Analisis Prospektif Pengembangan Kawasan Agropolitan

1 Subsistem agribisnis hulu upstream off-farm agribusiness, yaitu kegiatan ekonomi produksi dan perdagangan yang menghasilkan sapronak seperti bibit, pakan, industri obat-obatan, inseminasi buatan, dan lain-lain. 2 Subsistem agribisnis peternakan on-farm agribusiness yaitu, kegiatan ekonomi yang selama ini kita sebut sebagai usaha ternak. 3 Subsistem agribisnis hilir downstream off-farm agribusiness, yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah dan memperdagangkan hasil usaha ternak. Subsistem ini termasuk didalamnya industri pemotongan ternak, industri pengalengan dan pengolahan daging serta industri pengolahan kulit. 4 Subsistem jasa penunjang supporting institution, yaitu kegiatan yang menyediakan jasa agribisnis ternak, seperti: perbankan, asuransi, koperasi, transportasi, penyuluhan, poskeswan, kebijakan pemerintah, lembaga pendidikan serta penelitian, dan lain-lain. Sistem pemeliharaan ternak pada umumnya masih bersifat tradisional dan semi intensif. Sebagian besar ternak sapi potong diikat pada pohon yang berada dekat dengan rumah dan sebagian lainnya dikandangkan. Pakan yang diberikan pada umumnya rumput lapangan yang dicampur dengan rumput unggul, seperti: rumput gajah dan raja. Sistem pemeliharaan ternak seperti ini sudah tentu kurang maksimal dalam memberikan penerimaan terhadap peternak. Kabupaten Bondowoso yang memiliki potensi pertanian dan perkebunan yang cukup potensial, sangat cocok dalam menerapkan sistem pemeliharaan ternak sapi potong secara terpadu dengan tanaman pangan dan perkebunan. Sistem usahatani terpadu yang didasarkan pada penelitian dan pengkajian mulai diperkenalkan sekitar tahun 1970-an oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian LP3 di Bogor. Penelitian ini diberi nama ”on station multiple cropping ” mengacu pada pola International Rice Research Institute = IRRI Manwan 1989. Sejak saat itu kajian dan inovasi penerapan pertanian terpadu terus dikembangkan seperti: pola tanam cropping pattern, pola usahatani cropping system, sistem usahatani farming system, dan terakhir adalah sistem tanaman ternak terjemahan dari crop livestock system CLS. Selain CLS masih ada beberapa pola sejenis antara lain pertanian dengan perikanan dan lainnya Diwyanto et al. 2002. Dalam sistem usahatani ternak, interaksi terjadi akan mendorong terjadinya efisiensi produksi, pencapaian produksi yang optimal, peningkatan diversifikasi usaha dan peningkatan dayasaing produk pertanian yang dihasilkan, sekaligus mempertahankan dan melestarikan sumberdaya lahan Diwyanto dan Handiwirawan 2004. Sudaryanto 2006 menyatakan bahwa, pengembangan integrasi tanaman padi dan sapi potong bertujuan: 1 mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan melalui penyediaan pupuk organik; 2 meningkatkan produktivitas padi sawah dan penyediaan daging; 3 peningkatan populasi ternak sapi dan pendapatan petani. Menurut Diwyanto 2001, ada 8 delapan keuntungan penerapan integrasi usaha tanaman dan ternak, yaitu: 1 diversifikasi penggunaan sumberdaya produksi; 2 mengurangi terjadinya resiko; 3 efisiensi penggunaan tenaga kerja; 4 efisiensi penggunaan komponen produksi; 5 mengurangi ketergantungan sumberdaya lain dari luar usaha; 6 sistem ekologi lebih lestari, tidak menimbulkan polusi; 7 meningkatkan output; dan 8 mengembangkan rumah tangga petani yang lebih stabil. Sistem integrasi ternak dangan tanaman merupakan salah satu kegiatan pertanian organik organic farming berbasis teknologi, dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang didaur ulang secara efektif. Sistem ini melibatkan paling tidak tiga jenis kegiatan usahatani yang saling berkaitan, yaitu: 1 budidaya ternak sapi potong, 2 budidaya tanaman pangan atau perkebunan, dan 3 pengolahan limbah pertanian dan ternak. Ruang lingkup budidaya ternak mencakup pengandangan ternak, sistem pemberian pakan, pengolahan hasil ternak dan limbah, serta pemanfaatan kompos untuk tanaman pertanian. Budidaya tanaman merupakan teknologi pengolahan produk, penyimpanan dan peningkatan kualitas limbah tanaman sebagai pakan ternak. Pengomposan adalah proses mengubah limbah organik menjadi pupuk dengan tujuan mengurangi bahan organik yang dikandung bahan limbah, menekan timbulnya bau, membunuh gulma dan orginisme yang bersifat patogen, produknya berupa pupuk organik yang sesuai untuk diaplikasikan pada lahan pertanian Sutanto 