Ketebalan Parasekuen Batas Sekuen

23

2.5.3 Parasekuen Set

Van Wagoner dkk 1990 mendefinisikan parasekuen set parasequence set sebagai paket selaras yang disusun oleh sejumlah parasekuen, di dalam lintap mana parasekuen-parasekuen itu memiliki kaitan genetik, serta dibatasi oleh maximum flooding surface dan keselarasan yang korelatif dengannya gambar 2-25. Apabila parasekuen mencerminkan individu topset dalam suatu systems tract, sebagaimana yang tampak dalam rekaman seismik, parasekuen set biasanya mencerminkan keseluruhan komponen topset tersebut. Berdasarkan pola tumpukan vertikalnya, dapat dikenal adanya tiga jenis parasekuen set: parasekuen set progradasional progradational parasequence set, parasekuen set aggradasional aggradational parasequence set, dan parasekuen set retrogradasional retrogradational parasequence set gambar 2-25 dan 2-26. Dalam parasekuen set progradasional, fasies yang terletak di atas suatu batas parasekuen mengindikasikan lingkungan yang lebih dangkal dibanding fasies yang terletak di bawah batas parasekuen itu. Dalam parasekuen set retrogradasional, fasies yang terletak di atas suatu batas parasekuen mengindikasikan lingkungan yang lebih dalam dibanding fasies yang terletak di bawah batas parasekuen tersebut. Dalam parasekuen set aggradasional, fasies yang terletak di atas suatu batas parasekuen mengindikasikan lingkungan yang lebih kurang sama dengan lingkungan yang diindikasikan oleh fasies yang terletak di bawah batas parasekuen tersebut. Topset dari lowstand dan highstand prograding wedges umumnya berupa parasekuen set progradasional, sedangkan transgressive systems tract berupa parasekuen set retrogradasional. Walau demikian, parasekuen set dan systems tract tidak selalu sinonim seperti itu. Posamentier James 1993 memperlihatkan bahwa systems tracts yang terbentuk di daerah dengan laju subsidensi dan laju pemasokan sedimen yang tinggi dapat disusun oleh sejumlah parasekuen set. Jadi, parasekuen set adalah satuan pengendapan yang lebih tinggi tingkatannya daripada parasekuen, namun lebih rendah daripada sekuen. Marine flooding surface utama yang membatasi parasekuen set dapat digunakan sebagai lapisan penciri dalam korelasi regional.

2.5.4 Ketebalan Parasekuen

Ketebalan suatu parasekuen terutama dikontrol oleh kedalaman tempat ke arah mana garis pantai berprogradasi. Kedalaman itu mencerminkan penaikan muka air laut. Dengan demikian, ketebalan parasekuen merupakan produk dari interaksi antara laju penaikan muka air laut relatif dengan periodisitas parasekuen. Jika perioda parasekuennya relatif tetap, maka penaikan muka air laut yang lambat akan menyebabkan terbentuknya parasekuen yang tipis, sedangkan penaikan muka air laut yang cepat akan menyebabkan terbentuknya parasekuen yang tebal. Laju perubahan muka air laut itu sendiri dapat diketahui dari pola perubahan ketebalan parasekuen. Gagasan seperti ini telah dikemukakan oleh Posamentier dkk 1988 yang menyatakan bahwa lowstand prograding wedge dicirikan oleh parasekuen yang mengkasar ke atas hal mana mencerminkan peningkatan laju penaikan muka air laut relatif, sedangkan highstand prograding wedge dicirikan oleh parasekuen yang menipis ke atas hal mana mencerminkan penurunan laju penaikan muka air laut relatif. Analisis pola perubahan ketebalan parasekuen seperti itu hanya dapat diterapkan pada cakupan yang terbatas. Sebagai contoh, parasekuen set retrogradasional sering memperlihatkan gejala penipisan ke atas akibat penipisan setiap individu pararasekuen ke arah cekungan. Hal ini tidak berkaitan dengan penurunan laju penaikan muka air laut. Analisis perubahan ketebalan parasekuen atau parasekuen set itu juga mengasumsikan bahwa setiap parasekuen memiliki frekuensi yang tetap, padahal asumsi itu seringkali tidak sahih untuk banyak kasus.

