Exposure assesment penaksiran bahaya

Gambar 9. Degradasi histidin menjadi urocanic acid dan amonia oleh HAL White et al. 1973 diacu dalam Lehane and Olley 1999 Kadar histamin dibawah 100 mg tidak dapat menimbulkan efek toksik, karena adanya mekanisme dari enzim diamine oxidase DAO dan histamin N- methyl transferase HMT dalam tubuh manusia yang dapat menghancurkan histamin Taylor 1986 diacu dalam Lehane and Olley 1999.

4.3.2 Exposure assesment penaksiran bahaya

Exposure assessment merupakan evaluasi kualitatif dan kuantitatif dari kemungkinan adanya agen kimia, biologi, dan fisika yang masuk melalui makanan seperti halnya dari sumber lain yang terkait. Dalam penjelasannya diperlukan data dalam dua area, yaitu ukuran konsumsi makanan yang memiliki potensi bahaya dan tingkatan kontaminasi dari mikroorganisme atau toksin pada saat konsumsi Sumner et al. 2004. Exposure assesment pada penelitian ini merupakan proses untuk melihat dan memperkirakan tingkat bahaya histamin dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Exposure assesment dapat diketahui dari berbagai informasi mengenai perkembangan kadar histamin selama proses pengolahan tuna loin dan informasi tingkat konsumsi produk, serta keadaan masyarakat atau populasi yang mengkonsumsi produk tersebut. 4.3.2.1. Perkembangan kadar histamin produk selama proses pengolahan tuna loin. Kadar histamin pada produk ikan tuna merupakan salah satu syarat mutu produk. Kadar histamin yang terdapat dalam ikan dapat menunjukkan kualitas dari produk tersebut. Kadar histamin yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya keracunan bahkan kematian pada manusia yang mengkonsumsinya. Pada penelitian ini informasi kadar histamin dapat dilihat dari analisis kadar histamin yang terbentuk selama proses pengolahan ikan tuna loin di unit pengolahan ikan UPI PT. X. a. Kandungan histamin pada produk tuna loin PT. X. Hasil analisis kadar histamin menunjukkan bahwa rata-rata nilai kadar histamin mengalami peningkatan selama proses pengolahan. Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata kadar histamin pada tahap penerimaan bahan baku adalah sebesar 8,03 ppm, tahap pembentukan tuna loin adalah 9,16 ppm, dan tahap pembungkusan produk adalah 9,18 ppm. Peningkatan rata-rata kadar histamin pada proses pengolahan tuna loin di PT. X dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan data dari kadar histamin yang diperoleh, menunjukkan bahwa produk tuna loin yang diproduksi oleh PT. X masih layak untuk dikonsumsi. Batas histamin menurut SNI 01-4104-2006 adalah 100 ppm. 9,16 8,03 9,18 4 6 8 10 P1 P2 P3 Tahapan Proses Pengolahan K a n d u n g a n H is ta m in p p m Keterangan : P1: Tahap penerimaan bahan P2: Tahap pembentukan loin P3: Tahap pembungkusan produk Gambar 10. Grafik rata-rata kadar histamin selama proses pengolahan ppm. Kadar histamin yang mengalami peningkatan pada proses pengolahan tuna loin pada PT. X ini dapat disebabkan oleh penanganan yang kurang baik. Aktivitas pengolahan ikan dari semenjak ikan tiba di tempat penerimaan bahan baku sampai ikan dibungkus untuk setiap 1 ekor ikan dibutuhkan waktu kurang dari 5 menit. Suhu penanganan ikan pada unit pengolahan ikan UPI adalah suhu ruang berpendingin udara 16±1 o C, sedangkan air yang digunakan untuk pencucian ikan bersuhu rendah 4±1 o C. Proses pembekuan dilakukan dengan menggunakan air blast freezer pada suhu -20 o C selama sekitar 8 jam. Berdasarkan analisis kadar histamin dari PT. X di Laboratorium Pengolahan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan LPPMHP Gambar 11, diperoleh data rata-rata