15 Pengaruh dari alga terhadap organisme karang dimulai dari peningkatan
nutrien pada perairan terumbu karang. Hal ini memberikan pengaruh terhadap struktur dan fungsi komunitas karang Tomascik Sander 1987; Wittenberg Hunte
1992 in Tanner1995. Salah satu hipotesis yang berkaitan dengan peningkatan nutrien adalah seiring dengan peningkatan nutrien, pertumbuhan alga akan meningkat. Hal ini
memungkinkan alga bersaing dengan organisme karang ataupun organisme sessile Birkeland 1977,1988; Pastorok Bilyard 1985 in Tanner 1995.
2.5. Laju Kalsifikasi Karang
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa setiap koloni hermatypic corals mengandung alga zooxanthellae yang hidup bersimbiosis dengan koloni karang.
Zooxanthellae yang hidup di koloni karang ini selain memproduksi karbon juga memproduksi kalsium karbonat kapur atau kalsifikasi, untuk membentuk bangunan
karang. Sehingga jenis karang ini disebut reef building corals, atau jenis karang yang dapat membuat bangunan karang dari kapur. Kecepatan atau laju kalsifikasi ini tidak
sama untuk setiap spesies. Spesies-spesies tertentu tumbuhnya sangat cepat, yaitu bisa 2 cm bulan umumnya branching corals, namun ada pula spesies karang
umumnya karang masif yang tumbuhnya sangat lambat, yaitu hanya 1cm tahun. Disamping faktor spesies, kecepatan tumbuh karang juga ditentukan oleh kondisi
lingkungan hidup mereka berada. Pada perairan yang memiliki kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan karang, maka biasanya karang biasanya tumbuh lebih cepat
dibandingkan di daerah yang tercemar. Laju kalsifikasi karang juga ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu cahaya, suhu perairan, kekeruhan, sedimentasi, serta
kedalaman perairan Supriharyono 2007. Menurut Timotius 2003 kalsium karbonat yang terbentuk kemudian
membentuk endapan menjadi hewan karang. Sementara itu, karbondioksida akan diambil oleh zooxanthellae untuk fotosintesis. Pengambilan atau pemanfaatan karbon
CO
2
dalam jumlah yang sangat besar untuk keperluan kalsifikasi yang kemudian menghasilkan terumbu karang sebaran vertikal dan horizontal yang amat luas,
menjadikan terumbu karang sebagai carbon sink.
2.6. Kerusakan Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat rentan. Kerusakan terumbu karang dapat diakibatkan baik oleh proses alami maupun proses
antropogenik. Menurut Herianto 2007, kerusakan ekosistem terumbu karang dapat
16 digolongkan berdasarkan penyebab kerusakannya, yakni aktivitas manusia secara
langsung, dan tidak langsung, faktor biologis, dan faktor fisik.
2.6.3. Faktor aktivitas manusia
Menurut Ikawati et al. 2001, kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh ulah manusia antropogenik merupakan penyebab terbesar kerusakan terumbu
karang. Hal ini disebabkan ketidaktahuan manusia akan manfaat dan fungsi terumbu karang. Beberapa jenis kegiatan manusia yang berdampak secara langsung dalam
kerusakan terumbu karang menurut Herianto 2007 seperti aktivitas penambangan karang, pengeboman karang, penggunaan sianida atau potas, penangkapan ikan
dengan bubu, penangkapan ikan dengan muroami, jangkar perahu, serta adanya kegiatan pariwisata perairan. Kegiatan yang bedampak secara tidak langsung yang
menyebabkan kerusakan terumbu karang seperti proses sedimentasi yang merupakan hasil dari kegiatan penambangan di laut ataupun dari daratan yang terbawa oleh
sungai ke laut. Selain itu, adanya pencemaran limbah perkotaan dan minyak bumi yang dapat memasok nutrisi yang berlebih ke laut sehingga dapat memicu pertumbuhan
alga tertentu secara cepat blooming algae yang dapat menganggu kehidupan karang Herianto 2007.
