II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kawasan Agropolitan
Menurut Departemen Pertanian 2002, agropolitan berasal dari kata agro berarti pertanian dan politan berarti kota, yaitu kota pertanian yang tumbuh dan
berkembang serta mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong, dan menarik kegiatan pembangunan
pertanian di wilayah sekitarnya. Menurut Rustiadi et al. 2006 pengembangan kawasan agropolitan bertujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat melalui percepatan pembangunan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha
agribisnis berdayasaing. Sasaran pengembangan kawasan agropolitan adalah mengembangkan kawasan pertanian yang berpotensi menjadi kawasan agropolitan,
melalui: 1 Pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan
produksi, produktivitas komoditi pertanian serta produk-produk olahan pertanian, yang dilakukan dengan pengembangan sistem dan usaha agribisnis
yang efisien. 2 Penguatan kelembagaan petani.
3 Pengembangan kelembagaan agribisnis penyedia agroinput, pengelolaan hasil, pemasaran, dan penyedia jasa.
4 Pengembangan kelembagaan penyuluhan pembangunan terpadu dan pengembangan iklim kondusif bagi usaha dan investasi.
2.2 Pendekatan Agribisnis
Menurut Djajalogawa dan Pambudy 2003, agribisnis peternakan diartikan sebagai kegiatan bidang usaha peternakan yang menangani seluruh
aspek siklus produksi secara seimbang dalam suatu paket kebijakan utuh melalui pengelolaan pengadaan, penyediaan dan penyaluran sarana produksi, kegiatan
budidaya, pengelolaan pemasaran dengan melibatkan semua stakeholders pemangku kepentingan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan seimbang
dan proporsional bagi kedua belah pihak petani-peternak dan perusahaan swasta. Sistem agribisnis peternakan merupakan kegiatan mengintegrasikan pembangunan
sektor pertanian secara simultan dalam arti luas dengan industri dan jasa dalam suatu kluster industri peternakan yang mencakup empat subsistem. Menurut
Departemen Pertanian 2002 sebagai suatu sistem, keempat subsistem agribisnis peternakan beserta usaha-usaha di dalamnya berkembang secara simultan dan
harmonis Gambar 1.
2.3 Pembangunan Usaha Peternakan secara Berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan akhir-akhir ini menjadi konsep pembangunan yang diterima oleh semua negara di dunia untuk mengelola
sumberdaya alam agar tidak mengalami kehancuran dan kepunahan. Konsep ini berlaku untuk seluruh sektor pembangunan termasuk pembangunan sektor
peternakan. Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multidisiplin karena banyaknya aspek pembangunan yang harus dipertimbangkan, antara lain aspek
ekologi, ekonomi, sosial-budaya, hukum dan kelembagaan. Subsistem
Agribisnis Hulu
Sistem produksi dan distribusi sarana
dan alat-alat
peternakan: -
Bibitinduksemen -
Pakankonsentrat Subsistem
Agribisnis Budidaya Sistem
kegiatan produksi
peternakan primer, penanganan dan
pemasaran produk-
produk primer: - Antisipasi iklimcuaca
- Pencegahan penyakit - Pembelian sapronak
- Manajemen - Kegiatan produksi
Subsistem Agribisnis Hilir
Sistem pengumpulan
produk primer
peternakan, Pengolahan produk,
Distribusi dan pemasaran
produk segar, beku, kaleng,
dan sebagainya
sampai ke konsumen Subsistem Lembaga Penunjang
- Prasarana jalan, pasar, kelompok peternak, koperasi, dan lembaga keuangan.
- Sarana transportasi, informasi, kredit, peralatan, dan lain-lain. - Kebijakan RUTR, makro, mikro, dan lain-lain.
- Penyuluhan.
Gambar 1 Lingkup pembangunan agribisnis peternakan Sumber: Departemen Pertanian 2002