2002. Dalam sistem usahatani ternak, interaksi terjadi akan mendorong terjadinya efisiensi produksi, pencapaian produksi yang optimal, peningkatan diversifikasi usaha dan peningkatan dayasaing produk pertanian yang dihasilkan, sekaligus mempertahankan dan melestarikan sumberdaya lahan. Menurut Wardhani dan Musofie 2004 bahwa dalam melaksanakan usahatani peternakan terpadu dengan tanaman panganperkebunan maka petani akan melibatkan ternak, sumberdaya lahan, tenaga kerja, dan ketersediaan modal. Antara sub-sistem rumah tangga, ternak, dan tanaman saling terkait, terpadu, dan saling tergantung. Pola usahatani peternakan sapi potong terpadu dengan tanaman dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Pola usahatani peternakan sapi potong terpadu dengan tanaman panganperkebunan Kegiatan usahatani tanaman pangan dan perkebunan menghasikan hijauan pakan ternak, seperti: rumput alam dari pematang sawah, gulma yang diperoleh dari kebun, dan limbah pertanian berupa jerami padi, kacang tanah, daun jagung, daun singkong, dan daun pucuk tebu. Selain itu dari limbah agroindustri, seperti: dedak, molases, ampas tahu, tongkol jagung, ampas kecap, dan lainnya sebagai merupakan input untuk usaha ternak. Kegiatan usaha ternak menyerap tenaga kerja manusia dan sumberdaya lain yang dapat menghasilkan produk peternakan. Limbah Tanaman Pupuk, Tenaga Kerja Ternak Manajemen, Tenaga Kerja TERNAK Pupuk Insektisida Tenaga Kerja TANAMAN Padi, Jagung, dan Tebu PASAR Tenaga Kerja Non-Farm RUMAH TANGGA Ternak Konsentrat Obat Hewan Sumber: Wardhani dan Musofie 2004 Ternak menghasilkan pupuk organik yang dapat digunakan untuk tanaman pangan, perkebunan, tanaman pakan ternak. Pola usahatani peternakan terpadu dengan tanaman pangan dan perkebunan mampu memberikan nilai tambah pada masing- masing sektor usaha. Dalam pola ini petani mengurangi penggunaan input luar, tenaga kerja diusahakan berasal dari dalam keluarga, sarana produksi sedapat mugkin didapat dari produk masing-masing kegiatan yang saling terkait. Pengembangan integrasi tanaman-sapi bertujuan: 1 mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan melalui penyediaan pupuk organik, 2 meningkatkan produktivitas tanaman dan penyediaan daging, dan 3 meningkatkan populasi ternak sapi dan pendapatan petani. Ketersediaan pasar produk agroindustri peternakan akan memacu terciptanyatersedianya ketersediaan industri pengolahan hasil ternak, seperti: industri pengolahan daging sapi, industri pengolahan kulit, dan industri pupuk organik yang akan membutuhkan bahan baku ternak sapi potong yang cukup banyak. Selain itu, akan terjadi penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak di kawasan ini, membutuhkan ketersediaan rumah potong hewan yang memadai serta industri pakan ternak. Keberadaan industri hasil ternak ini juga akan mempengaruhi pasar produk hasil peternakan dan berdampak banyak multiplier effects terhadap perkembangan kawasan dan yang pada akhirnya akan meningkatkan produk domestik regional bruto PDRB. Oleh sebab itu, Ketersediaan pasar produk agroindustri peternakan sangat membantu kawasan ini dalam rangka memajukan pertumbuhan kawasan dan meningkatkan PDRB daerah ini. Keberadaan industri pengolahan hasil ternak juga akan meningkatkan kegiatan agribisnis komoditas unggulan lokal, yang saling mendukung dan menguatkan termasuk industri kecil, pengolahan hasil, jasa pemasaran dan agrowisata dengan mengoptimalkan manfaat sumberdaya alam, secara efisien dan ekonomis, sehingga tidak ada limbah yang terbuang atau yang yang tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat usaha pertanian terpadu tanpa limbah. Ketersediaan pasar produk agroindustri peternakan akan memacu terciptanyatersedianya ketersediaan industri pengolahan hasil ternak, seperti: industri pengolahan daging sapi, industri pengolahan kulit, dan industri pupuk organik yang akan membutuhkan bahan baku ternak sapi potong yang cukup banyak. Selain itu, akan terjadi penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak di kawasan ini, membutuhkan ketersediaan rumah potong hewan yang memadai serta industri pakan ternak. Keberadaan industri hasil ternak ini juga akan mempengaruhi pasar produk hasil peternakan dan berdampak banyak multiplier effects terhadap perkembangan kawasan dan yang pada akhirnya akan meningkatkan produk domestik regional bruto PDRB. Oleh sebab itu, Ketersediaan pasar produk agroindustri peternakan sangat