pada bulan Agustus 2008 menunjukan kadar histamin sebesar 5,26 ppm, pada bulan September 2008 sebesar 9,03 ppm dan pada bulan Oktober sebesar 10,13 ppm. 5,26 9,03 10,13 2 4 6 8 10 12 Agustus September Oktober Bulan K a d a r H is ta m in p p m Gambar 11. Grafik rata-rata kadar histamin tuna loin PT. X selama bulan Agutus sampai Oktoberr 2008 dari analisis LPPMHP. Tahapan proses yang dapat menjadi penyebab meningkatnya kadar histamin adalah pada proses penerimaan bahan baku. Pada saat membawa ikan ke tempat penyimpanan sementara atau ke dalam ruangan pendingin ikan di seret dengan menggunakan ganco. Hal tersebut sangat memungkinkan ikan tuna yang akan diolah menjadi rusak dan kontaminasi bakteri pada ikan menjadi lebih besar. Selain kontaminasi dari bakteri, ikan yang di seret akan mengalami kenaikan suhu karena adanya gesekan bagian tubuh ikan dengan lantai, sehingga kandungan histamin pada tubuh ikan akan semakin bertambah dengan adanya kenaikan suhu. Selain itu proses pencucian dengan air yang terkadang suhunya lebih dari 4 o C. Kenaikan kadar histamin yang diakibatkan oleh kenaikan suhu, berkaitan dengan pertumbuhan jumlah bakteri histidin dekarboksilase dan juga kerja enzim histidin dekarboksilase yang telah terdapat pada ikan. Enzim decarboxylase akan terus menerus menghasilkan histamin meskipun pertumbuhan bakteri telah dihambat dengan suhu dingin hingga 4 o C. Produksi histamin akan semakin meningkat meskipun telah disimpan pada ruangan pendingin Sumner et al. 2004. b. Jumlah bakteri pada produk tuna loin PT. X. Faktor yang mendukung adanya peningkatan kadar histamin pada produk tuna loin, selain aktivitas penanganan pada proses pengolahan adalah jumlah bakteri pada produk. Analisis log TPC Total Plate CountAngka Lempeng Total digunakan untuk mengetahui jumlah koloni mikroorganisme pada produk secara umum. Hasil analisis log TPC pada bakteri secara umum menunjukkan kenaikan jumlah mikroba selama proses pengolahan tuna loin Gambar 12. Pada tahapan penerimaan bahan baku rata-rata jumlah bakteri log TPC adalah sebesar 4,58 3,6x10 4 CFUml, pada tahapan pembentukan loin rata-rata sebesar 5,33 2,1x10 5 CFUml , dan pada tahap pembungkusan rata-rata adalah sebesar 5,88 4,5x10 5 CFUml . Jumlah bakteri tersebut masih dibawah angka lempeng total ALT yang dipersyaratkan oleh SNI 01-4104-2006 dengan persyaratan 5x10 5 CFUml atau apabila dalam log adalah sebesar 5,70. Berdasarkan data yang diperoleh maka, produk tuna loin yang diproduksi oleh PT. X memenuhi syarat. 5,66 5,33 4,56 2 3 4 5 6 P1 P2 P3 Tahapan Pros es Pe ngolahan L o g T P C Keterangan : P1: Tahap penerimaan bahan P2: Tahap pembentukan loin P3: Tahap pembungkusan produk Gambar 12. Grafik rata-rata jumlah bakteri log TPC selama proses pengolahan. Hasil yang menunjukkan meningkatnya jumlah bakteri pada tahapan proses pengolahan menunjukkan adanya proses pengolahan yang kurang baik. Adanya peningkatan jumlah bakteri tersebut dapat dikarenakan adanya kontaminasi bakteri dari lingkungan dan juga proses yang dilakukan dengan suhu yang tidak tepat. Proses penanganan yang dapat meningkatkan jumlah bakteri adalah proses penerimaan bahan baku, yang dilakukan secara kurang baik. Ikan yang diletakan di lantai dapat terkontaminasi bakteri dari lingkungan luar, dan juga penanganan dengan menggunakan suhu yang tidak tepat pada proses ini memungkinkan pertumbuhan jumlah bakteri pada ikan. Selama proses pengolahan, dilakukan pada suhu ruang yang dapat berakibat pada peningkatan jumlah bakteri. Namun proses pengerjaan yang dilakukan secara cepat dapat menekan pertumbuhan bakteri. Proses pembekuan dan penyimpanan sementara pada suhu dingin 0 o C dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang terdapat dalam ikan. Lingkungan dengan sanitasi yang kurang baik dapat meningkatkan jumlah bakteri pada produk. Unit pengolahan ikan UPI yang kurang memenuhi standar sanitasi dapat meningkatkan jumlah bakteri pada produk. Disinfektan seperti klorin dapat menghambat perumbuhan bakteri. Klorin tidak digunakan untuk mencuci produk, karena penggunaan klorin dapat menimbulkan sifat toksik bagi manusia. Klorin hanya digunakan untuk membersihkan alas kaki apabila akan memasuki ruang unit pengolahan ikan UPI. c. Jumlah bakteri penghasil histamin histidin dekarboksilase pada produk tuna loin PT. X. Keberadaan bakteri penghasil histamin histidin dekarboksilase pada ikan merupakan penyebab terjadinya peningkatan kadar histamin pada ikan. Jenis bakteri yang mampu memproduksi histamin dari histidin dalam jumlah tinggi yaitu Proteus morganii bigeye, skipjack, Enterobacter aerogenes skipjack, Clostridium perfringens skipjack Keer et al. 2002. Analisis jumlah bakteri penghasil histidin dekarboksilase dilakukan dengan menghitung angka lempeng total total plate count, TPC pada bakteri yang ditumbuhkan secara spesifik menggunakan media Niven’s agar. Media Niven’s agar merupakan media spesifik untuk menumbuhkan bakteri penghasil histamin histidin dekarboksilase denganwarna jingga oranye dan koloni bakteri penghasil histamin berwarna putih kekuningan dengan wilayah berwarna merah muda di sekitarnya Gambar 13. a b c Gambar 13. a media Niven’s agar, b media Niven’s agar dengan koloni bakteri penghasil histamin, c koloni bakteri penghasil histamin pada media Niven’s agar. Hasil analisis jumlah bakteri penghasil histamin dengan menggunakan Niven’s agar menunjukkan nilai yang semakin meningkat Gambar 14. Pada tahapan penerimaan bahan baku rata-rata jumlah bakteri penghasil histamin log TPC adalah sebesar 3,51 3,3x10 3 CFUml, pada tahapan pembentukan loin rata-rata sebesar 3,65 4,5x10 3 CFUml, dan pada tahap pembungkusan rata-rata adalah sebesar 4,29 1,9x10 4 CFUml. Jumlah bakteri penghasil histamin bukan merupakan syarat untuk menentukan mutu atau kualitas produk. Bakteri penghasil histamin dianalisis untuk melihat adanya risiko kenaikan kadar histamin pada produk. Bakteri penghasil histamin histidin dekarboksilase akan dapat menimbulkan bahaya keracunan atau bahkan kematian apabila telah bekerja menghasilkan enzim histidin dekarboksilase, yang merubah asam amino histidin histidin bebas dalam tubuh ikan menjadi histamin. 4,29 3,65 3,51 2 3 4 5 P1 P2 P3 Tahapan Proses Pengolahan L o g T P C N iv e n s a g a r Keterangan : P1: Tahap penerimaan bahan P2: Tahap pembentukan loin P3: Tahap pembungkusan produk Gambar 14. Grafik rata-rata jumlah bakteri penghasil histamin log TPC dengan media Niven’s agar selama proses pengolahan. Produksi histamin oleh bakteri histidin dekarboksilase biasanya tidak berlangsung pada suhu kurang dari 5 o C Setiyono 2006. Penanganan yang baik pada saat proses pengolahan akan menghambat pertumbuhan bakteri penghasil histamin pada produk. Penanganan yang berlangsung pada PT. X dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah bakteri penghasil histamin. Tahapan proses yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah bakteri penghasil histamin diantaranya adalah tahapan penerimaan bahan baku, dimana ikan tidak ditangani secara baik. Proses pemotongan kepala dan sirip ikan juga dapat mengakibatkan kontaminasi pada daging ikan. Perbandingan jumlah bakteri secara umum dengan bakteri penghasil