Tabel 1 Volume dan jenis limbah eksploitasi hutan berdasarkan sumbernya di HPH Padeco dan Bamasco
HPH Volume Jenis Limbah m
3
ha Pohon yang Ditebang
Pohon Rusak Akibat Total
limbah Tunggak
Batang Bebas
Cabang Di atas
Bebas Cabang
Jumlah Penebangan Penyaradan
Padeco 5,49
3,57 3,92
13,48 8,14
0,80 22,41
Bamasco 3,48
2,42 2,16
8,18 6,30
1,00 15,46
Total 8,97
5,99 6,08
21,84 14,44
1,80 37,87
Rata-rata 4,49
2,99 3,04
10,82 7,22
0,90 18,94
Persentase limbah
44,23 27,69
28,69 57,12
38,13 4,75
100 Sumber: Simarmata dan Haryono 1986
Menurut Sastrodimedjo dan Simarmata 1978, besarnya limbah yang ditinggalkan dari setiap pohon yang ditebang berdasarkan perhitungan
pemanfaatan kayu sampai batas dahan pertama adalah 26 sedangkan jika dihitung berdasarkan pemanfaatan kayu sampai batas diameter ujung 30 cm
adalah 33,1 . Selanjutnya kedua penulis tersebut mengemukakan bahwa dari setiap pohon yang ditebang, sebesar 71,5 dari limbah yang terjadi ditinggalkan
di areal tebangan dan sisanya sebesar 28,5 berada di logyard atau logpond. Berdasarkan hasil penelitian Widiananto 1981 mengenai limbah
tebangan di areal konsesi HPH PT. ITCI, Kalimantan Timur, diperoleh limbah tebangan sebesar 39,89 dari total volume pohon. Limbah tebangan berupa
batang sebesar 26,52 dan limbah tebangan berupa cabang sebesar 13,37 .
2.2.2 Klasifikasi Limbah
Soewito 1980 menyatakan bahwa limbah yang terjadi di areal tebangan berasal dari:
1. Limbah dari pohon yang ditebang.
Limbah dari pohon yang ditebang terjadi karena pengusaha hutan hanya mengambil bagian kayu yang dianggap terbaik saja sesuai dengan persyaratan
ukuran panjang dan diameter dan kualitas. Bagian-bagian kayu yang cacat alami berlubang, bengkok dan pecah atau patah batang akibat benturan
ketika roboh, ditinggalkan di dalam hutan.
2. Limbah akibat kerusakan tegakan tinggal.
Penebangan dan pembuatan jalan sarad yang kurang hati-hati dan tidak berencana dapat menyebabkan pohon lain yang dipertahankan menjadi rusak,
umumnya ialah patah tajuk, luka batang atau banir atau roboh. Sastrodimedjo dan Simarmata 1981 mengklasifikasi limbah berdasarkan
tempat terjadinya, sebagai berikut: 1. Limbah yang terjadi di areal tebangan cutting area, limbah tebangan ini dapat
berupa kelebihan tunggak yang diizinkan, bagian batang dari pohon yang rusak, cacat, potongan-potongan akibat pembagian batang, sisa cabang dan
ranting. 2. Limbah yang tejadi di Tempat Pengumpulan Kayu TPn, batang-batang yang
tidak memenuhi syarat baik kualitas maupun ukurannya. 3. Limbah yang terjadi di Tempat Penumpukan Kayu TPK, umumnya terjadi
karena penolakan oleh pembeli karena log sudah terlalu lama disimpan sehingga busuk, pecah, dan terserang jamur.
Hidayat 2000 menggolongkan limbah berdasarkan: 1. Bentuknya
a. Berupa pohon hidup yang bernilai komersial namun tidak dipanen meskipun dari segi teknis memungkinkan.
b. Berupa bagian batang bebas cabang yang terbuang akibat berbagai faktor, seperti teknis, fisik, biologis, dan lain-lain.
c. Berupa sisa bagian pohon yakni dahan, ranting, maupun tunggak. d. Berupa sisa bagian produksi atau akibat proses produksi.
2. Pengerjaan kayunya a. Limbah pemanenan yaitu limbah akibat kegiatan pemanenan kayu yang
dapat berupa kayu-kayu yang tertinggal di hutan, TPn dan TPK. b. Limbah pengolahan kayu yaitu limbah yang diakibatkan oleh kegiatan
industri kayu seperti pabrik gergajian, plywood dan lain-lain. 3. Tempat terjadinya
a. Limbah yang terjadi di tempat penebangan b. Limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu TPn
c. Limbah yang terjadi di tempat penimbunan kayu TPK
Limbah diklasifikasikan berdasarkan sumbernya untuk mengetahui dari bagian pohon yang mana limbah berasal, yaitu: klasifikasi berdasarkan sumber
limbah itu sendiri dan terbatas pada areal tebangan. Sumber limbah berasal dari pohon yang ditebang, pohon lain yang rusak akibat penebangan dan penyaradan,
sedangkan limbah yang berasal dari pohon yang ditebang berasal dari tunggak, limbah batang bebas cabang, batang kayu di atas cabang pertama Simarmata
Haryono 1986.
2.2.3 Batasan Limbah