b. Pengurangan atas penggunaan bahan bakar fosil untuk energi akan mengurangi pembuangan gas yang memiliki efek rumah kaca atau sumber
polusi lainnya.
2.4 Konservasi Sumberdaya Hayati
Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyebutkan bahwa konservasi sumber daya alam
hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya selain itu konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan secara lestari sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya. Berkurangnya keanekaragaman hayati akan mempunyai dampak negatif pada:
1. Ketahanan stabilitas ekosistem terhadap goncangan faktor luar. 2. Kemampuan untuk memproduksi tanaman baru.
3. Kepastian masa depan untuk kebutuhan generasi yang akan datang. Menurut Rodgers 1997 nilai keanekaragaman hayati sebenarnya lebih
banyak dinikmati oleh masyarakat lokal ketimbang masyarakat internasional, yaitu 1. Fungsi ekosistem adalah pada proses dan siklus hara di tanah dan plasma
nutfah sangat erat pada kepentingan lokal spesifik. 2. Nilai ekspor produk kenekaragaman hayati, seperti tourisme, obat-obatan dan
kayu, keuntungannya kembali kepada produsen eksportir nasional. 3. Produk pasar nasional air minum, kayu bakar, getah, minyak atsiri dan hasil
non kayu lainnya. 4. Produk pasar lokal kayu bakar, hijauan ternak.
5. Produk rumah tangga pangan, bahan pengrajin. 6. Nilai intangible global seperti penyerapan CO
2
, ilmu pengetahuan dan iklim .
2.5 Permasalahan dan Penanggulangan Kerusakan Lingkungan
Sumber masalah kerusakan lingkungan karena dilampauinya daya dukung lingkungan ialah tekanan penduduk terhadap lahan yang berlebih, kerusakan
lingkungan hanyalah akibat atau gejala saja. Karena itu penanggulangan kerusakan lingkungan
itu sendiri
merupakan penanggulangan
yang simtomatis
Otto soemarwoto 1983. Penanggulangan
dapat diklasifikasikan
pada tingkat
pengumpulan, pengangkutan ke stasiun peralihan transfer station dan pembuangan akhir atau
pemusnahan Dinas Kebersihan DKI Jakarta 1995. Masalah kebersihan lingkungan pemukiman merupakan masalah yang kompleks dan erat kaitannya dengan tata
kehidupan dan kebiasaan masing-masing warga baik sebagai individu maupun masyarakat dalam lingkungannya. Suatu lingkungan pemukiman yang bersih, tertib,
indah dan sehat tidak akan berhasil apabila masyarakat tidak berpartisipasi dalam mencapai tujuannya, karena partisipasi itu sendiri merupakan kegiatan dan aktifitas
masyarakat untuk menanggulangi masalah lingkungan. Sehingga kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam program kebersihan perlu ditumbuhkan
dan digerakkan Salim 1993 dalam Solehati 2005. Dalam memahami permasalahan tersebut, perlu dilihat beberapa aspek yang
menaungi sistem pengelolaan persampahan meliputi 1 aspek teknis, 2 aspek kelembagaan, dan 3 aspek manajemen dan keuangan. Dengan melakukan peninjuan
beberapa aspek diatas, Perlu dilakukan suatu rencana tindak action plan yang meliputi:
1 Melakukan pengenalan karekteristik sampah dan metoda pembuangannya, 2 Merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu
pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir, 3 Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada dengan
fungsi operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan reward punishment dalam pelayanan,
4 Menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle 3 R agar dapat tercapai program zero waste pada masa mendatang,
5 Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan.
2.6 Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah