Stratigrafi Sistem Delta PARASEKUEN DALAM PAKET ENDAPAN PARALIK

82 waktu gambar 8-6c. Sebagaimana telah dibahas pada bagian 8.3.4, bagian dasar dari setiap paket pasir dicirikan oleh pergeseran fasies ke arah bawah. Pergeseran fasies seperti itu mengindikasikan penurunan muka air laut. Jika proses penurunan muka air laut itu berasosiasi dengan penorehan sungai, maka setiap paket pasir merupakan satu sekuen berfrekuensi tinggi. Tubuh-tubuh pasir itu sendiri dicirikan oleh gejala pengkasaran ke atas dan bersifat progradasional. Forced regressive parasequence set dapat memiliki geometri yang mirip dengan transgressive parasequence set bandingkan gambar 8-6c dengan gambar 8-11c. Posisi garis pantai kemungkinan besar relatif tetap karena adanya ketidakteraturan paparan. Ketidakteraturan paparan itu sendiri dapat terjadi, misalnya saja, oleh sesar yang terletak relatif dalam. 8.5.1.2 Parasekuen yang Didominasi oleh Gelombang Arsitektur stratigrafi dari parasekuen yang didominasi oleh gelombang sangat mirip dengan arsitektur stratigrafi dari parasekuen yang didominasi oleh badai. Perbedaan kunci antara keduanya adalah bahwa, pada parasekuen yang didominasi oleh gelombang, dominansi gelombang dangkalan shoaling wave umumnya menyebabkan adanya batas jarak dari gisik pada tepi sabuk pasir hingga nilainya kurang dari 1 km. Akibatnya, pasir yang didominasi oleh gelombang dan menyebar pada arah yang sejajar dengan kemiringan asalnya hanya dapat dihasilkan oleh progradasi. Sebagaimana pada parasekuen yang didominasi oleh badai, paket endapan pesisir yang didominasi oleh gelombang umumnya makin kasar dan makin menebal ke atas. Sekali lagi, upper shoreface dapat barred, non-barred, atau dipotong oleh alur pasut. Pesisir yang didominasi oleh gelombang dan disusun oleh konglomerat lebih curam dan memiliki kerabat struktur yang khas gambar 8-12; Massari Parea, 1988; Hart Plint, 1989. 8.5.1.3 Parasekuen yang Didominasi oleh Pasut Sistem pesisir-paparan yang didominasi oleh pasut akan berubah secara berangsur ke arah lateral menjadi sistem estuarium dan delta serta berubah secara berangsur ke arah darat menjadi dataran pasut gambar 8-13. Jika dataran pasut banyak mendapatkan pasokan sedimen oleh arus pasut yang bergerak sejajar pantai dan paparan, maka dataran pasut itu dapat membentuk bagian tengah dari paket endapan dataran pantai dan pesisir-paparan yang berprogradasi. Dataran subtidal serta bagian bawah dari dataran intertidal cenderung mengandung pasir, kemudian berubah ke arah darat menjadi banyak mengandung lumpur dan akhirnya berubah menjadi dataran intertidal dan dataran supratidal yang bervegetasi. Karena itu, dataran pasut yang berprogradasi akan menghasilkan paket endapan yang menghalus ke atas. Paket endapan itu pada gilirannya dapat terpotong oleh endapan pengisi alur yang menghalus ke atas. Endapan yang disebut terakhir ini merupakan endapan sistem alur yang kompleks dan memotong dataran pasut lihat Elliott, 1986a,b. Paket endapan pasut yang progradasional dilukiskan pada gambar 8-13. Endapan pasut transgresif yang analog dengan itu lebih tipis serta terbentuk pada saat sungai tertutup oleh air laut sedemikian rupa sehingga terbentuk estuarium serta pada saat mana hanya sedikit sedimen yang diangkut menuju paparan. Pada kasus seperti itu, endapan paparan yang mengandung pasir cenderung berasal dari hasil pengerukan oleh arus pasut serta hasil perombakkan paket endapan yang relatif tua. Efek kombinasi dari pengerukan oleh arus pasut dan erosi shoreface adalah terbentuknyha topografi erosional yang kompleks pada flooding surface. Endapan-endapan yang menindih bidang itu mencakup sand sheets dan sand ridge. Paket sand sheet dapat memperlihatkan gejala penghalusan ke atas maupun pengkasaran ke atas, tergantung pada pergerakan sand sheet. Struktur internal dari tidal sand ridge belum dapat dipahami dengan baik, namun sebagian ahli memperkirakan bahwa endapan itu didominasi oleh perlapisan silang-siur yang berasal dari gumuk dune cross-bedding. Pembahasan yang lebih mendetil mengenai hal ini disajikan oleh Stride 1982.

