yang berada di bagian bawah pada saat rebah, hancur tertimpa batang bagian atas. Namun tidak sedikit pula cabang dalam kondisi baik. Limbah dari bagian cabang
memiliki nilai paling kecil disebabkan karena tidak semua jenis pohon memiliki percabangan yang sama. Sebagian besar pohon yang ditebang memiliki
percabangan yang tidak terlalu besar. Hal tersebut mengakibatkan sedikitnya cabang yang sesuai dengan batasan penelitian ini yaitu diameter minimal 30 cm.
Batasan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan No.8 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas P.55Menhut-II2006 tentang Penataan Hasil Hutan
yang Berasal dari Negara, Pasal 1 Ayat 38a menyebutkan bahwa kayu berukuran diameter 30 cm sampai dengan 49 cm merupakan kayu bulat sedang yang dapat
dipasarkan. Oleh karena itu limbah dari cabang pohon yang b erdiameter ≥ 30 cm
seharusnya dapat dimanfaatkan.
5.6 Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Kondisi Limbah
Limbah pemanenan kayu berdasarkan kondisi limbah pada penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: cacat alami, cacat mekanis, dan baik. Cacat
alami adalah cacat yang terjadi karena keadaan pohon yang ditebang, cacat alami dapat berupa mata kayu, busuk hati, gerowong, bengkok dan sebagainya. Cacat
mekanis adalah cacat yang disebabkan kesalahan teknis. Kesalahan dalam kegiatan penebangan, penyaradan, muat bongkar, dan pengangkutan yang dapat
menimbulkan limbah berupa pecah, belah, dan hancur. Matangaran et al. 2000 menyatakan bahwa limbah pemanenan merupakan limbah mekanis yang terjadi
akibat kegiatan pemanenan kayu, selain itu terdapat pula limbah alami defect yang terjadi secara alami tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan. Rata-rata
volume limbah berdasarkan kondisinya yang terjadi di petak tebang dan TPn ditampilkankan pada Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 9, limbah terbesar terjadi dalam keadaan baik sebesar 18,49 m
3
ha, selanjutnya diikuti dengan limbah dalam keadaan gerowong, pecah, mata kayu, hancur, belah, dan bengkok. Limbah dalam keadaan baik ini sebagian
besar berasal dari batang atas dan batang bebas cabang berupa potongan pangkal dan potongan ujung akibat kegiatan trimming. Banyaknya limbah dalam keadaan
baik ini menunjukkan kurangnya keterampilan penebang melakukan kegiatan
trimming sehingga tidak mengoptimalkan batang yang dimanfaatkan. Limbah yang terkecil adalah limbah dalam keadaan bengkok sebesar 0,30 m
3
ha. Tabel 9 Volume limbah berdasarkan kondisi limbah
Kondisi limbah Volume total m
3
Volume rata-rata m
3
ha 1. Cacat alami
a. Gerowong 96,00
9,60 b. Mata kayu
56,55 5,66
c. Bengkok 2,99
0,30
2. Cacat mekanis
a. Pecah 70,34
7,03 b. Belah
27,73 2,77
c. Hancur 27,20
2,72
3. Baik 184,90
18,49 Cacat alami yang ditemukan dalam penelitian ini, yaitu: gerowong, mata
kayu, dan bengkok. Penebang biasanya dapat menduga apakah suatu pohon berlubang atau gerowong dengan cara memukulkan parangnya pada pohon. Bila
pohon dicurigai berlubang besar, penebang harus melakukan potongan secara vertikal untuk menentukan besarnya lubang. Bila ukuran lubang pada pohon
tersebut melebihi batas toleransi yang ditentukan oleh standar pemanfaatan dari perusahaan, pohon tersebut tidak perlu ditebang.
Limbah dalam keadaan gerowong sebesar 9,60 m
3
ha. Penebang tidak mengetahui pohon tersebut gerowong karena diameter kayu yang ditebang besar
dan nampak sehat. Ketika penebang memeriksa pohon yang akan ditebang, pohon dinyatakan sehat, namun setelah ditebang ternyata pohon tersebut dalam kondisi
gerowong. Rata-rata limbah yang terjadi dalam keadaan mata kayu sebesar 5,66 m
3
ha dan dalam keadaan bengkok sebesar 0,30 m
3
ha. Cacat mekanis yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu berupa pecah, belah dan hancur dengan
limbah masing masing sebesar 7,03 m
3
ha, 2,77 m
3
ha dan 2,72 m
3
ha. Persentase limbah berdasarkan kondisi limbah dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Persentase limbah berdasarkan kondisi limbah. Persentase limbah dalam keadaan baik yang cukup besar 39,70
menunjukkan bahwa pemanfaatan kayu masih belum efisien, terutama bagian batang bebas cabang dan batang atas. Keadaan limbah yang cukup besar dalam
keadaan baik ini cukup memprihatinkan, maka sangatlah diperlukan usaha-usaha untuk mengurangi limbah yang terjadi dalam kegiatan pemanenan kayu agar
pemanfaatan hutan menjadi lebih efisien. Usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam mengurangi atau menekan limbah yang terjadi dalam pemanenan kayu
antara lain: 1.
Meningkatkan keterampilan para pekerja, terutama operator penebang melalui kursus atau latihan kerja.
2. Memperbaiki sistem manajemen, terutama dalam pengawasan dari pimpinan
dan koordinasi kerja di lapangan. 3.
Mendirikan industri kayu terpadu yang dapat memanfaatkan limbah sebagai sumber bahan bakunya.
4. Melaksanakan studi kelayakan tentang alternatif sistem pengangkutan kayu
limbah yang ekonomis dan alternatif pemanfaatan limbah pemanenan kayu, termasuk pemasarannya.
5. Perencanaan dan pelaksanaan yang baik dalam kegiatan pemanenan kayu
terutama pada kegiatan penebangan dan penyaradan. Limbah dalam kondisi baik ini sebagian besar berasal dari potongan
pangkal, potongan ujung batang, dan batang bagian atas. Limbah ini masih mungkin untuk diambil dan dimanfaatkan selanjutnya diarahkan untuk dapat
20,61
12,14
0,64 15,10
5,95 5,84
39,70
Gerowong Mata kayu
Bengkok Pecah
Belah Hancur
Baik
dimanfaatkan semaksimal mungkin. Widarmana et al. 1973 menyatakan bahwa pengujian teknis dan ekonomis dapat dipilih untuk dimanfaatkan bagi produk-
produk tertentu, misalnya kayu- kayu limbah tebangan yang berdiameter ≥ 30 cm
dapat digunakan sebagai bahan penghara industri sawmill. 5.7
Analisis Hubungan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Limbah Akibat Kegiatan Penebangan
Penebangan adalah kegiatan pemungutan kayu dari pohon-pohon berdiameter sama dengan atau lebih besar dari diameter limit yang ditetapkan,
dalam penelitian ini limit yang ditetapkan adalah ≥ 60 cm. Limbah yang terjadi di petak tebang berupa tunggak, batang bebas cabang, batang bagian atas, dan
cabang. Limbah di petak tebang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kemiringan lereng, jumlah pohon yang ditebang intensitas tebang, luas
bidang dasar, dan keterampilan penebang. Luas bidang dasar yang dihitung dalam penelitian ini yaitu luas bidang dasar pohon yang ditebang yang terdapat di plot
contoh. Volume limbah yang digunakan untuk mengetahui hubungan kemiringan lereng, intensitas tebang, luas bidang dasar, dan keterampilan penebang terhadap
besarnya limbah adalah jenis kayu limbah dari hasil kegiatan penebangan antara lain limbah tunggak, batang bebas cabang, batang bagian atas, dan cabang. Rata-
rata volume limbah kayu hasil tebangan pada masing-masing kemiringan lereng, luas bidang dasar, intensitas tebang, dan keterampilan penebang terdapat pada
Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10, volume limbah terbesar terdapat pada plot 23 H-9
dengan kemiringan lereng 11 , intensitas tebang 7 pohonha dan LBDS 7,30 m
2
ha sebesar 82,08 m
3
ha. Limbah yang paling kecil terdapat pada plot 23 H-10 sebesar 19,49 m
3
ha dengan kemiringan lereng 51 , intensitas tebang 3 pohonha dan LBDS 2,13 m
2
ha. Limbah terbesar dan terkecil terdapat pada penebang yang terampil. Kemiringan lereng paling datar 5 dengan volume limbah yang terjadi
sebesar 67,79 m
3
ha, sedangkan pada kemiringan lereng paling curam 51 limbah yang terjadi sebesar 19,49 m
3
ha. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya limbah tidak hanya dipengaruhi oleh kemiringan lereng saja, ada faktor lain yang
berpengaruh terhadap besarnya limbah, yaitu intensitas tebang, luas bidang dasar dan keterampilan penebang.
Tabel 10 Volume limbah kayu hasil tebangan pada masing-masing kemiringan lereng, intensitas tebang, luas bidang dasar dan keterampilan penebang
Petak Plot
Kemiringan Lereng
Intensitas Tebang
pohonha LBDS
m
2
ha Keterampilan
Penebang Volume
Limbah
m
3
ha
22 H-1 28
7 3,73
Terampil 27,38
22 H-2 21
5 3,77
Terampil 29,65
23 G-3 5
10 7,22
Tidak terampil 67,79
23 G-4 10
15 8,99
Tidak terampil 66,58
23 G-5 12
21 11,64
Tidak terampil 75,42
22 H-6 50
7 5,16
Terampil 30,57
23 H-7 20
9 4,13
Terampil 27,08
23 H-8 33
8 4,02
Terampil 28,36
23 H-9 11
7 7,30
Terampil 82,08
23 H-10 51
3 2,13
Terampil 19,49
Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya limbah adalah luas bidang dasar pada pohon yang ditebang. Semakin besar luas bidang dasar maka semakin
besar pula limbah yang terjadi. Luas bidang dasar terkecil 2,13 m
2
ha limbah yang dihasilkan pun paling kecil 19,49 m
3
ha, sedangkan pada luas bidang dasar terbesar 11,64 m
2
ha limbah yang dihasilkan sebesar 75,42 m
3
ha. Faktor lain yang berpengaruh terhadap besarnya limbah yang terjadi adalah intensitas tebang.