2.6.2. Faktor biologis
Menurut Herianto 2007, faktor biologis yang dapat merusak ekosistem terumbu karang seperti adanya predasi dari predator yang bersifat aktif dan agresif
untuk mendapatkan makanan, sehingga dapat menghambat atau mematikan pertumbuhan karang yang lainnya. Selain adanya predasi, penyakit yang disebabkan
oleh bakteri juga dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang. Jenis penyakit yang sering ditemukan pada terumbu karang seperti white band disease, black band disease,
dan vibrio AK-1. White band disease ditandai dengan adanya warna putih pada sebagian koloni karang, sedang sebagian lagi berwarna normal. Black band disease
ditandai dengan warna hitam pada jaringan karang yang sedang terserang atau berwarna putih jika karang telah mati bleaching. Penyakit vibrio AK-1 terjadi jika
bakteri ini terdapat pada suhu lingkungan yang naik diatas normal. Kerusakan akibat bakteri ini ditandai dengan memutihnya jaringan karang, akan tetapi warna putihnya
biasanya berupa bercak-bercak yang tidak merata. Proses bio-erosi juga merupakan salah satu penyebab kerusakan terumbu
karang. Bio-erosi disebabkan oleh terdegradasinya kapur kerangka tubuh karang
17 CaCO
3
yang disebabkan oleh organisme lain baik secara kimiawi maupun mekanis Herianto 2007.
2.6.3. Faktor fisik
Faktor fisik yang dapat merusak ekosistem terumbu karang menurut Herianto 2007 seperti kenaikan suhu air laut, pasang surut, radiasi sinar ultra violet,
penurunan salinitas, gunung berapi, gempa bumi, tsunami, taifun dan badai. Kerusakan akibat alam ini tidak dapat dicegah secara langsung karena diluar kuasa
manusia. Selain itu, dibandingkan dengan kerusakan karena ulah manusia, kerusakan terumbu karang karena faktor alam jumlahnya relatif kecil Ikawati et al. 2001.
2.7. Transplantasi Karang 2.7.1. Pengertian dan pemanfaatan transplantasi karang
Transplantasi karang adalah pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk ditanam ditempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami
kerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami. Transplantasi karang berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang
telah rusak, dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada Harriot Fisk 1988 in Soedharma 2007.
Manfaat dari transplantasi karang menurut Soedharma 2007 adalah : 1. Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak.
2. Rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak. 3. Menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru kedalam ekosistem
terumbu karang di daerah tertentu. 4. Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber keanekaragaman
hayati. 5. Pengembangan populasi karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan atau
langka. 6. Menambah karang dewasa ke dalam populasi sehingga produksi larva di ekosistem
karang yang rusak tersebut dapat ditingkatkan. 7. Keperluan perdagangan.
Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai teknologi pilihan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada daerah-daerah
yang memiliki nilai ekonomi tinggi Harriot Fisk 1988 in Soedharma 2007. Tujuan kegiatan transplantasi yaitu perbanyakan koloni karang dengan bantuan manusia
18 untuk rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak agar dapat menciptakan
komunitas baru dengan memasukkan spesies baru kedalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu Soedharma 2007.
2.7.2.Metode transplantasi karang
Metode transplantasi karang dapat dilakukan secara langsung di alam ataupun pada ruang terkontrol Soedharma 2007. Metode yang sering dilakukan pada
transplantasi karang seperti metode patok, metode jaring, metode jaring dan substrat, metode jaring dan rangka, metode jaring, rangka, dan substrat, serta metode rantai.
Beberapa teknik pelekatan karang yang ditransplantasikan adalah semen, lem plastik, penjepit baja, dan kabel listrik plastik Coremap fase II 2006.
2.8. Penelitian Transplantasi Karang di Indonesia