Nilai Partisipasi Masyarakat Terhadap Lingkungan Dalam Pengelolaan Sampah Terpadu.

Dari hasil wawancara pendapatan rata-rata per bulan yang mereka dapat bervariasi. Faktor yang cukup berpengaruh terhadap pendapatan pemulung sampah adalah lamanya waktu yang dipergunakan untuk melakukan pengumpulan bahan dauran sampah. Berdasarkan hasil yang didapat, 38 menerima pendapatan Rp 1.000.000-1.500.000. 36 menerima pendapatan Rp 500.000-1000.000 per bulannya, sisanya 26 pemulung berpendapatan Rp 300.000-500.000. Hubungan lama waktu kerja dengan pendapatan yang dimiliki dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Keterkaitan Lama Bekerja dengan Pendapatan

5.5 Partisipasi Masyarakat

5.5.1 Nilai Partisipasi Masyarakat Terhadap Lingkungan Dalam Pengelolaan Sampah Terpadu.

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu Lampiran 1. Dalam penelitian ini ada 7 bentuk untuk menilai partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah di lingkungannya, yaitu keikutsertaan memilah sampah, ketersediaan tempat sampah dirumah, pengetahuan, pendapat warga terhadap pemisahan sampah organik dan anorganik, hal yang dilakukan jika tempat tinggal kotor, cara membuang sampah rumah, keikutsertaan dalam kerja bakti. Tingkat partisipasi warga dalam mengelola sampah dapat dilihat pada Tabel 21. Bars show Medians 1 2 3 4 lama bekerja 1 2 3 p e n d a p a ta n 5-7 j am 8-10 j am 11-13 j am 13 j am Rp 300000-500000 ket : 1 : pendapa ta n 2 : Rp 500000-1000000 3 : Rp 1000000-1500000 Tabel 21 Tingkat partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah berdasarkan hasil sebaran kuisioner No Kategori Tingkat Partisipasi Jumlah Responden Persentase 1 Rendah 1 1,67 2 Sedang 16 26,67 3 Tinggi 43 71,67 Total 60 100 Sumber data primer yang diolah Hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Susukan dan Kelurahan Ciracas dalam mengelola sampah berada pada tingkat tinggi dengan persentase 71,67 . Hal ini dikarenakan adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antara RT dengan warganya, berdasarkan pengamatan langsung, RT dan kader lingkungan sering memberikan penyuluhan tentang pemanfaatan sampah organik dan anorganik serta penyuluhan tentang lingkungan. Sedangkan tingkat partisipasi pada masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan variabel dan hasil sebaran kuisioner No Variabel Kategori Tingkat Partisipasi Jumlah Responden Rendah Sedang Tinggi 1 Keikutsertaan Dalam Kerjabakti 3 5 25 41.6 32 53.3 60 2 Keikutsertaan Memilah Sampah 15 25 6 10 39 65 60 3 Ketersediaan Tempat Sampah di Rumah 34 56.7 26 43.3 60 4 Cara Membuang Sampah Rumah 6 10 1 1.7 53 88.3 60 5 Hal yang dilakukan Jika Tempat Tinggal Kotor 41 68.3 19 31.7 60 6 Pengetahuan warga tentang TPA 16 26.7 25 41.7 19 31.7 60 7 Pendapat warga terhadap pemilahan sampah organik dan anorganik 2 3.3 31 51.7 27 45 60 Sumber data primer yang diolah Kerja bakti adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing RT untuk mengajak warganya agar peduli dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan lingkungan yang bersih di tempat tinggal mereka masing-masing. Setiap RT memiliki jadwal yang berbeda-beda untuk kerja bakti, adapun kegiatan yang dilakukan dalam kerja bakti yaitu membersihkan saluran air got, penanaman, penyapuan dan pemeliharaan jalan di dalam maupun di luar gang. Dari hasil kuisioner, sebanyak 3 responden 5 menjawab tidak pernah mengikuti kerja bakti, 25 responden 41,7 menjawab kadang-kadang mengikuti jika tidak berhalangan hadir dan 32 responden 53,3 menjawab selalu mengikuti kegiatan kerja bakti di tempat tinggalnya. Responden yang menjawab tidak pernah ikut kerja bakti dan menjawab kadang-kadang dikarenakan kesibukan diluar rumah. Berdasarkan wawancara dengan