2.5.5 Batas Sekuen

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, batas sekuen dapat dikenal dalam rekaman seismik berdasarkan penurunan coastal onlap, hal mana mengimplikasikan penurunan muka air laut relatif serta penyingkapan dan pengerosian highstand 24 topsets. Dalam core, well log, atau singkapan, perpindahan coastal onlap seperti itu jarang terlihat. Karena itu, dalam rekaman lubang pengeboran atau singkapan, gejala perpindahan seperti itu perlu dicari gambar 2-27. Facies dislocation adalah suatu bidang di atas mana terdapat fasies laut dangkal, sedangkan di bawah bidang itu terdapat fasies lingkungan yang jauh lebih dalam. Dengan demikian, gejala perubahan fasies yang berangsur seperti yang diimplikasikan oleh Hukum Walther telah terdislokasi. Gejala dislokasi ini mungkin jelas terlihat, misalnya ketika suatu lapisan batubara terletak di atas batulumpur paparan luar. Walau demikian, gejala inipun mungkin tidak tampak jelas, misalnya ketika lower shoreface facies ditindih langsung oleh upper shoreface facies, tanpa adanya endapan transisi yang berupa middle shoreface facies. Dalam tatanan laut dangkal, gejala dislokasi fasies sering berasosiasi dengan terjadinya perubahan besar butir yang tiba- tiba. Dislokasi fasies mengindikasikan terjadinya penurunan muka air laut relatif dan pembentukan ketakselarasan daratan. Walau demikian, jejak-jejak dari kedua peristiwa itu akan lebih jelas terlihat di daerah yang terletak lebih dekat dengan daratan. Di lain pihak, gejala dislokasi fasies sendiri lebih jelas terlihat pada highstand topsets yang terletak lebih dekat dengan pusat cekungan serta pada highstand clinoform. Keseluruhan gejala tersebut di atas mencirikan bidang ketakselarasan atau keselarasan yang korelatif dengannya dan, oleh karena itu, juga menjadi ciri-ciri batas sekuen. Lembah torehan incised valley telah dijelaskan oleh Van Wagoner dkk 1990 sebagai sistem fluvial yang alurnya memasuki wilayah yang semula berupa paparan dan bekerja di tempat itu sebagai bentuk tanggapan sistem tersebut terhadap penurunan muka air laut relatif. Di daerah paparan, endapan lowstand pengisi lembah torehan bagian bawahnya dibatasi oleh batas sekuen, sedangkan di bagian atasnya dibatasi oleh bidang transgresi. Gejala dislokasi fasies mungkin terjadi di bagian dasar lembah torehan. Untuk membuktikan keberadaaan lembah torehan, kita perlu melakukan pengamatan yang seksama terhadap singkapan berukuran besar atau terhadap data-data sumur yang rapat. Lembah torehan dibedakan dari alur sungai biasa dari ukurannya yang lebih dalam dan lebih besar dibanding individu alur biasa, bahkan dari satu individu sabuk alur sungai. Level lembah torehan lebih rendah dibanding level alur di muara sungai. Lembah itu sering diisi oleh fasies aluvial yang merupakan bagian proksimal dari bagian akhir lowstand prograding wedge. Walau demikian, lembah itu mungkin pula diisi oleh fasies estuarium atau fasies bahari yang diendapkan sebagai bagian dari highstand systems tract. Pada daerah yang terletak diantara lembah torehan dan daerah proksimal, batas sekuen kemungkinan sangat sukar dikenal. Bukti-bukti penyingkapan permukaan seperti paleosol, gejala oksidasi, dan gejala-gejala pelapukan hanya terjadi pada bagian terluar dari batuan sehingga kemungkinan akan tersapu pada waktu terjadi erosi yang berasosiasi dengan transgresi. Bidang yang menandai terjadinya erosi seperti itu disebut bidang erosi-transgresi ET surface Walker dan Eyles, 1991. Satu-satunya bukti yang mungkin dapat digunakan adalah transgressive lag yang sering memiliki besar butir jauh lebih besar dibanding endapan yang terletak dibawahnya atau mengandung partikel-partikel lain yang bukan berasal dari endapan dibawahnya. Pada kasus tertentu yang jarang ditemui, batas sekuen dapat dikenal dari gejala pemancungan parasekuen di bagian bawah lihat contoh yang diberikan oleh Van Wagoner dkk, 1990. Walau demikian, kriteria ini hendaknya diterapkan dengan ekstra hati-hati, mengingat batas-batas parasekuen sendiri bersifat erosional.

2.5.6 Maximum Flooding Surface