menyebabkan besarnya limbah yang terjadi. Selain itu, adanya batang yang cacat alami karena gerowong menambah besarnya limbah yang terjadi.
Besarnya persentase limbah bebas cabang yang terjadi berdasarkan total potensi kayu yang ditebang sebesar 25,16 yang terdiri dari 24,06 terdapat di
petak tebang, 1,10 terdapat di TPn, dan 0 terdapat di TPK Lampiran 2. Besarnya persentase limbah tersebut dapat menunjukkan besarnya tingkat
pemanfaatan dari kegiatan pemanenan yang dilakukan. Bila dilihat dari angka tersebut, maka besarnya tingkat pemanfaatan kayu sebesar 74,84 . Persentase
limbah pemanenan yang rendah menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan terhadap potensi kayu yang ada cukup besar.
Limbah yang terjadi dalam penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan limbah yang terjadi di IUPHHK PT. Sumalindo Lestari Jaya yang
dilakukan oleh Sasmita 2003 menyebutkan bahwa besarnya volume limbah yang terjadi akibat kegiatan pemanenan mencapai 36 dari keseluruhan volume kayu
yang ditebang, limbah ini terdiri dari limbah yang terjadi di petak tebang, yaitu: 33,15 , limbah yang terjadi di TPn 2,68 , dan limbah yang terjadi di TPK
sebesar 0,98 . Perbedaan persentase limbah ini dikarenakan faktor penyebab terjadinya limbah di IUPHHK PT Sumalindo Lestari Jaya yaitu banyak pohon
yang cacat ditebang oleh operator, bukan merupakan penyebab yang dominan terhadap terjadinya limbah dalam penelitian ini. Namun hasil penelitian ini tidak
jauh berbeda dengan hasil penelitian Partiani 2010 yang menyebutkan persentase limbah bebas cabang berdasarkan total potensi kayu yang ditebang
sebesar 24,58 , terdiri dari 23,60 di petak tebang, 0,98 di TPn, dan 0 di TPK. Kriteria yang berbeda dalam mendefinsikan dan mengklasifikasikan limbah
pemanenan kayu dengan kondisi lokasi penelitian yang berbeda akan menghasilkan limbah yang berbeda pula.
5.4.1 Limbah Pemanenan Kayu di Petak Tebang
Limbah pemanenan kayu di petak tebang dalam penelitian adalah limbah yang berasal dari pohon yang ditebang terdiri dari limbah di bawah cabang
pertama yaitu tunggak dan batang bebas cabang, serta limbah di atas cabang pertama yaitu limbah batang bagian atas dan cabang. Pada umumnya limbah yang
yang terjadi masih dalam keadaan baik. Volume limbah pada tiap plot contoh disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Volume limbah rata-rata pada tiap plot contoh
No.Petak Plot
Limbah di Bawah Cabang Pertama
Limbah di Atas Cabang Pertama
Limbah Total m
3
pohon m
3
ha m
3
pohon m
3
ha m
3
pohon m
3
ha
22 H-1 2,57
17,96 1,35
9,42 3,91
27,38 22 H-2
3,89 19,45
2,04 10,20
5,93 29,65
23 G-3 4,71
47,07 2,07
20,72 6,78
67,79 23 G-4
2,54 38,14
1,90 28,44
4,44 66,58
23 G-5 2,45
51,44 1,14
23,98 3,59
75,42 22 H-6
2,68 18,76
1,69 11,81
4,37 30,57
23 H-7 1,99
17,95 1,01
9,13 3,01
27,08 23 H-8
1,87 14,99
1,67 13,37
3,55 28,36
23 H-9 8,04
56,30 3,63
25,41 11,67
81,71 23 H-10
3,75 11,25
2,75 8,24
6,50 19,49
Rata-rata 3,45
29,33 1,92
16,07 5,37
45,40
Volume limbah penebangan dihitung berdasarkan volume per hektar dan volume per pohon Lampiran 3. Volume limbah per hektar adalah volume total
limbah dari pohon yang ditebang dibagi dengan luasan plot contoh, sedangkan volume limbah per pohon adalah jumlah limbah yang terjadi pada setiap pohon
yang ditebang. Berdasarkan Tabel 6, volume limbah yang terjadi di petak tebang adalah 45,40 m
3
ha terdiri dari limbah di bawah cabang pertama sebesar 29,33 m
3
ha dan limbah di atas cabang pertama sebesar 16,07 m
3
ha. Volume limbah yang terjadi pada tiap pohon yang ditebang adalah 5,37 m
3
pohon terdiri dari limbah di bawah cabang pertama 3,45 m
3
pohon dan limbah di atas cabang pertama 1,92 m
3
pohon. Volume rata-rata limbah penebangan per hektar di petak 22 H sebesar
29,20 m
3
ha, di petak 23 G sebesar 69,93 m
3
ha dan di petak 23 H sebesar 39,16 m
3
ha. Limbah rata-rata yang terjadi di petak 23 G lebih besar dibandingkan limbah yang terjadi di petak 22 H dan 23 H. Hal tersebut terjadi karena pada
petak 23 G, penebang banyak meninggalkan limbah pada saat trimming pangkal dan ujung karena terdapat cacat pada log yang ditebang, baik cacat alami maupun
cacat mekanis. Namun ada juga log dalam keadaan baik. Selain itu, intensitas tebang yang dilakukan pada petak tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan
petak 22 H dan 23 H sehingga menghasilkan limbah yang lebih besar. Sistem yang dilakukan pada ketiga petak penebangan tersebut yaitu setelah pohon di
tebang langsung disarad ke TPn. Sistem tersebut dinamakan sistem tumbang tarik. Secara umum limbah yang terjadi di petak tebang disebabkan oleh
keterampilan penebang dalam menebang setiap pohonnya dan kondisi pohon. Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan pembuatan takik rebah dan
takik balas dapat menyebabkan bagian pangkal pohon tercabut, retak atau yang disebut dengan barber chair, yaitu berupa serabut pada pangkal batang. Sehingga
akan mengurangi panjang batang bebas cabang yang seharusnya dapat dimanfaatkan. Pemotongan batang di petak tebang dilakukan oleh penebang tanpa
bantuan scaler, sehingga menimbulkan limbah. Selain itu, adanya gerowong pada pohon yang ditebang, akan mengurangi panjang batang yang dapat dimanfaatkan.
Penebang pertama menebang pohon di plot 22 H-1, 22 H-2, 22 H-6. Penebang kedua menebang pohon di plot 23 G-3, 23 G-4, 23 G-5 dan penebang
ketiga menebang pohon di plot 23 H-7, 23 H-8, 23 H-9 dan 23 H-10. Penebang pertama, kedua, dan ketiga memiliki keterampilan yang berbeda-beda dalam
menebang pohon. Penebang pertama dan ketiga lebih terampil dari penebang kedua sehingga limbah yang dihasilkan oleh penebang pertama dan ketiga lebih
sedikit jika dibandingkan dengan penebang kedua. Peningkatan keterampilan pekerja melalui latihan kerja yang diberikan dapat memperkecil jumlah limbah
yang terjadi pada kegiatan penebangan Sinaga et al. 1984.
5.4.2 Limbah Pemanenan Kayu di TPn