ARSITEKTUR ENDAPAN FLUVIAL BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 APA SEKUEN STRATIGRAFI

68 sedimen gambar 7-2. Keseluruhan bentuk lereng akan berubah dari waktu ke waktu sedemikian rupa sehingga makin mendekati bentuk cekung ke atas, mendatar di sekitar muara sungai, dan miring secara curam di bagian hulu. Sungai selalu berproses untuk memiliki graded profile yang stabil. Gangguan pada sistem kesetimbangan —misalnya akibat perubahan muka air laut, iklim, dan tektonik —mendorong sungai untuk membentuk kondisi kesetimbangan baru dengan cara mengubah sebagian karakter eksternal dan internalnya Schumm Ethridge, 1991; Germanoski Schumm, 1993; Schumm, 1993 seperti lebar alur, kaliber sedimen, kecepatan aliran, boundary roughness, kedalaman, luah sedimen, kelerengan, dan planform lihat tabel 7-2. Mekanisme autosiklis dapat menyebabkan berubahnya karakter sungai, meskipun hal itu biasanya hanya berlangsung pada rentang waktu yang relatif pendek. Perubahan yang lebih mendasar dapat terjadi akibat pengaruh faktor-faktor allosiklis. Perubahan-perubahan seperti itulah yang pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam arsitektur fluvial. Hasil-hasil penelitian terhadap sungai masa kini menunjukkan bahwa proses peneraan menuju bentuk kesetimbangan baru memakan waktu yang cukup lama. Bahkan banyak sungai masa kini sebenarnya masih terus melakukan peneraan terhadap peristiwa pelelehan gletser dari jaman es terakhir Wilcox, 1967; Church Slaymaker, 1989. Pengenalan terhadap adanya perubahan sistematis berskala besar seperti itu, serta batas-batas sekuen yang terbentuk sebagai akibatnya, dapat meningkatkan pemahaman kita mengenai stratigrafi endapan fluvial.

7.4 ARSITEKTUR ENDAPAN FLUVIAL

Arsitektur endapan fluvial fluvial architecture dapat didefinisikan sebagai geometri dan hubungan tiga dimensi dari endapan alur, tangkis, bobolan, dan dataran banjir serta berbagai sublingkungan lain dari sistem pengendapan fluvial Miall, 1983, 1985. Istilah tersebut dapat diterapkan pada berbagai skala, mulai dari skala endapan satu individu sungai hingga skala cekungan terestrial. Arsitektur fluvial dianggap sebagai hasil interaksi faktor-faktor autosiklis dengan faktor-faktor allosiklis yang mem- pengaruhi sistem sungai. Hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa semua endapan fluvial dapat dibagi ke dalam sejumlah unsur arsitektur architectural element kunci berdasarkan bentuk, kumpulan fasies, dan geometri internalnya Miall, 1985, 1988. Setiap unsur itu merupakan pilar utama dari semua sistem fluvial, walaupun geometri keseluruhan dan pola tumpukan endapannya dapat berbeda dari satu individu sungai ke individu sungai yang lain. Adanya perbedaan proporsi unsur-unsur arsitektur tertentu dapat digunakan untuk menafsirkan endapan berbagai jenis sungai dalam rekaman batuan. 7.4.1 Faktor-Faktor Pengontrol Arsitektur Endapan Fluvial Pada sistem fluvial masa kini, morfologi alur berubah dari hulu ke hilir sesuai dengan perubahan kelerengan, beban sedimen, jenis material penyusun tepi sungai, iklim, dan rezim tektonik. Satu atau lebih faktor tersebut dapat berubah secara tiba-tiba maupun secara berangsur dari waktu ke waktu. Perubahan itu akan menyebabkan terjadinya perubahan morfologi pada sebagian atau seluruh sistem fluvial, baik yang sifatnya samar maupun jelas tabel 7-2 Burnett Schumm, 1983; Schumm, 1993. Karena itu, pola alur sungai purba yang tampak pada rekaman stratigrafi kemungkinan besar tidak akan pernah tetap. Untuk mengkaji bagaimana perubahan morfologi dapat terjadi akibat perubahan kelerengan, beban sedimen, jenis material penyusun tepi sungai, iklim, dan tektonik, pertama-tama kita perlu membagi sistem fluvial ke dalam tiga wilayah geografis gambar 7-3 yaitu: 1. Wilayah hulu upstream area. 2. Wilayah tengah mid-stream area. 3. Wilayah hilir downstream area. 7.4.1.1 Faktor-Faktor Pengontrol di Hulu Sungai Graded profile di daerah hulu dipengaruhi oleh tektonik, iklim, dan bedrock geology daerah itu. Tektonik memegang peranan penting dalam menentukan jenis alur, khuluk sedimen yang membebani sungai, dan kaliber sedimen yang diendapkan Cant, 1978b; Miall, 1981. Sebagai contoh, daerah sumber yang sedang terangkat cepat dapat menghasilkan sejumlah besar sedimen berbutir kasar dan membentuk lereng curam. Kondisi seperti itu mendorong terbentuknya sistem sungai menganyam bergradien tinggi atau sistem alur sinusitas rendah di bagian hulu suatu sistem penyaliran. Sebaliknya, tidak adanya relief mendorong terbentuknya sistem sungai meander atau sungai anastomotis bergradien rendah yang mengangkut sedimen berbutir halus. Pengaruh tektonik terhadap arsitektur sistem fluvial di bagian hulu sungai tergambarkan dengan jelas dalam hasil-hasil penelitian terhadap berbagai sistem sungai masa kini Coleman, 1969; Alexander dan Leeder, 1987, terhadap singkapan Heward, 1978; Gloppen Steel, 1981; Lawrence Williams, 1987; Nichols, 1987; Jolley dkk, 1990; Turner, 1992; Garcia-Gill, 1993, dan melalui percobaan tabung aliran Burnett Schumm, 1983; Ouchi, 1985; gambar 7-4. Aktivitas tektonik di bagian hulu mendorong terjadinya peremajaan sungai, penorehan dengan mundurnya nick point, river capture, serta erosi dan kanibalisasi sedimen klastika yang ada di tepi cekungan. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat menyebabkan terjadinya perubahan luah dan karakter beban sistem fluvial dan, pada gilirannya, menyebabkan berubahnya graded profile. Bila proses-proses perubahan itu berlangsung pada suatu rentang waktu yang cukup lama, maka jejak-jejak perubahan pola, jenis, dan arsitektur alur akan terlihat dalam rekaman stratigrafi Blakey dan Gubitosa, 1984; Butler, 1984; Turner, 1992. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bagian hulu sistem fluvial dipengaruhi oleh iklim dan bedrock geology Schumm, 1977; Wescott, 1993. Pada jangka panjang, iklim mempengaruhi jenis vegetasi, curah hujan, air larian, dan luah sungai Knighton, 1984. Variasi dalam bedrock geology mengontrol jenis dan volume material yang dapat menjadi beban sedimen. 69 7.4.1.2 Faktor-Faktor Pengontrol di Bagian Tengah Tektonik intrabasin menjadi faktor dominan yang mempengaruhi bagian tengah sistem sungai dengan cara mempengaruhi lokasi dan pola aliran di dataran aluvial Miall, 1981; Alexander Leeder, 1987; Kraus Middleton, 1987. Ungkitan tektonik tectonic tilting yang berasosiasi dengan subsidensi ekstensional atau subsidensi asimetris yang berasosiasi dengan anjakan akan meningkatkan kelerengan dataran banjir yang semula relatif mendatar Alexander Leeder, 1987; Wells Dorr, 1987. Perubahan itu sudah barang tentu mempengaruhi graded profile dan, pada gilirannya, menyebabkan terjadinya defleksi sungai dan pergeseran lintasan alur sungai sehingga mendekati wilayah yang mengalami subsidensi maksimum. Ungkitan tektonik dapat pula menambah ruang akomodasi dan fokus sabuk alur sedemikian rupa sehingga akhirnya dapat menyebabkan meningkatnya laju proses migrasi lateral, densitas endapan alur, dan jalinan antar tubuh pasir yang merupakan endapan alur Allen, 1978, 1979; Bridge dan Leeder, 1979. Tektonik intrabasin juga dapat menyebabkan naiknya wilayah antar alur, bertambahnya laju pembentukan tanah, dan terjebaknya air banjir dalam lekukan-lekukan yang ada di dataran banjir sehingga akhirnya membentuk danau dataran banjir flood-plain lake Steel, 1974; Bown Kraus, 1981; Alexander Leeder, 1987; Kraus Middleton, 1987. 7.4.1.3 Faktor-Faktor Pengontrol di Bagian Hilir Bagian hilir sungai terutama dikontrol oleh muka air laut relatif dan muka air danau. Di bagian inilah konsep-konsep sekuen stratigrafi tampaknya mendapat tempat untuk dapat diterapkan secara luas pada rekaman fluvial Shanley McCabe, 1994. Untuk sistem fluvial yang dekat dengan laut atau danau, perubahan base level pada kedua sistem yang disebut terakhir itu akan memaksa sungai untuk mengubah dan menyesuaikan seluruh gradiennya, mulai dari hulu hingga hilir. Bentuk tanggapan yang diberikan oleh sungai terhadap perubahan base level itu mungkin dengan cara aggradasi, degradasi, atau dengan mengubah karakter internalnya. Di lain pihak, untuk sistem sungai yang bagian tengah danatau hulunya terletak relatif jauh dari laut atau danau, pengaruh perubahan base level laut atau danau terhadap bagian tengah dan hulu sungai agak terbatas. Sebagai contoh, perubahan muka air laut pada kala Wisconsin 80.000 –1000 tahun lalu hanya memberikan pengaruh terhadap Sungai Mississippi hingga daerah yang letaknya sekitar 220 km dari muara Sungai Mississippi masa kini lihat pembahasan oleh Shanley McCabe, 1994. Perubahan arsitektur dan jenis alur di bagian hilir juga dapat mencerminkan pengaruh wilayah tengah dan hulu terhadap graded profile. Sebagai contoh, aggradasi di hilir bisa terjadi akibat peningkatan beban sedimen dan nisbah luah yang ber- asosiasi dengan terjadinya perubahan iklim di hulu sungai. Sebaliknya, degradasi di hilir dapat terjadi akibat adanya peristiwa penjebabkan beban sedimen di bagian hulu. Sejauh mana sistem fluvial akan memberikan tanggapan terhadap penurunan muka air laut, hal itu ditentukan oleh sejumlah faktor seperti gradien kelerengan sungai dan graded shelf, kekuatan sungai, jenis substrat, serta laju dan besaran perubahan base level. Perbedaan gradien sungai dengan gradien paparan menjadi salah satu faktor penting yang akan menentukan tanggapan sistem fluvial terhadap penurunan base level Schumm Brakenridge, 1987; Miall, 1991; Schumm Ethridge, 1991; Posamentier Weimer, 1993; Schumm, 1993; Westcott, 1993. Jika gradiennya ekivalen dengan gradien paparan, sistem fluvial tidak atau hanya perlu sedikit melakukan peneraan untuk mempertahankan kondisi kesetimbangan. Pada kasus itu, graded profile hanya bertambah panjang hingga memasuki wilayah yang semula berupa paparan gambar 7-5b. Jika gradien paparan lebih rendah dibanding gradien sungai, maka penurunan base level menyebabkan terjadinya pengurangan kekuatan dan kapasitas angkut sungai yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya pengendapan danatau evolusi tipe alur dan karakter endapan pengisi alur, misalnya perubahan dari sistem sungai menganyam yang terutama mengangkut beban dasar menjadi sistem sungai meander yang mengangkut beban campuran atau yang terutama mengangkut beban suspensi gambar 7-5c. Biasanya gradien sungai yang terletak dekat dengan muara lebih rendah dibanding gradien paparan. Karena itu, penurunan muka air laut relatif akan menyebabkan gradien sungai meningkat dan, pada gilirannya, menyebabkan kekuatan dan luah sungai bertambah sedemikian rupa sehingga potensi untuk erosi dan penorehan bertambah pula gambar 7-5a. Di bawah kondisi seperti itu, sistem sungai pertama-tama akan mencoba mencapai bentuk kesetimbangan baru dengan cara mengubah karakter bebannya, sinsitasnya, dan jenis-jenis bedform yang ada dalam alur-alurnya. Namun, apabila perubahan gradien cukup drastis sehingga tidak terkompensasi oleh pertambahan lebar sungai atau oleh perubahan pola alurnya, maka sungai akan cenderung menoreh incise untuk mencapai kesetimbangan. Menurut Schumm 1981, perubahan evolutif sungai dalam mengkompensasi- kan penurunan base level adalah sebagai berikut: pertama-tama hanya berupa alur sempit dan lurus, kemudian bertambah dalam, dan akhirnya melebar. Secara teoritis, penorehan merambat ke arah hulu, kemudian keseluruhan profil sungai ber- tambah rendah, hingga akhirnya mencapai satu bentuk kesetimbangan dengan base level baru Begin dkk, 1981; Posamentier Vail, 1988. Kebanyakan ahli berkeyakinan bahwa gradien sungai setelah terjadi penurunan base level lebih kurang dua kali lipat gradiennya sebelum terjadi penurunan base level Salter, 1993. Perubahan sebesar itu sudah barang tentu menyebabkan peningkatan kekuatan sungai yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya penorehan yang menerus, kecuali apabila peningkatan energi itu dapat terdisipasi oleh proses erosi tepi