6.1 Status Keberlanjutan Wilayah
Penentuan indeks keberlanjutan wilayah berbasiskan peternakan sapi potong di Kabupaten Bondowoso berdasarkan pada lima dimensi keberlanjutan,
yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan kelembagaan dengan atribut dan nilai keberlanjutan tiap dimensi
pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil analisis menggunakan pendekatan Rapid
Appraisal Agropolitan Sapi Potong Rap-AGROSAPOT, nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 41.61 dengan status kurang
berkelanjutan, dimensi ekonomi 57.73 dengan status cukup berkelanjutan, dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 75.46 dengan status baik, dimensi
sosial budaya sebesar 58.05 dengan status cukup berkelanjutan serta dimensi infrastruktur dan teknologi sebesar 47.05 dengan status kurang berkelanjutan.
Peningkatan nilai indeks keberlanjutan di masa depan dapat dilakukan dengan perbaikan atribut sensitif berpengaruh pada nilai indeks keberlanjutan lima
dimensi tersebut. Adapun nilai indeks lima dimensi keberlanjutan hasil analisis Rap-AGROSAPOT seperti diperlihatkan pada Gambar 5 dan Lampiran 2.
Gambar 5 Diagram layang kite diagram nilai indeks keberlanjutan wilayah Kabupaten Bondowoso
6.1.1 Dimensi Ekologi
Sumber: Data Primer diolah
0.12 0.59
1.76 0.58
0.96 1.31
2.76 2.72
2.94 3.10
1.78 2.64
3.06 2.54
1.65 1.49
0.96 1.41
0.22
3.36
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 Pemanfaatan limbah peternakan untuk pupuk organik
Pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak Sistem pemeliharaan ternak sapi potong
Lahan kesuburan tanah Kapasitas tampung padang penggembalaan
Kegiatan Ladang Berpindah Ketersediaan pakan ternak sapi potong
Kebersihan Kandang Ketersediaan IPAL Agroindustri hasil Ternak
Ketersediaan rumah potong hewan RPH Ketersediaan instalasi pengolahan limbah RPH
Jenis pakan ternak Ketersediaan lahan HMT unggul
Kuantitas limbah peternakan Jarak lokasi usaha peternakan dengan permukiman
Kejadian kekeringan Frekuensi kejadian banjir
Curah hujan Kondisi prasarana jalan usahatani
Kondisi prasarana jalan desa
A tt
r ib
u te
Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi ekologi terdiri atas 20 dua puluh atribut.
Berdasarkan Gambar 5 nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi adalah 41.61 berkategori kurang berkelanjutan. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6 Peran masing-masing atribut aspek ekologi yang dinyatakan dalam
bentuk nilai perubahan RMS
Analisis sensitivitas dimensi ekologi dengan metode analisis leverage pada Rapfish memperlihatkan 10 sepuluh atribut sensitif terhadap nilai indeks
Sumber: Data Primer diolah
keberlanjutan. Perubahan sedikit saja pada atribut tersebut berdampak besar terhadap status keberlanjutan pada dimensi ekologi. Hal ini ditunjukkan dari nilai
perubahan galat error atau root mean square RMS sepuluh atribut tersebut dua bahkan tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan atribut lainnya Gambar 6.
Atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, yaitu: 1 Sistem pemeliharaan ternak sapi potong. Sistem pemeliharaan sapi potong
dilakukan dengan cara ekstensif, yaitu mengikat ternak sapi pada ruang terbuka seperti padang penggembalaan atau pekarangan rumah tanpa
dikandangkan sehingga ternak sapi sulit diawasi, rawan terkena penyakit dan gangguan lainnya. Pemberian pakan dilakukan dengan cara melepas ternak
sapi di padang penggembalaan atau meletakkan hijauan kering hay pada tempat yang mudah dijangkau oleh ternak sapi. Masyarakat setempat sebagian
besar menerapkan sistem pemeliharan ini karena enggan mengeluarkan biaya tambahan untuk membuat dan merawat kandang ternak sapi. Selain itu, sistem
pemeliharaan ternak ekstensif merupakan budaya warisan leluhur sehingga sulit dilakukan perubahan sistem pemeliharaan ternak menjadi semi intensif
atau intensif. 2 Ketersediaan pakan ternak sapi potong. Saat ini ketersediaan pakan masih
mencukupi kebutuhan dan cenderung berlebih. Dalam rangka pengembangan ternak ruminansia, daya dukung pakan harus dipertahankan agar ternak sapi
potong dapat berkembang dengan baik. Limbah pertanian, seperti: jerami padi, jagung, kacang tanah, dan pucuk tebu serta limbah agroindustri dedak padi,
tongkol jagung, ampas tahu, bungkil kelapa dan ampas tebu yang cukup banyak di daerah ini, membantu ketersediaan pakan ternak sapi potong.
3 Kebersihan kandang belum sepenuhnya diperhatikan oleh peternak. Kotoran ternak dibiarkan menumpuk dalam kandang selama beberapa hari sebelum
dikumpulkan pada suatu tempat. Kondisi ini dikhawatirkan menyebabkan gangguan lingkungan dan kesehatan. Penyuluhan kepada peternak sangat
diperlukan dalam rangka menanamkan kesadaran untuk menjaga kebersihan kandang, agar kekhawatiran seperti hal tersebut dapat dicegah.
4 Ketersediaan IPAL agroindustri hasil ternak belum tersedia, sehingga perlu disediakan mulai sekarang karena pembuangan limbah agroindustri hasil