histamin dapat dilihat pada Gambar 15. Jumlah bakteri penghasil histamin lebih sedikit dibanding jumlah bakteri secara umum. Bakteri secara umum dan bakteri penghasil semakin meningkat selama tahap pengolahan tuna loin. 5,66 5,33 4,56 4,29 3,65 3,51 1 2 3 4 5 6 P1 P2 P3 Tahapan Proses Pengolahan L o g T P C Bakteri umum Bakteri penghasil histamin Keterangan : P1: Tahap penerimaan bahan P2: Tahap pembentukan loin P3: Tahap pembungkusan produk Gambar 15. Grafik perbandingan rata-rata jumlah bakteri secara umum dengan bakteri penghasil histamin log TPC selama proses pengolahan. Penggunaan suhu rendah 10 o C selama penyimpanan dan penanganan merupakan cara yang efektif untuk mengontrol pertumbuhan bakteri pembentuk histamin. Meskipun pada suhu 0 o C sampai 10 o C bakteri histamin jenis psikrofilik masih dapat tumbuh namun kadar histamin yang terbentuk sedikit Taylor et al. 1991 diacu dalam Lehane and Olley 1999. Histamin dapat terakumulasi di dalam daging ikan karena adanya kesalahan penanganan bahan baku sebelum dan sesudah pembekuan. Enzim yang terdapat pada ikan sebelum pembekuan dapat meneruskan pembentukan histamin di dalam daging ikan walaupun sel bakteri telah rusak selama penyimpanan beku Keer et al. 2002. 4.3.2.2 Informasi konsumsi ikan yang mengandung histamin PT. X merupakan salah satu perusahaan pengolahan ikan tuna yang memproduksi tuna loin dengan tujuan ekspor ke Amerika Serikat. Amerika serikat meupakan salah satu negara yang tingkat konsumsi tunanya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Konsumsi seafood di Amerika Serikat pada tahun 2005 adalah sebesar 16,2 pounds per kapita tahun, dan meningkat pada tahun 2006 sebesar 16,5 pounds per kapita tahun. Pada tahun 2006 juga diketahui bahwa konsumsi tuna di Amerika Serikat sebesar 2,9 pounds per kapita tahun National Oceanic and Atmospheric Administration 2007. Jumlah penduduk Amerika Serikat pada tahun 2007 adalah sebanyak 302.503.635 jiwa Anonim 2008. Kasus keracunan histamin sudah banyak terjadi sejak tahun 1970, seperti misalnya di Jepang, Amerika Serikat, Australia, New Zealand, dan Inggris. Pada tahun 1980 sampai tahun 1997 kasus keracunan histamin menjadi masalah yang besar dan merata Sours and Smith 1980 diacu dalam Lehane and Olley 1999. Selama tahun 1970 sampai 1974 telah terjadi 68 kasus keracunan makanan dan 45 diantaranya disebabkan karena proses keracunan histamin yang sebagian diantaranya karena mengkonsumsi ikan tuna dan mahi-mahi. Di Inggris, terjadi 100 kasus keracunan histamin pada rentang waktu tahun 1976 sampai 1982 akibat konsumsi ikan golongan scombroid. Di Jepang dari tahun 1970 sampai tahun 1980 terjadi 43 kasus keracunan histamin akibat konsumsi ikan golongan scombroid. Di Amerika Serikat sendiri, keracunan histamin dari tahun 1969 sampai 1979 terjadi 74 kasus akibat konsumsi ikan golongan scombroid Taylor 1983. Jepang, Amerika Serikat USA, dan Inggris Raya United Kingdom, UK merupakan negara dengan jumlah tertinggi yang menderita keracunan histamin. Kejadian keracunan histamin juga dilaporkan terjadi pada negara-negara Eropa, Asia, Kanada, Selandia Baru New Zealand, dan Australia Sumner et al. 2004. Pada periode tahun 1990- 2000, jumlah yang terserang keracunan histamin dari ikan di Amerika Serikat sebanyak 103 orang, pada periode tahun 1992 – 1999, jumlah yang terserang keracunan histamin dari ikan di Inggris Raya UK sebanyak 32 orang, dan pada periode tahun 1990–2000, jumlah yang terserang keracunan histamin dari ikan di Australia sebanyak 31 orang Sumner et al. 2004.

4.3.3 Hazard characterization karakterisasi bahaya