membantu kawasan ini dalam rangka memajukan pertumbuhan kawasan dan meningkatkan PDRB daerah ini. Keberadaan industri pengolahan hasil ternak juga akan meningkatkan kegiatan agribisnis komoditas unggulan lokal, yang saling mendukung dan menguatkan termasuk industri kecil, pengolahan hasil, jasa pemasaran dan agrowisata dengan mengoptimalkan manfaat sumberdaya alam, secara efisien dan ekonomis, sehingga tidak ada limbah yang terbuang atau yang yang tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat usaha pertanian terpadu tanpa limbah. Peternak dalam memberikan pakan pada umumnya masih mengandalkan pakan yang terdapat di sekitar tempat tinggal. Peternak sapi potong, misalnya memanfaatkan rumput alam yang banyak tumbuh di padang penggembalaan, kebun, hutan, dan memanfaatkan limbah pertanian serta limbah agroindustri pertanian yang cukup tersedia di wilayah ini. Ketergantungan pada rumput alam ini akan menghadapi kendala pada saat musim keringkemarau tiba. Dalam rangka menjamin ketersediaan pakan dan kecukupan gizi ternak, pembangunan industri pakan sangat dibutuhkan di daerah ini, apalagi ketersediaan produk pertanian jagung dan limbah pertanian jerami padi, daun jagung, daun ketela pohon, daun kacang tanah, dan pucuk tebu serta limbah industri pertanian dedak padi, ampas tahu, ampas kecap, molassestetes, ampas tebu, dan tongkol jagung yang bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak cukup banyak tersedia. Dengan adanya industri pakan ternak di wilayah ini, selain untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak di daerah sendiri, selebihnya bisa dipasarkan ke beberapa daerah, dan selain itu dapat menyerap tenaga kerja setempat serta memberikan multiplier effects terhadap wilayah ini, sehingga industri pakan dapat memberikan sumbangan pendapatan kepada masyarakat maupun daerah. Dalam rangka membangun kawasan agropolitan berbasis peternakan sapi potong yang maju, kehadiran koperasi sangat dibutuhkan untuk memudahkan masyarakat mencari suntikan danamodal, menampung produk agroindustri peternakan dan memasarkannya, serta lebih mempermudah dalam pelayanan pembiayaan kegiatan ekonomi mikro masyarakat setempat. Koperasi yang terbentuk sebaiknya merupakan upaya kesadaran dan partisipasi dari masyarakat dalam menjalankan program pengembangan untuk kepentingannya sendiri. Pada pola ini masyarakatlah yang memilki inisiatif dan berperan penuh pada kegiatan- kegiatan mereka, sehingga keberhasilannya sangat ditentukan dari rasa tanggung- jawab dari masyarakat itu sendiri. Langkah awal dari pembentukan koperasi ini harus ada pendampingan, pengorganisasian, dan pemberdayaan masyarakat. VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1 Kabupaten Bondowoso merupakan wilayah pertanian yang menghasilkan produk primer pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Peternakan sapi potong merupakan salah satu potensi pertanian Kabupaten Bondowoso yang perlu dikembangkan. Potensi peternakan sapi potong tersebut, saat ini belum mendapatkan dukungan sistem agribisnis yang optimal. 2 Hasil analisis penentuan status keberlanjutan wilayah berbasiskan peternakan sapi potong ditinjau dari lima dimensi keberlanjutan menunjukkan bahwa keberlanjutan dari dimensi ekologi dan ekonomi tergolong kurang berkelanjutan, keberlanjutan dari dimensi infrastruktur teknologi dan sosial budaya tergolong cukup berkelanjutan serta keberlanjutan dari dimensi hukum kelembagaan tergolong baik. Status keberlanjutan wilayah berbasiskan peternakan sapi potong di lokasi penelitian ditinjau secara multidimensi tergolong dalam status cukup berkelanjutan. 3 Berdasarkan hasil analisis tingkat kepentingan dan ketergantungan antar faktor dari 23 atribut sensitif diperoleh 5 lima faktor kuncipenentu yang memiliki pengaruh kuat dan tingkat ketergantungan antar faktor yang rendah, yaitu: 1 ketersediaan sarana dan prasarana agribisnis; 2 sistem pemeliharaan ternak sapi potong; 3 ketersediaan pasar produk sapi potong; 4 ketersediaan industri pakan dan 5 koperasi ternak sapi potong. Faktor kunci tersebut merupakan bagian-bagian penting dari subsistem agribisnis yang meliputi subsistem agribisnis hulu ketersediaan sarana dan prasarana agribisnis serta industri pakan; subsistem agribisnis budidaya sistem pemeliharaan ternak sapi potong; subsistem agribisnis hilir ketersediaan pasar produk sapi potong dan subsistem agribisnis penunjang koperasi ternak sapi potong.