alur, perluasan sungai, peningkatan kekasaran dasar sungai, atau perubahan karakter beban misalnya dengan penambahan besar butir. Proses-proses inilah yang mungkin menjadi alasan mengapa lebar lembah torehan incised valley seringkali lebih lebar daripada alur sungai normal. Lebih jauh diyakini pula bahwa sabuk alur yang lebih lebar dengan beban dasar yang lebih kasar menjadi produk logis dari penurunan base level. Karakter seperti itu ditemukan dalam sejumlah contoh lembah torehan Kuarter dan jejak lembah torehan tua Marzo dkk, 1988; 70 Eschard, 1989; Van Wagoner dkk, 1990. Makin besar kelerengan yang muncul akibat penurunan base level; makin besar pula derajat penorehan yang terjadi. Penorehan merupakan salah satu ciri penting dari batas sekuen tipe-1 Posamentier Vail, 1988; Van Wagoner dkk, 1990; Wood, 1991; Wood dkk, 1991; Westcott, 1993. Dalam prakteknya, sungai sering tidak berada dalam kondisi kesetimbangan sepenuhnya dengan base level yang menurun, atau penorehan baru merambat hingga satu jarak tertentu ke arah hulu ketika penaikan base level yang terjadi kemudian mendorong terjadinya aggradasi. Pada waktu terjadi penurunan base level yang tidak terlalu berarti, sungai kemungkinan besar tidak menoreh endapan paparan, melainkan hanya mengubah pola alur, luah, dan karakter bebannya Suter Berryhill, 1985; Blum, 1990; Autin dkk, 1991; Schumm Ethridge, 1991; Westcott, 1993; Koss dkk, 1994. Kadang-kadang penurunan base level tidak dicirikan oleh erosi dan penorehan, namun oleh perubahan arsitektur endapan fluvial yang sifatnya lebih samar Shanley McCabe, 1993; Westcott, 1993. Pengaruh penaikan base level penaikan muka air laut relatif terhadap sistem fluvial juga kompleks. Penaikan base level dapat mendorong terbentuknya gradien yang rendah di bagian hilir sungai, mengurangi kekuatan sungai dan luah serta menurunkan kapasitas sungai sebagai pengangkut sedimen. Kondisi itu mendorong sungai untuk mengendapkan sedimen yang menjadi bebannya. Banyak ahli berpendapat bahwa laju penaikan base level terutama sangat penting artinya dalam menentu- kan cara sistem sungai dalam menanggapi perubahan base level itu Posamentier Vail, 1988; Posamentier dkk, 1988; Shanley McCabe, 1993. Penaikan base level yang cepat dapat dianggap analog dengan proses pembendungan bagian hilir sungai gambar 7-6a. Pada kasus ini, laju penaikan akan lebih besar daripada laju pengendapan dan bagian bawah sistem fluvial akan dibanjiri air laut. Aggradasi dataran banjir selama transgresi hanya berlangsung secara terbatas. Lebih ke hulu dari daerah dataran banjir, efek penaikan base level agak terbatas. Aggradasi fluvial yang berarti akan terjadi terutama ketika garis pantai bergeser ke arah cekungan melalui proses perluasan endapan delta, ketika laju pasokan sedimen lebih tinggi daripada laju penaikan base level gambar 7-6b; Posamentier Vail, 1988; Shanley, 1991. Pada waktu itu sistem sungai akan mengendapkan sedimen dalam rangka meningkatkan kelerengan dan mempertahankan kondisi kesetimbangan dengan luah dan beban sedimen yang ada di bagian hulu. Akibatnya, mungkin terjadi penyempitan sabuk alur sungai, perubahan tipe alur, dan peningkatan konektivitas antar tubuh pasir. Dengan demikian, aggradasi dataran banjir selama penaikan base level yang cepat merupakan fungsi dari laju penaikan base level dan pasokan sedimen. Proses-proses pantai dan tepi laut yakni gelombang, pasut, dan badai juga dapat mempengaruhi graded stream profile selama berlangsungnya transgresi. Erosi pantai dan pembentukan tebing selama mundurnya garis pantai di Canterbury Plain Selandia Baru menyebabkan meningkatnya gradien sungai sedemikian rupa sehingga akhirnya terjadi penorehan Leckie, 1994. Contoh ini dengan jelas melukiskan bagaimana sukarnya menafsirkan hubungan sebab akibat dari endapan fluvial purba. Perubahan arsitektur fluvial yang berkaitan dengan faktor-faktor pengontrol wilayah hilir disarikan pada tabel 7-3 dan akan dibahas di bawah ini dalam konteks pembahasan