Intensitas tebang tergantung dari jumlah pohon, terutama yang diameternya ≥ 60 cm dan layak tebang. Intensitas tebang terbanyak yaitu 21 pohon menghasilkan
limbah sebesar 75,42 m
3
ha sedangkan pada intensitas tebang terendah sebanyak 3 pohon, limbah yang dihasilkan sebesar 19,49 m
3
ha. Hubungan antara kemiringan lereng, intensitas tebang, luas bidang dasar,
dan keterampilan penebang terhadap volume limbah yang terjadi dapat diketahui dengan melakukan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan program
Minitab versi 14 pada tingkat kepercayaan 95 atau pada taraf nyata α 0,05.
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh peubah-peubah tersebut terhadap volume limbah yaitu uji koefisien regresi secara bersama-sama
uji F dan uji koefisien regresi secara parsial uji t. Berdasarkan data keragaman dari kemiringan lereng, intensitas tebang,
luas bidang dasar pohon yang ditebang, keterampilan penebang, dan volume limbah penebangan diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Ŷ = 20,1 – 0,387 X
1
– 4,03 X
2
+ 12,4 X
3
– 0,40 X
4
Keterangan: Ŷ = limbah pemanenan m
3
ha X
1
= kemiringan lereng X
2
= intensitas tebang pohonha X
3
= luas bidang dasar pohon yang ditebang m
2
ha X
4
= keterampilan penebang Berdasarkan persamaan regresi tersebut, diperoleh nilai koefisien
determinasi R
2
adj sebesar 94,4 . Hal ini berarti bahwa persamaan regresi tersebut baik untuk menerangkan ragam limbah yang terjadi karena keragaman
volume limbah dapat dijelaskan oleh kemiringan lereng, intensitas tebang, luas bidang dasar, dan keterampilan penebang sebesar 94,4 . Kemudian sisanya
sebesar 5,6 dapat dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lain yang tidak disertakan dalam penelitian ini. Kemudian dilakukan uji F untuk mengetahui
apakah persamaan regresi tersebut dapat digunakan dalam memprediksi ragam limbah atau tidak. Hasil uji F terdapat pada tabel analisis ragam Tabel 11.
Tabel 11 Analisis ragam
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Regresi 4
5121,7 1280,4
38,84 0,001
Sisa 5
164,8 33,0
Total 9
5286,5 Keterampilan penebang merupakan peubah yang bersifat kualitatif. Data
kualitatif ini harus diwujudkan dalam bentuk angka atau data kuantitatif agar dapat dilakukan analisis regresi. Analisis ragam pada Tabel 11 menunjukkan
bahwa kemiringan lereng, intensitas tebang, luas bidang dasar pohon yang ditebang, dan keterampilan penebang sangat nyata menjelaskan ragam volume
limbah yang terjadi di petak tebang, karena nilai peluang nyata probabilitas yang dihasilkan yaitu 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata yaitu 0,01.
Selanjutnya untuk mengetahui hubungan secara parsial tiap peubah terhadap ragam volume limbah dilakukan uji t. Hubungan antar peubah dengan
besarnya limbah disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Hubungan antar peubah dengan besarnya limbah
Peubah Penduga T Hitung
P
Kemiringan lereng -2,35
0,066 Intensitas tebang
-4,32 0,008
LBDS 6,87
0,001 Keterampilan penebang
-0,05 0,959
Hasil pengujian Tabel 12 menunjukkan bahwa faktor yang sangat nyata mempengaruhi ragam volume limbah adalah luas bidang dasar pohon yang
ditebang dan intensitas tebang dengan nilai peluang nyata sebesar 0,001 dan 0,008 p0,01. Kemiringan lereng dan keterampilan penebang tidak lagi berpengaruh
nyata terhadap keragaman limbah penebangan setelah dijelaskan oleh luas bidang dasar pohon yang ditebang dan intensitas tebang.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Lim 1992 di IUPHHK PT. Kayu Pasaguan menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara luas bidang dasar
pohon yang ditebang dengan volume limbah yang terjadi, yaitu: limbah tunggak, limbah batang bebas cabang, limbah batang bagian atas, dan limbah cabang.
Semakin besar luas bidang dasar pohon yang ditebang, maka semakin besar limbah yang terjadi di petak tebang. Selanjutnya menurut hasil penelitian Partiani
2010 menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara intensitas tebang dengan volume limbah yang terjadi, yaitu: limbah tunggak, limbah batang bebas cabang,
limbah batang bagian atas, dan limbah cabang.
5.8 Faktor Eksploitasi