b Exposure assessment
Exposure assessment bertujuan untuk mengevaluasi level histamin dan
mikroorganisme yang terdapat pada tuna. Informasi mengenai level kandungan bakteri total, bakteri penghasil histamin dan kandungan histamin diperoleh dengan
cara melakukan pengambilan sampel ikan tuna. Pengambilan sampel dilakukan pada proses penerimaan bahan baku, proses pembentukan tuna loin dan proses
pembungkusan tuna loin untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium. Sampling dilakukan sebanyak tiga kali pada bulan September sampai November 2008.
Tahap exposure assessment dilakukan pengambilan data sekunder dari hasil analisis histamin PT. X yang dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan
Pengujian Mutu Hasil Perikanan LPPMHP, Pluit, Jakarta Utara.
c Hazard characterization
Hazard characterization merupakan evaluasi kualitatif atau kuantitatif
alami dari efek yang berhubungan dengan peningkatan dan bahaya histamin. Komponen paling penting dari langkah hazard characterization adalah penetapan
dose respone . Dose respone merupakan kadar tertinggi histamin yang terdapat
pada bahan baku ikan tuna yang dapat menyebabkan bahaya dalam tubuh manusia. Hazard characterization mengevaluasi besarnya kadar histamin yang
mungkin dikonsumsi dari produk tuna loin yang mengandung histamin. d Risk characterization
Risk characterization merupakan perkiraan secara semi kuantitatif untuk
menentukan risiko histamin berdasarkan hazard identification, hazard characterization
dan exposure assessment. Hasil keluaran dari risk characterization
ini adalah risk estimate atau perkiraan risiko yang dapat timbul dari peningkatan kadar histamin. Penilaian risk estimate menggunakan program
risk ranger dari Ross dan Sumner 2002.
3.3 Prosedur Pengujian Sampel
Analisis yang dilakukan meliputi kadar histamin, total plate count bahan baku ikan tuna, serta uji total mikroba penghasil histamin.
3.3.1 Kadar histamin SNI 01-2360-1991 •
Tahap ekstraksi Sampel ditimbang sebanyak 10 gram lalu ditambahkan dengan methanol
sebanyak 50 ml dan dihomogenkan dengan homogenizer blender. Setelah homogen maka sampel tersebut dipanaskan dalam water bath pada suhu 60
o
C selama 15 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruang. Sampel yang sudah
dalam keadaan suhu ruang dimasukkan dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan methanol sampai tanda tera dan dihomogenkan. Larutan sampel kemudian
disaring dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. •
Tahap clean up Pertama-tama disiapkan kolom, kemudian ke dalam kolom tersebut
dimasukkan glass woll secukupnya tingginya 1 cm, setelah itu dimasukkan resin penukar ion ke dalam kolom sampai tingginya kurang lebih 8 cm diusahakan
resin tidak kering dengan cara dibilas menggunakan aquades karena akan mempengaruhi daya kerja ion pada resin. Langkah terakhir adalah melewatkan
sampel ke dalam kolom sebanyak 1 ml dan ditampung hasilnya dalam labu ukur 50 ml yang telah diberi 5 ml HCL 1 N.
• Tahap pembentukan
Masing-masing tabung reaksi dimasukkan sebanyak 10 ml HCL 0.1 N kemudian ditambahkan 5 ml sampel, 5 ml standar histamin untuk larutan
sekunder dan 5 ml HCL 0.1 untuk blanko. Ditambahkan 3 ml NaOH, setelah itu dihomogenkan dan dibiarkan selama 5 menit, kemudian ditambahkan sebanyak
1 ml orto-ftalatdikarboksilaldehid OPT, lalu dihomogenkan dan didiamkan selama 4 menit. Sampel kemudian ditambahkan 3 ml H
3
PO4
3
5,7 N dan dihomogenkan, setelah selesai sampel siap untuk dibaca dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 450 nm. 3.3.2 Uji total bakteri Total Plate Count SNI 01-2360-1991
Pertama-tama ditimbang sampel sebanyak 25 gram secara aseptik, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang sudah disterilkan, setelah
itu ditambahkan sebanyak 225 ml larutan garam 0.85. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 25 gram sampel
dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi 225 ml larutan garam 0,85 steril,
kemudian dihancurkan hingga larutan homogen, dari campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukan dalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85 steril sehingga
diperoleh contoh dengan pengenceran 10
-2
, kemudian dikocok agar homogen. Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya
hingga pengenceran 10
-5
. Sebanyak 1 ml larutan contoh dari pengenceran 10
-2
sampai 10
-5
dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril. Media nutrient agar dengan suhu ruang, + 30.5
o
C dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 0.5 ml dan digoyangkan sampai
permukaan agar merata dan didiamkan beberapa saat hingga mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator
dengan posisi terbalik. Suhu inkubator yang digunakan adalah sekitar 32
o
C dan diinkubasi selama 48 jam. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung
jumlah koloni yang terbentuk di dalam cawan petri. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi yang tidak diinginkan dan
pengamatan secara duplo untuk meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300
koloni. 3.3.3 Uji total bakteri penghasil histamin Niven 1981
Prinsip dari metode ini adalah Enterobactericeae akan merubah histidin menjadi histamin melalui proses dekarboksil yang akan menaikkan pH dan
mengakibatkan perubahan warna pada media. Larutan niven agar disiapkan dengan cara mencampurkan semua bahan,
yaitu 0,1 trypton, 0,2 yeast ekstrak, 0,1 L-histidin, 0,1 CaCO
3
, 2 NaCl, 2,5 agar, 0,01 phenol red, kemudian dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer dan diencerkan dengan aquades kemudian dipanaskan hingga mendidih dan diatur pH 6-6,1 lalu disterilisasi pada suhu 121
o
C selama 2 jam. Sampel diencerkan sampai 10
-4
. Sebanyak 1 ml larutan sampel dari setiap pengenceran dimasukkan ke dalam cawan petri, lalu niven agar cair dengan suhu
ruang, + 30.5
o
C dituangkan keatasnya, ditunggu sampai membeku kemudian diinkubasi pada suhu 35
o
C selama 48 jam. Dihitung jumlah koloni yang menghasilkan daerah zona berwarna merah muda pink dengan latar belakang
jingga orange.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahapan Proses Produksi Tuna Loin