ketua RT biasanya warga semua aktif kerja bakti hanya disaat ada perlombaan kebersihan, pada saat menjelang perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia serta jika ada kunjungan instansi terkait kebersihan lingkungan. Kegiatan kebersihan dalam hal ini kerja bakti masih bersifat momental, yang berarti warga berperan aktif ketika hari atau moment tertentu saja. Kuatnya peranan nilai-nilai sosial dalam masyarakat terutama budaya malu, menyebabkan warga mengusahakan dirinya turut berperan dalam kerja bakti ataupun kegiatan lain yang melibatkan warga disuatu lingkungan tempat tinggalnya. Perlu diadakan kerjasama Dinas Kebersihan Provinsi maupun Kabupaten hingga Seksi Kebersihan tingkat Kelurahan untuk membuat suatu jadual secara rutin mengenai kegiatan kebersihan lingkungan, bila perlu diberikan sanksi atau denda bagi warga yang tidak ikut serta dalam kegiatan kebersihan sehingga hasil denda tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah di tingkat RT. Warga RT 03RW 04 dan RT 05 RW 08 memiliki partisipasi yang baik dalam memilah sampah. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 22 dimana sebanyak 39 responden 65 melakukan pemilahan sampah, sisanya 15 responden 25 tidak melakukan pemilahan, dan 6 responden 10 melakukan pembakaran sampah skala kecil. Adanya warga yang melakukan pembakaran sampah dikarenakan adanya lahan untuk membakar sampah, dan seringkali warga berpendapat sampah sudah terlalu lama menumpuk, “dilakukannya pembakaran sampah juga bertujuan untuk mengusir keberadaan nyamuk cetus salah seorang warga”. Ketua RT juga tidak tinggal diam, dalam menyikapi hal ini ketua RT sering memberikan teguran bagi warganya yang melakukan pembakaran sampah walaupun pembakaran sampah yang dilakukan dalam skala kecil dan teguran juga diberikan bagi warganya yang tidak memilah sampah. Sikap tegasbijaksana , berjiwa sosialisasi tinggi dan sikap peduli lingkungan sangat diperlukan bagi seorang RT dalam membina warganya untuk menciptakan suatu lingkungan yang bersih dan nyaman. Sikap peduli seorang RT atau pimpinan terhadap suatu lingkungan, diharapkan dapat berpengaruh terhadap warganya. Hal ini tercermin dari bapak Maman selaku ketua RT 03RW 04 dan bapak Sukasno selaku ketua RT 05RW 08 yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan, beliau bersama Pepulih lainnya sering memberikan penyuluhan tentang kebersihan lingkungan selain itu bapak Sukasno juga mengajak warganya untuk melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik. Dalam melakukan pemilahan dibutuhkan adanya wadah yang membedakan sampah organik dan anorganik. Ketersediaan wadahtempat sampah di lingkungan rumah sangatlah diperlukan hal ini diharapkan agar masyarakat membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya, walaupun tidak menutup kemungkinan ada juga sebagian kecil masyarakat yang masih membuang sampah tidak pada tempatnya. Berbagai macam jenis tempat sampah yang disediakan oleh RT dan warga, ada yang berupa kantong plastik, karung beras, kardus, ada juga yang berupa kotak dari plastik, kayu, semen. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung terdapat 34 responden 56,7 menggunakan kantong plastik atau karung beras sebagai tempat sampah mereka sedangkan sisanya 26 responden 43,3 tempat sampah yang dimiliki berupa kotak dari plastikkayusemen. Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat partisipasi warga akan ketersediaan tempat sampah berada pada tingkat sedang. Lebih banyaknya penggunaan kantong plastik maupun karung sebagai wadah sampah dikarenakan di daerah lingkungan tempat tinggal mereka telah disediakan tong sampah organik dan anorganik yang diberikan oleh pihak Kelurahan. Jenis tempat sampah yang ada dapat dilihat pada Gambar 14. a b c Gambar 14. a tempat sampah drum plastik; b tempat sampah dari kelurahan; c wadah berupa kantong plastik untuk menampung sampah. Dalam prosesnya sampah yang berada di rumah warga diangkut ke TPS kemudian diangkut ke TPA. Untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan masyarakat, peneliti memberikan pertanyaan kepada responden “apakah ibubapak tahu apa TPA dan bagaimana proses sampah di TPA?” dari pertanyaan yang diajukan 16 responden 26.7 menjawab tidak tahu, 25 responden 41,7 menjawab tahu, 19 responden 31.7 menjawab mengerti apa yang dimaksud dengan TPA, dengan adanya pengetahuan yang dimiliki masyarakat akan TPA, maka masyarakat akan mengetahui bagaimana proses pengangkutan sampah dari rumah warga sampai ke TPA dan mengetahui proses sampah berikutnya. Sebagai konsekuensi dari aktifitas masyarakat sebagai penghasil sampah maka masyarakat dipungut biaya untuk jasa pelayanan kebersihan, Dari hasil wawancara dengan bapak RT, warganya bersedia membayar retribusi, walaupun terkadang tidak tepat waktu dalam membayarnya. Retribusi kebersihan biasanya digabungkan dengan iuran lain, dengan adanya penggabungan iuran ini mewajibkan warga untuk membayar iuran kebersihan. Dari data yang diolah 100 responden menjawab membayar retribusi. Iuran retribusi kebersihan plus kas warga sebesar Rp 10.000 per bulan. Lingkungan bersih merupakan wujud kepedulian masyarakat terhadap lingkungan di tempat tinggalnya. Sumber sampah yang berasal dari masyarakat sebaiknya dikelola oleh masyarakat yang bersangkutan agar mereka bertanggung jawab terhadap sampahnya sendiri. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan secara langsung, warga di Kelurahan Susukan RW 04 dan Kelurahan Ciracas RW 08 hal yang dilakukan jika lingkungan tempat tinggalnya kotor yaitu 41 responden 68,3 membersihkan sendiri,19 responden 31,7 mengajak tetangga kerja bakti. Dalam hal ini sangat diperlukan adanya komunikasi sesama warga tetangga untuk bersama membangun dan menciptakan lingkungan yang asri. Cara warga dalam membuang sampah juga dapat menunjukkan partisipasi warga dalam menangani sampah yang berada di lingkungan tempat tinggalnya. Dalam hal membuang sampah, 6 responden 10 menjawab membuang di tempat buang sendiridibakar, sedangkan 53 responden 88,3 menjawab dimasukkan ke dalam wadah lalu diambil petugas dan 1 responden 1,7 menjawab membuang sampah ke TPS. Banyaknya responden yang menjawab dimasukkannya sampah kedalam wadah dikarenakan lokasi TPS yang jauh dan sudah ada petugas kebersihan yang mengerjakan. Aspek pemilahan sampah merupakan faktor penting dalam mengurangi jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA dan akan sangat membantu petugas kebersihan dalam mengangkut dan mengolah sampah di TPA. Pemilahan sampah dilakukan dengan menyediakan tong sampah dengan warna yang berbeda. Berdasarkan data yang diolah sebanyak 31 responden 51,7 menyatakan sangat setuju adanya pemilahan organik dan anorganik serta bersedia untuk menerapkan dalam kehidupannya sehari-hari, 27 responden 45 menjawab setuju akan kegiatan pemilahan sampah dan 2 responden 3,3 tidak setuju terhadap kegiatan pemilahan dikarenakan sudah menjadi tanggungjawab petugas kebersihan, adanya partisipasi warga dalam memilah sampah akan sangat membantu petugas kebersihan. Selain menghemat waktu, kegiatan pemilahan sampah akan memudahkan petugas pengangkut dalam mengumpulkan sampah dan menambah penghasilan petugas kebersihan, karena oleh petugas kebersihan di lingkungan RT sampah tersebut dapat dijual kembali ke lapak. Gambar 15. Petugas kebersihan di tingkat RT yang memanfaatkan sampah anorganik untuk dijual ke agen.

5.5.2 Korelasi Antara Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah