Limbah diklasifikasikan berdasarkan sumbernya untuk mengetahui dari bagian pohon yang mana limbah berasal, yaitu: klasifikasi berdasarkan sumber
limbah itu sendiri dan terbatas pada areal tebangan. Sumber limbah berasal dari pohon yang ditebang, pohon lain yang rusak akibat penebangan dan penyaradan,
sedangkan limbah yang berasal dari pohon yang ditebang berasal dari tunggak, limbah batang bebas cabang, batang kayu di atas cabang pertama Simarmata
Haryono 1986.
2.2.3 Batasan Limbah
Sinaga et al. 1984 menyebutkan bahwa limbah pemanenan kayu meliputi:
1. Limbah tunggak di bagian atas batas yang diperkenankan. 2. Bagian-bagian dari kayu bulat yang pecah atau tercabut seratnya sampai batas
cabang. Budiaman 2000 menyebutkan bahwa limbah pemanenan kayu adalah
kayu bulat berupa bagian batang komersial, potongan pendek, tunggak, cabang, dan ranting. Batasan jenis sortimen kayu bulat yang dimaksud adalah sebagai
berikut: 1. Batang komersial adalah batang dari atas banir sampai cabang pertama atau
batang yang selama ini dikeluarkan oleh perusahaan pada pengusahaan hutan alam.
2. Batang atas adalah bagian batang dari cabang pertama sampai tajuk yang merupakan perpanjangan dari batang utama.
3. Cabang dan ranting adalah komponen tajuk dari pohon yang ditebang yang berada di atas cabang pertama.
4. Tunggak adalah bagian bawah pohon yang berada di bawah takik rebah dan takik balas. Tinggi tunggak sangat bervariasi tergantung dari ketinggian takik
balas. 5. Potongan kecil adalah bagian batang utama yang mengandung cacat dan perlu
dipotong. Potongan kecil juga meliputi banir, batang dengan cacat nampak, pecah, busuk dan jenis fisik lainnya yang mengurangi nilai ekonomis kayu.
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Limbah
Limbah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain topografi, kerapatan tegakan, keterampilan penebangan dan operator traktor serta kebutuhan kayu.
Faktor alam tersebut sukar diatasi, walaupun dapat diatasi sudah tidak efisien lagi dengan biaya yang dikeluarkan Simarmata Haryono 1986.
Timbulnya limbah juga dipengaruhi oleh syarat-syarat pasaran, jenis dan nilai kayunya, tempat serta fasilitas pasarnya pada saat itu. Dengan demikian
ukuran serta kualitas yang tidak memenuhi syarat pada saat itu akan menjadi limbah. Faktor penyebab limbah yang tidak dapat dikuasai adalah faktor alam,
yaitu kayu tidak dapat dimanfaatkan karena letaknya tidak memungkinkan pemanenan secara ekonomis antara lain di dalam jurang, atau pada lereng-lereng
yang curam, juga apabila pohon yang ditebang ternyata busuk, berlubang atau cacat Soemitro 1980.
Sastrodimejo dan Simarmata 1981 menyatakan bahwa limbah pemanenan kayu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut:
1. Topografi berkaitan dengan kemungkinan dapat atau tidaknya kayu untuk ditebang dan dimanfaatkan, kesulitan dalam mengeluarkan kayu sehingga
ditinggal dan tidak dimanfaatkan. 2. Musim berpengaruh terhadap keretakan batang-batang yang baru ditebang.
Pada musim kemarau kayu akan lebih mudah pecah karena udara kering. 3. Peralatan, pemilihan jenis dan kapasitas alat yang keliru dapat menyebabkan
kayu tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya. 4. Cara kerja, penguasaan teknik kerja yang baik akan mempengaruhi volume
limbah yang terjadi. 5. Sistem upah yang menarik akan memberikan rangsang yang baik terhadap para
pekerja sehingga yang bersangkutan bersedia melaksanakan sesuai yang diharapkan.
6. Kurangnya sinkronisasi antara kegiatan yang satu dengan kegiatan lainnya dapat menyebabkan tidak lancarnya kegiatan.
7. Permintaan pasar
Simarmata 1985 secara umum menunjukkan bahwa besarnya limbah pemanenan kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor alam a. Jenis kayu
b. Keadaan tanah dan topografi c. Kerapatan pohon atau tegakan
d. Keadaan cuaca 2. Faktor manajemen dan pemasaran
a. Teknik, alat dan pemasaran b. Harga kayu
c. Bentuk, ukuran, dan kondisi kayu yang laku di pasar d. Jenis industri yang ada.
Hasil penelitian Lim 1992 di IUPHHK PT Kayu Pasaguan menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara luas bidang dasar pohon yang ditebang dengan
volume limbah yang terjadi, yang terdiri atas limbah tunggak, limbah batang bebas cabang, limbah batang bagian atas, limbah cabang, limbah kerusakan
tegakan tinggal. Semakin besar luas bidang dasar pohon yang ditebang, maka semakin besar volume limbah yang dihasilkan.
Penyebab-penyebab terjadinya limbah dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, sebagai berikut :
1. Secara alami, yaitu kayu ditinggalkan karena ada cacat alami sehingga tidak dapat dipasarkan pada saat ini, seperti kayu berlubang, busuk, dan gerowong.
2. Secara mekanis, yaitu kayu ditinggalkan karena ada kerusakan pada kayu akibat kegiatan pemanenan, seperti pecah, patah, dan lain-lain Sianturi et al.
1984 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lempang et al. 1995 peubah
yang berpengaruh nyata terhadap besarnya limbah pemanenan kayu yaitu panjang kayu di tempat penebangan, rata-rata diameter tebangan, volume kayu di tempat
tebangan, dan panjang kayu di TPn. Menurut Sastrodimedjo dan Simarmata 1978, terjadinya limbah tebangan
yang cukup besar disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut: 1.
Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan.
Pembuatan takik rebah dan takik balas yang kurang benar dapat menyebabkan bagian pangkal pohon tercabut, retak atau yang disebut barber chair, sehingga
akan mengurangi batang yang seharusnya dapat dipakai. 2.
Kesalahan dalam menentukan arah rebah. Dalam melaksanakan penebangan pada umumnya operator chainsaw belum
memperhatikan arah rebah yang baik. Sering terjadi rebah ke arah jurang, menimpa batang lain, selokan, tunggak dan lain-lain, sehingga batang retak dan
pecah. 3.
Kesalahan dalam pemotongan batang. Karena diperkirakan tidak kuat disarad sekaligus, maka pohon-pohon tersebut
sering kali dipotong menjadi beberapa batang. Pekerjaan demikian ini dikerjakan sendiri oleh penebang tanpa bantuan scaler, sehingga menimbulkan
limbah. 4.
Manajemen yang kurang baik. Sering terjadi ketidaklancaran hubungan antara kegiatan yang satu dengan
lainnya. Dalam hal ini kerjasama yang baik antara unit-unit kegiatan pemanenan akan menjamin lancarnya kayu sampai di logpond. Sehingga dapat
menghindari terlalu lamanya kayu yang tertinggal di hutan atau logyard yang dapat memberikan peluang untuk terjadinya limbah karena penurunan kualita.
2.2.5 Upaya untuk Meminimalkan Besarnya Limbah Pemanenan Hutan