi, dan
teknologi. Koperasi dapat menjadi media bagi peternak untuk secara bersama- sama membangun usahanya secara terintegrasi dari subsistem hulu sampai
subsistem hilir, agar peternak dapat memperoleh nilai tambah yang lebih baik. Untuk saat ini, koperasi yang bergerak di kalangan peternak memang belum
berkembang sebaik koperasi yang bergerak di kalangan peternak sapi perah, misalnya gabungan koperasi susu Indonesia GKSI.
3 Ketersediaan lembaga keuangan mikro LKM di daerah ini sangat sedikit yang khusus untuk menyediakan dana kegiatan usaha peternakan. Dalam
rangka meningkatkan pengembangan usaha peternakan, keberadaan LKM sangat dibutuhkan untuk lebih mempermudah dalam pelayanan kegiatan
ekonomi masyarakat. Dari aspek permodalan, pihak perbankan masih menganggap bahwa usaha kegiatan agribisnis sapi potong sebagai usaha yang
belum mendapat prioritas untuk mendapatkan bantuan kredit usaha. Hal ini dikarenakan, pihak perbankan masih menganggap bahwa agribisnis sapi
potong berisiko tinggi high risk dan rendah dalam hal pendapatan low return.
4 Ketersediaan aturan kearifan lokal dalam usaha ternak sapi potong sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan usaha ternak sapi potong. Pada
lokasi penelitian aturan kearifan local setempat mulai ditinggalkan oleh masyarakat dikarenakan pengaruh moderenisasi yang semakin kuat. Perbaikan
atribut ini dapat dilakukan dengan cara menghidupkan kembali aturan local yang dianggap rasional dan baik untuk dikembangkan melalui sosialisasi
kembali oleh para tokoh masyarakat setempat. 5 Lembaga penyuluhan pertanian sudah terdapat di daerah ini, namun demikian
perlu ditingkatkan lagi aktifitasnya terutama dalam frekuensi penyuluhan dan pelatihan terhadap pengelolaan usaha peternakan agar dapat secara bertahap
5.90 7.43
3.93 4.45
4.36 3.88
3.20 0.47
1 2
3 4
5 6
7 8
Koperasi Ternak Sapi Potong Badan Pengelola Kawasan
Agropolitan Lembaga Penyuluh Pertanian
Lembaga Keuangan Mikro BankKredit
Ketersediaan aturan kearifan lokal usaha ternak sapi potong
Ketersediaan Kelompok Tani Kesesuaian kebijakan pusat dan
daerah Perjanjian Kerjasama dengan
Daerah Lain
A tt
r ib
u te
mengubah perilaku peternak dalam mengelola usaha peternakan ke arah yang lebih majuintensif dan berkelanjutan.
Gambar 10 Peran masing-masing atribut aspek hukum dan kelembagaan yang
dinyatakan dalam bentuk nilai perubahan RMS
6.1.6 Multidimensi
Hasil analisis Rap-AGROSAPOT multidimensi keberlanjutan wilayah Kabupaten Bondowoso untuk pengembangan kawasan agropolitan berbasis
peternakan sapi potong, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar 54.78 dan termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan. Nilai ini diperoleh berdasarkan
penilaian 70 tujuh puluh atribut dari lima dimensi keberlanjutan, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastrukturteknologi, dan hukumkelembagaan.
Hasil analisis multidimensi dengan Rap-AGROSAPOT mengenai keberlanjutan wilayah Kabupaten Bondowoso untuk pengembangan kawasan agropolitan
berbasis peternakan sapi potongsapi potong dapat dilihat pada Gambar 11. Sumber: Data Primer diolah
-0.21 -0.21
-0.21 -0.21
54.78
DOWN UP
BAD GOOD
-60 -40
-20 20
40 60
-20 20
40 60
80 100
120
Beef Cattle Breeder Sustainability
O the
r D
is ti
ng is
hi ng
Fe at
ure s
Real Breeder References
Anchors
Gambar 11 Indeks keberlanjutan multidimensi wilayah Kabupaten Bondowoso
Hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan pengembangan kawasan agropolitan berbasis peternakan sapi potong di
Kabupaten Bondowoso pada taraf kepercayaan 95, menunjukkan hasil yang tidak mengalami perbedaan besar dengan hasil Rap-AGROSAPOT MDS. Hal
ini menginterpretasikan bahwa kesalahan dalam analisis kecil baik dalam hal pemberian skoring setiap atribut, variasi pemberian skoring karena perbedaan
opini relatif kecil, dan proses analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang stabil, serta kesalahan dalam menginput data dan data hilang mampu dihindari.
Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis MDS dan Monte Carlo seperti pada Tabel 6.
Tabel 6 Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Monte Carlo dengan analisis Rap-AGROSAPOT
Dimensi Keberlanjutan MDS
Monte Carlo Perbedaan
Ekologi 41.61
42.76 1.15
Ekonomi 57.73
57.74 0.01
Sosial-Budaya 58.05
57.57 0.48
InfrastrukturTeknologi 47.05
47.13 0.08
HukumKelembagaan 75.46
72.36 3.10
Multidimensi 54.78
54.72 0.06
Sumber: Data Primer diolah
Sumber: Data Primer diolah
Hasil analisis Rap-AGROSAPOT menunjukkan bahwa semua atribut yang dikaji terhadap status keberlanjutan wilayah Kabupaten Bondowoso untuk
pengembangan kawasan agropolitan, cukup akurat sehingga memberikan hasil analisis yang semakin baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini terlihat dari
nilai stress yang hanya berkisar antara 14 sampai 20 dan nilai koefisien determinasi R
2
yang diperoleh berkisar antara 0.87 dan 0.95 Hal ini sesuai dengan pendapat Fisheries 1999, yang menyatakan bahwa hasil analisis cukup
memadai apabila nilai stress lebih kecil dari nilai 0.25 25 dan nilai koefisien determinasi R
2
mendekati nilai 1. Adapun nilai stress dan koefisien determinasi dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil analisis Rap-AGROSAPOT untuk nilai stress dan koefisien determinasi R
2
6.2 Analisis Prospektif Pengembangan Kawasan Agropolitan
Analisis prospektif bertujuan untuk memprediksi kemungkinan yang akan terjadi di masa datang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Analisis
prospektif dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: 1 mengidentifikasi atribut kunci di masa depan, 2 menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama,
dan 3 mendefinisikan dan mendeskripsikan perubahan kemungkinan di masa depan sekaligus menentukan strategi pengembangan wilayah secara berkelanjutan
sesuai dengan sumberdaya. Penentuan atribut-atribut kunci dalam analisis diperoleh dari atribut sensitif berpengaruh hasil analisis keberlanjutan.
Berdasarkan hasil analisis keberlanjutan diperoleh 23 atribut sensitif dan selanjutnya diajukan kepada pakar untuk dinilai dan dianalisis prospektif.
Berdasarkan hasil analisis tingkat kepentingan antar atribut Lampiran 3 diperoleh 5 lima atribut kuncipenentu yang mempunyai pengaruh kuat dan
ketergantungan antar atribut tidak terlalu kuat, yaitu: a ketersediaan sarana dan Parameter
Ekologi Ekonomi
Sosial Teknologi
Hukum Multi
Stress R
2
Iterasi 0.15
0.87 4
0.14 0.88
4 0.14
0.92 3
0.14 0.93
3 0.13
0.95 3
0.20 0.93
4 Sumber: Data Primer diolah