7.2 Saran

1 Peningkatan status keberlanjutan diperlukan dalam rangka pengembangan wilayah menuju kawasan agropolitan sapi potong. Peningkatan status keberlanjutan dilakukan melalui perbaikan secara menyeluruh terhadap semua atribut yang sensitif terutama atribut yang menjadi faktor kuncipenentu yang memiliki pengaruh kuat dan tingkat ketergantungan antar faktor yang rendah. 2 Penerapan sistem pertanian terpadu crop livestock system diperlukan dalam rangka mendukung pengembangan wilayah agropolitan sapi potong. 3 Pembentukan lembaga khusus yang berbasis masyarakat diperlukan untuk menangani pengembangan kawasan agropolitan. Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan kawasan agropolitan dapat lebih terarah dan keberlanjutan. 4 Peran aktif masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan kawasan agropolitan berkelanjutan berbasis peternakan sapi potong terpadu di Kabupaten Bondowoso. 5 Penelitian secara mendalam yang berkaitan dengan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah Kabupaten Bondowoso sangat diperlukan agar pengembangan wilayah menjadi kawasan agropolitan sapi potong dapat dilakukan dengan sistematis dan optimal. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Bondowoso Dalam Angka 2011. Bondowoso ID: Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Bondowoso Dalam Angka 2012. Bondowoso ID: Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Botolinggo Dalam Angka 2012. Bondowoso ID: Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Cermee Dalam Angka 2012. Bondowoso ID: Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Maesan Dalam Angka 2012. Bondowoso ID: Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Tapen Dalam Angka 2012. Bondowoso ID: Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Wringin Dalam Angka 2012. Bondowoso ID: Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bondowoso Tahun 2011. Bondowoso ID: Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso. Beller W. 1990. How to sustain a small island. Di dalam Beller, W., P. d ’Ayala dan P. Hein, editor: Sustainable Development and Environmental Management of Small Island. Man and the Biosphere Series. Paris FR: Vol. 5 UNESCO and The Parthenon Publishing Group. Bourgeois R and Jesus F. 2004. Participatory Prospective Analysis, Exploring and Anticipating Challenges with Stakeholder. Center for Alleviation of Poverty through Secondary Crops Development in Asia and The Pasific and French Agricultural Research Center for Internasional Development. Monograph 46: 1-29 Byl, R. 2002. Strategic Planing Using Scenario. Paper to be presented at IAME 2002 Confrence. Panama PN. [Deptan] Departemen Pertanian. 2001. Program Pembangunan Pertanian 2001 – 2004. Jakarta ID: Departemen Pertanian Republik Indonesia. [Deptan] Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jakarta ID: Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. [Deptan] Departemen Pertanian. 2004. Penerapan Konsep Kawasan Agropolitan. Jakarta ID: Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia SDM Pertanian. Diwyanto K, Prawiradiputra BR, Lubis D. 2002. Integrasi tanaman ternak dalam pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkerakyatan. Wartazoa 121:1-8. Diwyanto K, Handiwirawan E. 2004. Peran litbang dalam mendukung usaha agribisnis pola integrasi tanaman-ternak. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Denpasar ID, Bali 20-22 Juli 2004. Djajalogawa SS, Pambudy R. 2003. Peduli Peternak Rakyat. Jakarta ID: Yayasan Agrindo Mandiri.