2 5. Porsi terbesar penyebab kerusakan terumbu karang adalah ulah manusia,
diantaranya adanya penangkapan ikan yang merusak dan berlebih, pencemaran air, penimbunan sampah, penambangan pasir dan karang, serta penebangan mangrove.
Persen penutupan terumbu karang menunjukkan penurunan, dari 23 pada tahun 1985 menjadi 17 1995, kemudian meningkat menjadi 32,9 pada 2004 dan 33,2
pada tahun 2005 Estradivari et al. 2007.
1.2. Rumusan Masalah
Mengingat kerusakan ekosistem terumbu karang yang banyak terjadi di Indonesia, khususnya di Kepulauan Seribu, maka upaya rehabilitasi diperlukan untuk
memperbaiki ekosistem terumbu karang di Indonesia yang saat ini kondisinya sudah sangat menurun. Bila dibiarkan secara alami proses pemulihannya akan memakan
waktu yang relatif lama, sehingga diperlukan upaya percepatan dengan rekayasa teknologi seperti teknologi fragmentasi melalui teknik transplantasi yang dapat
mempercepat proses pemulihan ekosistem. Secara skematis, proses pemulihan ekosistem terumbu karang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema pemulihan ekosistem terumbu karang Ekosistem terumbu karang
Pembuatan habitat baru
Degradasi ekosistem terumbu karang
Buatan cepat
Rehabilitasi habitat Alami
lambat
Pemilihan spesies karang yang akan dipulihkan
Transplantasi dengan fragmentasi buatan
Pemulihan ekosistem
Faktor alam dan manusia
Pemulihan ekosistem
3
1.3. Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan dan tingkat keberhasilan transplantasi jenis karang Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa
yang ditransplantasikan di Pulau Karya, Kepulauan Seribu Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi khususnya tentang transplantasi
terumbu karang sebagai upaya merehabilitasi ekosistem terumbu karang yang telah rusak.
4
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi Hewan Karang
Terumbu karang terbentuk dari kalsium karbonat yang sangat banyak CaCo
3
, batuan kapur, yang merupakan hasil deposisi dari makhluk hidup Castro Huber
2007. Terumbu karang terutama disusun oleh karang-karang jenis anthozoa dari kelas scleractinia, yang mana termasuk hermatypic coral atau jenis karang yang
mampu membuat bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat Vaughan Wells 1943 in Supriharyono 2007. Struktur bangunan kapur CaCo
3
tersebut cukup kuat sehingga koloni karang mampu menahan gaya gelombang air laut. Sedangkan
asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup disini disamping scleractinian corals adalah alga yang banyak diantaranya juga mengandung kapur Dawes 1981 in
Supriharyono 2007. Ada dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur
hermatypic corals dan yang tidak dapat membentuk bangunan karang ahermatypic corals. Hermatypic corals adalah binatang karang yang dapat membentuk bangunan
karang dari kalsium karbonat, sehingga sering dikenal juga sebagai reef-building corals. Sedangkan ahermatypic coral adalah binatang karang yang tidak dapat membentuk
bangunan karang Supriharyono 2007 Kemampuan hermatypic coral membentuk bangunan kapur tidak lepas dari
proses hidup binatang ini. Binatang karang ini dalam hidupnya bersimbiosis dengan sejenis alga zooxanthellae yang hidup di jaringan-jaringan polip binatang karang
tersebut, dan melaksanakan fotosintesa. Hasil samping dari aktifitas fotosintesa tersebut adalah endapan kapur kalsium karbonat, yang struktur dan bangunannya
khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menetukan jenis atau spesies binatang karang. Karena aktifitas tersebut, maka peran cahaya matahari sangat penting bagi hermatypic
coral. Sehingga jenis binatang karang ini umumnya hidup di perairan pantai atau laut yang cukup dangkal, yang mana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar
perairan Supriharyono 2007. Zooxanthellae adalah algae bersel tunggal dengan ukuran mikroskopis yang
memerlukan cahaya matahari untuk berfotosintesis. Zooxanthellae merupakan alga dari jenis Gymnodinium microadriaticum atau dikenal juga dengan jenis Simbiodinium
Ronsen 1988 in Efendie 2009. Adanya simbiosis dengan zooxanthellae menyebabkan karang berwarna coklat, hijau, atau biru. Dalam keadaan tertentu misalnya akibat
5 tekanan lingkungan atau adanya penyakit yang menyerang karang, zooxanthellae
dapat keluar dari karang sehingga menyebabkan karang menjadi putih pucat dan bisa menyebabkan kematian Veron 1986 in Pratama 2005. Zooxanthellae mendapat
perlindungan dari karang dan menggunakan beberapa hasil sampingan metabolisme karang seperti karbondioksida, amonia, nitrat, dan fosfat sebagai bahan makanan.
Sebaliknya karang mendapat keuntungan dari pelepasan bahan-bahan organik termasuk glukose, gliserol dan asam amonia yang dikeluarkan oleh zooxanthellae
Hutabarat Evans 1985. Simbiosis antara zooxanthellae dengan polip karang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Simbiosis antara zooxanthellae dan polip karang Castro Huber 2007 Karang pembentuk terumbu merupakan koloni dengan sejumlah besar polip-
polip kecil dengan diameter 1-3 mm, namun seluruh koloni dapat menjadi besar. Beberapa jenis polip soliter dengan diameter sampai 25 cm, misalnya fungia
Suwignyo et al. 2005. Setiap individu karang yang disebut polip menempati mangkuk kecil yang dinamakan koralit. Tiap mangkuk koralit mempunyai beberapa septa yang
tajam dan berbentuk daun yang tumbuh keluar dari dasar koralit, dimana septa ini merupakan dasar penentuan spesies karang Bengen 2002. Setiap polip berbentuk
seperti cangkir dengan lingkaran tentakel yang mengelilingi bagian tengah yang berfungsi sebagai mulut sekaligus anus. Tentakel memberi informasi melalui sel-sel
penyengat nematocysts yang berfungsi sebagai alat pertahanan dan menangkap mangsa Bermuda Coexploration 2000 in Soehartono Mardiastuti 2003. Anatomi
polip karang dapat dilihat pada Gambar 3.
6
Gambar 3. Anatomi polip karang Sumich 1999 in Bengen 2002
2.2. Klasifikasi Hewan Karang