78 dengan tutup bagian bawah tangki. Dengan luasan yang sama yaitu 0,047m²,
kehilangan panas penutup tangki bagian atas adalah 38,13 kJ, sedangkan kehilangan panas yang terjadi pada penutup tangki bagian bawah hanya 8,38 kJ.
Besarnya kehilangan panas yang terjadi pada tutup tangki bagian atas disebabkan oleh tidak adanya bahan isolasi yang dapat mencegah perpindahan
panas dari dinding penutup tangki ke lingkungan luar. Metanol yang menguap juga menyebabkan suhu pada dinding penutup atas tangki cukup tinggi.
Pemberian bahan isolasi pada dinding penutup bagian bawah memberikan kehilangan panas yang minimal. Dari kelima daerah yang mengalami kehilangan
panas, dinding penutup tangki bagian bawah mengalami kehilangan panas paling kecil. Kemudian static-mixer juga mengalami kehilangan panas yang cukup kecil,
karena dengan tinggi 30 cm, luasnya hanya 0,03 m², dan kehilangan panas hanya sebesar 27,71 kJ.
Bila dihitung dalam persen maka terlihat bahwa kehilangan panas terbesar terjadi pada pipa saluran sebesar 44 persen dari total kehilangan
panas pada alat. Dinding menempati urutan ke dua dengan presentase sebesar 28 persen, kemudian tutup atas sebesar 14 persen, dinding static-mixer sebesar 11
persen, dan terakhir tutup bawah sebesar 3 persen. Kehilangan panas ke lingkungan luar tentu saja tidak diinginkan karena akan meningkatkan kebutuhan
energi untuk pemanasan bahan. Pemberian bahan isolator pada bagian-bagian yang membuat kehilangan panas menjadi tinggi dapat mengatasi pemborosan
energi.
4.3.2 Kebutuhan Energi untuk Proses Transesterifikasi
Hasil pengukuran energi pemanasan awal dan proses transesterifikasi disajikan dalam Tabel 11. Pengaruh suhu terhadap konsumsi energi dalam proses
transesterifikasi untuk setiap suhu disajikan dalam Gambar 46. Peningkatan suhu cenderung akan mengurangi energi yang dibutuhkan untuk proses
transesterifikasi. Berdasarkan gambar tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan energi transesterifikasi dengan blade agitator lebih besar dibandingkan dari energi
menggunakan static-mixer pada temperature yang sama. Hasil percobaan menunjukkan bahwa static-mixer dapat mengurangi secara signifikan kebutuhan
79 energi transesterifikasi yang dibutuhkan. Dengan demikian, efektifitas energi
pengadukan dari reaktan TG dan MeOH menjadi metil ester biodiesel dalam static-mixer
jauh lebih besar dibanding dalam blade agitator
Table 11. Kebutuhan energi untuk setiap tahap produksi biodiesel
T
o
C
Static-mixer kJkg
Blade agitator kJkg
Pemana san awal
Transeste- ifikasi
Purifika si
Total Qin
Pemana san awal
Transeste- rifikasi
Purifika si
Total Qin
50 160,94
119,66 1529,86
1810,45 160,94
529,26 1529,86 2220,36
55 182,52 99,29 1525,96
1807,77 182,52
493,82 1525,96 2202,39
60 196,90 78,93
1525,96 1801,79
196,90 519,38 1525,96
2242,24
65 218,48 56,01 1529,86
1804,35 218,48 478,64 1529,86
2226,98
70 240,06
68,74 1529,86
1838,66 240,06
399,72 1529,86 2169,63
Rata- rata
199,78 84,53 1528,30 1812,60
199,78 484,16
1528,30
2212
,32
4.3.3 Kebutuhan Energi Untuk Pemanasan Awal dan Purifikasi
Distribusi energi input Q
in
dalam produksi biodiesel menggunakan static-mixer
dan blade agitator dapat dilihat dalam Gambar 47 dan 48. Energi
Gambar 46.
Kebutuhan energi transesterifikasi yang dibutuhkan untuk static-mixer
dan blade agitator 100
200 300
400 500
600
40 50
60 70
80 Energi
transesterifikasi k Jkg
Suhu C Static-mixer
Blade-agitator
80 input
berasal dari: 1 energi panas dari heater untuk pemanasan awal RBDPO dan MeOH, 2 energi panas dari heater untuk proses transesterifikasi dan energi dari
motor untuk sirkulasi static-mixer, dan 3 energi panas dari heater untuk memanaskan air yang digunakan untuk pencucian dan pengeringan serta energi
motor untuk mengalirkan air panas dan produk dari tangki utama ke tangki pencucian.
Dari Gambar 47 dan 48 menunjukkan bahwa penurunan energi untuk proses transeterifikasi dengan peningkatan suhu reaksinya dikompensasi dengan
energi untuk pemanasan awal RBDPO. Penggunaan energi untuk pemanasan awal RBDPO lebih besar untuk suhu yang lebih tinggi. Konsumsi energi pada
setiap tahap proses produksi disajikan dalam Tabel 12. Dalam penelitian ini, purifikasi biodiesel dilangsungkan dengan menggunakan pencucian air panas.
Metode purifikasi dengan pencucian seperti ini mempunyai kelemahan yaitu proses dilakukan dengan waktu yang relatif lama hingga mencapai waktu 2,5 jam
serta membutuhkan jumlah air yang cukup banyak. Di samping itu dibutuhkan proses evaporasi air dalam biodiesel hasil pencucian.
Gambar 47. Distribusi energi produksi biodiesel dengan reaktor static-mixer
50 C
55 C
60 C
65 C
70 C
Pemanasan awal
160.94 182.52
196.9 218.48
240.06 Transesterifikasi
119.66 99.29
78.93 56.01
68.74 Purifikasi
1529.26 1525.96
1525.96 1529.26
1529.26 400
800 1200
1600 2000
Ene rgi
kJkg
81
4.3.4 Rasio Energi