8.5.2 Stratigrafi Sistem Delta

Variasi stratigrafi yang teramati pada delta dikontrol oleh interaksi antara proses-proses sedimentasi, ruang akomodasi, pasokan sedimen, iklim, dan besar butir. Pada sistem delta, ruang akomodasi dan pasokan sedimen memegang peranan yang sama sebagaimana yang terjadi pada sistem dataran pantai hingga pesisir-paparan. Hal itu telah dijelaskan di atas. Dengan mengikuti apa yang telah dikemukakan oleh Orton 1988 serta Orton Reading 1993, kebenaan besar butir dan proses- proses sedimentasi dapat diperlihatkan dengan cara memperluas skema penggolongan delta yang terdiri dari empat anggota tepi Galloway, 1975 menjadi skema penggolongan yang terdiri dari lima anggota tepi gambar 8-14. Model yang diajukan oleh Orton 1988 serta Orton Reading 1993 dapat dikembangkan lebih lanjut dengan cara membagi lebih lanjut delta paparan, delta tepi paparan, dan delta Gilbert. Keterbatasan ruang dalam buku ini tidak memungkinkan disajikannya skema penggolongan yang cukup kompleks seperti itu. Bagi mereka yang tertarik untuk mengetahui lebih jauh stratigrafi delta Gilbert dan delta tepi paparan dapat merujuk pada karya tulis Colella 1988, Braga dkk 1990, Ethridge Wescott 1984, Rossi Rogdeli 1988, Collinson 1986, Pulham 1989, serta Elliott 1986b, 1989. Dalam penelitian sekuen stratigrafi resolusi tinggi, ada empat gejala yang membedakan stratigrafi sistem delta dari stratigrafi sistem dataran pantai hingga pesisir-paparan. Keempat gejala itu adalah adanya pergeseran cuping delta, adanya danau yang berasosiasi dengan sistem delta, adanya alur penebar berukuran cukup besar, dan sesar tumbuh. Pergeseran cuping delta merupakan proses autosiklis yang menyebabkan terendapkannya parasekuen-parasekuen lokal gambar 8-15. Proses pergeseran cuping delta diawali dengan avulsi sungai, yang menyebabkan ditinggalkannya cupihng delta yang semula aktif. Cuping delta yang telah tidak aktif itu kemudian melesak dan ditutupi oleh air sedemikian rupa sehingga di atas cuping delta itu akan terbentuk local flooding surface. Ketika sungai kembali bergeser, cuping baru akan terbentuk melal ui progradasi garis pesisir delta. Fase pergeseran kedua akan menyebabkan terbentuknya local flooding surface kedua serta mengakhiri pengendapan parasekuen lokal yang penyebarannya terbatas sesuai dengan penyebaran cuping delta. Proses 83 pergeseran cuping delta dapat berlangsung pada skala yang beragam, mulai dari pergeseran besar sejalan dengan bergesernya alur sungai utama, hingga pergeseran relatif kecil yang terjadi sejalan dengan bergesernya alur penebar berukuran kecil. Sebagai akibatnya, dalam sistem delta, kita akan dapat menemukan suatu hirarki parasekuen yang kompleks. Rekaman stratigrafi dari danau yang berkembang pada dataran delta umumnya miirp dengan rekaman stratigrafi yang diperlihatkan oleh teluk yang terletak diantara alur penebar gambar 8-15. Fasa-fasa perluasan danau menyebabkan terbentuknya lacustrine flooding surface, sedangkan alur penebar dan crevasse channel memasok berbagai variasi prograding lacustrine shorelines sedemikian rupa sehingga menyebabkan munculnya jejak parasekuen. Walau demikian, danau tidak memiliki kaitan langsung dengan laut dan hubungan antara lacustrine flooding surface dengan marine flooding surface mungkin tidak jelas. Alur penebar berukuran relatif besar merupakan unsur kunci baik pada dataran delta maupun delta front. Pada delta front, alur penebar berukuran relatif besar umumnya memotong endapan shorface yang bersih dan mengkasar ke atas. Dengan data yang terbatas, sulit bagi kita untuk membedakan alur penebar dari endapan pengisi lembah torehan lihat bagian 8.3.1 dan gambar 8-15. pensesaran tumbuh growth fauling sering ditemukan dalam paket endapan delta yang tebal. Subsidensi yang terjadi pada hanging wall dari sesar itu 1 memperkuat efek penaikan muka air laut relatif sedemikian rupa sehingga flooding surface memiliki potensi yang lebih tinggi untuk dapat terawetkan dalam hanging wall; 2 memperlemah efek penurunan muka air laut relatif sedemikian rupa sehingga batas sekuen pada footwall dapat berlanjut pada bidang keselarasan yang ada pada hanging wall gambar 8-15. 8.5.3 Stratigrafi Sistem Estuarium Paket endapan estuarium adalah material pengisi lembah yang berkembang selama terjadinya penaikan muka air laut relatif. Variasi bentuk lembah, pasokan sedimen, proses-proses sedimentasi, dan ruang akomodasi menyebabkan munculnya gejala stratigrafi yang beragam. Walau demikian, banyak paket endapan estuarium merekam transgresi yang tetap. Ketika laju penaikan muka air laut pada awalnya relatif rendah, bagian bawah dari endapan pengisi lembah disusun oleh endapan fluvial yang berkembang pada saat posisi muka air laut relatif rendah Dalrymple dkk, 1992; Allen Posamentier, 1993. Ketika laju penaikan muka air laut bertambah tinggi, penorehan fluvial dan sedimen bypassing yang terjadi pada saat posisi muka air laut rendah dapat diikuti oleh sedimentasi pada lingkungan estuarium Wood, 1994. Ketika sistem estuarium mengalami backstep, akan terbentuk paket endapan yang menghalus ke atas dalam bagian sistem estuarium yang bernergi campuran dan didominasi oleh proses-proses sungai gambar 8-3; Pattison, 1992. Endapan itu dapat terpancung oleh bidang erosi transgresi transgressive erosion surface yang terbentuk akibat erosi shoreface gambar 8-3a atau oleh pengerukan oleh arus pasut gambar 8-3b. Jika laju penaikan muka air laut menurun atau jika pasokan sedimen bertambah, maka sabuk fasies estuarium dapat beragradasi atau berprogradasi. Apabila sabuk fasies estuarium berprogradasi, maka kita akan dapat mengenal adanya flooding surface diantara backstepping facies belt dengan forestepping facies belt. Walau demikian, kita umumnya tidak pernah mengenal adanya parasekuen dalam paket endapan estuarium. Jejak stratigrafi estuarium yang berfrekuensi tinggi didominasi oleh penurunan muka air laut yang berlangsung berulang-ulang dan terjadi dalam suatu pola transgresi berskala besar a.l. Eschard dkk, 1991; Wood, 1994. 8.6 PROSEDUR KORELASI Makin lama para ahli makin menyadari bahwa sekuen stratigrafi resolusi tinggi mampu memberikan suatu sarana yang sangat baik untuk mengkorelasikan paket endapan paralik. Walau demikian, tingkat kesulitan untuk mengkorelasikan endapan paralik sangat beragam karena hal itu sangat tergantung pada lingkungan pengendapan dan mekanisme yang menyebabkan terjadinya perubhan muka air laut relatif. 8.6.1 Lingkungan Pengendapan Berbagai sub-lingkungan paralik menghasilkan tubuh pasir dengan skala dan geometri yang beragam tabel 8-2. Dimensi tersebut dapat digunakan untuk memeriksa korelasi mendetil yang diperelukan untuk penentuan zona-zona reservoar pada lapangan migas. Pengaruh dari data itu diperkuat dengan pertimbangan mengenai skala relatif berbagai tubuh pasir yang berbeda serta tipikal lapangan migas yang berupa endapan paralik gambar 8-16. Sebagian besar lapangan migas endapan paralik berukuran kecil. Sebagai contoh, sebagian besar lapangan migas endapan paralik yang ada di Indonesia memiliki wilayah produktif kurang dari 10 km2 Eller, komunikasi pribadi, 1993, sedangkan lapangan migas raksasa, misalnlya Lapangan Ninian di Laut Utara dengan luas sekitar 89 km2 dan produksi 1045 x 106 barrel; Abbots, 1991 umumnya memiliki luas kurang dari 100 km2. Apabila kita bandingkan antara ukuran-ukuran tersebut dengan dimensi batupasir endapan paralik, maka jelas terlihat bahwa individu tubuh pasir pesisir-paparan yang didominasi oleh badai, dan lembah torehan muncul pada skala yang sama, kecuali pada lapangan-lapangan migas raksasa. Luas gosong muara sungai dan tidal ridge lebih kurang sama dengan luas lapangan migas kecil atau suatu segmen dari suatu lapangan migas besar. Di lain pihak, individu alur sungai, alur penebar, dan crevasse splay memiliki luas yang kecil. Selain skala dan geometri tubuh pasir, orientasi dan pola tumpukan individu batupasir dapat memberikan pengaruh yang kritis terhadap kemudahan untuk mengkorelasikan endapan paralik. Demikian pula dengan kesinambungan tubuh pasir. Sebagai contoh, sebuah lembah torehan yang lebarnya 10 km dapat menutupi tutupan closure di Lapangan Statfjord jika terletak sejajar dengan sumbu lapangan, namun hanya akan menutupi sebagian kecil dari lapangan tersebut apabila terletak 84 tegak lurus terhadap sumbu lapangan tersebut gambar 8-16. Demikian pula, meskipun alur-alur penebar relatif sempit, namun alur-alur penebar itu dapat saling bertumpuk atau saling berhubungan secara lateral sedemikian rupa sehingga menghasilkan zona-zona reservoar diskrit yang lebar.

8.6.2 Korelasi Parasekuen