5.2.2 Kondisi Sistem Agribisnis Kawasan
Subsistem agribisnis hulu, yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi ternak. Kondisi sarana dan prasarana pada subsistem ini seperti
ketersediaan kios sapronak, bibit ternakIB, obat-obatanvitamin, dan pakan konsentrat tersedia pada kota kecamatan, sedangkan untuk gudang peralatan dan
mesin bersifat individual maupun secara berkelompok. Pos Keswan tersedia pada setiap kecamatan yang melayani penyediaan bibit ternak sapi potong melalui IB
dan pengobatan ternak. Pelayanan ini dilakukan oleh 2 dua orang mantri hewan untuk satu kecamatan. Pakan konsentrat diperoleh pada kios sapronak maupun di
pabrik agroindustri, seperti: konsentrat, ampas tahu, dedak padi. Industri pakan ternak masih belum tersedia di kawasan ini, sehingga peternak mencari bahan
baku sendiri dan mencampurnya kemudian diberikan kepada ternak. Subsistem agribisnis budidaya peternakan adalah kegiatan berternak yang
menghasilkan produk peternakan primer, seperti: daging, susu, dan telur serta hasil ikutannya dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemeliharaan
ternak sapi potong di lokasi penelitian dilakukan secara ekstensif dan semi intensif. Penerapan program panca usaha ternak potong PUTP, seperti: perbaikan mutu
bibit, pakan, penanganan kesehatan ternak, pemeliharaan, dan reproduksi ternak belum sepenuhnya dilaksanakan. Pakan yang diberikan sebagian besar dalam
bentuk hijauan dan limbah pertanian, berupa: jerami padi, daun jagung, daun ketela pohon, daun kedelai, daun kacang tanah, dan pucuk tebu, serta limbah
agroindustri dedak padi dan ampas tahu. Lokasi kandang ternak umumnya berkumpul dengan rumah atau menjadi
satu dengan tempat tinggal. Kondisi ini mengganggu kesehatan masyarakat demikian juga bau yang ditimbulkan, sehingga mengganggu kenyamanan
masyarakat. Kebersihan kandang umumnya kurang diperhatikan, sehingga kotoran ternak cukup banyak menumpuk dan hanya sebagian kecil saja yang
dimanfaatkan menjadi pupuk organik. Pengelolaan reproduksi ternak umumnya memanfaatkan teknologi inseminasi buatan IB yang tersedia dan berjalan sangat
baik. Hal yang sama juga terjadi pada penanganan kesehatan ternak, karena di setiap kecamatan sudah dibangun pos kesehatan hewan Pos Keswan dengan
dukungan tenaga memadai, seperti: mantri hewan dan petugas penyuluh
peternakan PPL. Air baku yang digunakan dalam usaha ternak umumnya bersumber dari sumur dan sungai. Kondisi jalan usahatani umumnya dilapisi
aspal namun sebagian besar mengalami kerusakan dan memerlukan perbaikan untuk memperlancar transportasi pertanian.
Subsistem agribisnis hilir adalah kegiatan ekonomi mengolah dan memperdagangkan hasil usaha ternak. Subsistem ini terkait industri pemotongan
ternak, industri pengalengan dan pengolahan daging, serta industri pengolahan kulit. Pada lokasi penelitian, industri pengolahan hasil ternak minim tersedia, jika
ada hanya sebatas industri rumah tangga, seperti pembuatan bakso daging sapi, dendeng, abon, dan kerupuk kulit. Jenis produk yang dihasilkan dalam usaha
peternakan umumnya berbentuk produk primer peternakan seperti anak sapi pedet, daging, telur dan susu, sedangkan produk olahan hasil ternak produk
sekunder peternakan sangat sedikit. Jumlah agroindustri peternakan yang belum berkembang, mengakibatkan kontribusi dari subsektor peternakan belum optimal
memberikan sumbangan PDRB terhadap daerah Kabupaten Bondowoso. Pasar ternak di lokasi penelitian baru tersedia dua unit berskala pasar kecamatan yang
terletak di Kecamatan Kedemangan dan Wonosari demikian juga ketersediaan rumah potong hewan RPH tidak tersedia di tiap kecamatan dan hanya tersedia
10 unit di kecamatan tertentu saja. Subsistem jasa penunjang agribisnis yaitu kegiatan yang menyediakan jasa
agribisnis ternak, seperti: perbankan, asuransi, koperasi, transportasi, penyuluhan, Pos Keswan, kebijakan pemerintah, lembaga pendidikan serta penelitian, dan lain-
lain. Kondisi subsistem jasa penunjang di lokasi penelitian belum memadai. Lembaga penyuluhan pertanianbalai penyuluhan pertanian BPP, sudah tersedia
namun perlu ditingkatkan lagi aktifitasnya terutama dalam frekuensi penyuluhan dan pelatihan terhadap pengelolaan usaha peternakan agar secara bertahap
mengubah perilaku peternak dalam mengelola usaha peternakan ke arah yang lebih majuintensif dan berkelanjutan. Ketersediaan lembaga keuangan mikro
LKM sangat sedikit, dalam rangka meningkatkan pengembangan usaha peternakan, keberadaan LKM sangat dibutuhkan untuk mempermudah pelayanan
kegiatan ekonomi masyarakat.
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Status Keberlanjutan Wilayah
Penentuan indeks keberlanjutan wilayah berbasiskan peternakan sapi potong di Kabupaten Bondowoso berdasarkan pada lima dimensi keberlanjutan,
yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan kelembagaan dengan atribut dan nilai keberlanjutan tiap dimensi
pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil analisis menggunakan pendekatan Rapid
Appraisal Agropolitan Sapi Potong Rap-AGROSAPOT, nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 41.61 dengan status kurang
berkelanjutan, dimensi ekonomi 57.73 dengan status cukup berkelanjutan, dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 75.46 dengan status baik, dimensi
sosial budaya sebesar 58.05 dengan status cukup berkelanjutan serta dimensi infrastruktur dan teknologi sebesar 47.05 dengan status kurang berkelanjutan.
Peningkatan nilai indeks keberlanjutan di masa depan dapat dilakukan dengan perbaikan atribut sensitif berpengaruh pada nilai indeks keberlanjutan lima
dimensi tersebut. Adapun nilai indeks lima dimensi keberlanjutan hasil analisis Rap-AGROSAPOT seperti diperlihatkan pada Gambar 5 dan Lampiran 2.
Gambar 5 Diagram layang kite diagram nilai indeks keberlanjutan wilayah Kabupaten Bondowoso
6.1.1 Dimensi Ekologi
Sumber: Data Primer diolah