bidang-bidang strata kunci dan systems tracts yang terbentuk pada satu daur perubahan muka air laut. 7.4.2 Batas Sekuen dan Lowstand Systems Tract Batas sekuen merupakan sebuah bidang dimana sedimen di-bypass selama terjadinya penurunan muka air laut. Batas itu berimpit dengan bidang penyingkapan dan erosi daratan serta bidang pergeseran fasies dan coastal onlap ke arah cekungan Posamentier Vail, 1988; Posamentier dkk, 1988; Van Wagoner dkk, 1990. Pada paket endapan aluvial, pengenalan batas sekuen menjadi suatu tugas yang tidak mudah dilakukan karena kita sering sukar membedakan antara gejala pergeseran fasies ke arah cekungan yang mencirikan batas sekuen dengan gejala perpindahan fasies yang biasa terjadi dalam tatanan fluvial serta antara jejak penorehan besar yang mencirikan batas cekungan dengan kerukan alur channel scour yang biasa ter- bentuk dalam tatanan fluvial Posamentier, 1993; Posamentier Weimer, 1993; Westcott, 1993. Pada bagian sistem fluvial yang terletak di bagian hilir, penindihan sedimen fluvial berbutir kasar secara tiba-tiba di atas strata bahari atau strata tepi laut mungkin mencirikan kehadiran batas sekuen. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, jika gradien paparan lebih tinggi daripada gradien sungai, maka penorehan yang berarti dapat terjadi dan, pada gilirannya, mendorong terbentuknya lembah torehan. Material pengisi lembah torehan merupakan produk nisbah antara laju penaikan base level terhadap laju pasokan sedimen sewaktu terjadi penaikan muka air laut. Apabila laju pemasokan sedimen rendah, kemungkinan besar akan terjadinya penutupan sistem fluvial oleh massa air laut dalam waktu relatif cepat sedemikian rupa sehingga akhirnya akan terbentuk sistem estuarium. Jika laju pemasokan sedimen tinggi, maka akan terbentuk endapan fluvial, delta, dan dataran pasut yang tebal Eschard, 1989; Van Wagoner dkk, 1990; Allen, 1991; Dalrymple dkk, 1992; Shanley McCabe, 1993; Shanley dkk, 1993; Richards, 1994. Alahan lembah torehan dapat seluruhnya terisi oleh lumpur bahari Wheeler dkk, 1990. Ada beberapa hal yang hendaknya dipahami dengan baik agar kita tidak salah dalam menafsirkan bahwa semua jejak peremajaan sungai merupakan produk penurunan muka air laut relatf Posamentier, 1993. Penorehan lembah dapat terjadi sebagai bentuk tanggapan sungai terhadap: 1 peningkatan luah dan kekuatan sungai; 2 penurunan beban sungai; atau 3 pengangkatan tektonik di bagian tengah atau bagian hulu sungai. Ketiga kasus itu dapat menyebabkan terjadinya by-passing sedimen menuju laut dan terbentuknya ketidakselarasan lokal. Batas sekuen yang terbentuk pada daerah antar lembah torehan dicirikan oleh jejak-jejak penyingkapan daratan. Pada endapan purba, batas itu mungkin berupa bidang dimana horizon tanah yang tipis terletak berdampingan dengan serpih bahari atau batas antara serpih bahari dengan endapan dataran banjir atau endapan overbank yang menutupinya. Horizon tanah dan 71 batubara dapat berasosiasi dengan batas sekuen, namun seringkali demikian tipis karena terbentuk di bawah akomodasi yang sangat terbatas Van Wagoner dkk, 1990; lihat anak sub bab 7.4.1. Jika penorehan lembah tidak jelas, misalnya sebagai akibat kemiripan gradien sungai dengan gradien paparan atau akibat lebih rendahnya gradien paparan dibanding gradien sungai, maka posisi batas sekuen akan jauh lebih sukar untuk ditentukan. Pada kasus ini, pengenalan batas sekuen harus didasarkan pada gejala perubahan yang sistematis dalam pola tumpukan endapan alur dan variasi endapan alur pada arah vertikal serta pada derajat amalgamasi batupasir. Perubahan-perubahan tersebut mungkin disertai dengan perubahan besar butir, perubahan komposisi sedimen secara tiba-tiba, dan variasi skala struktur sedimen dalam material penyusun alur Marzo dkk, 1988; Eshard, 1989; Shanley, 1991. Lowstand systems tract dalam rekaman fluvial mungkin mencerminkan perioda aggradasi aluvial pada tahap awal penaikan muka air laut yang berlangsung lambat. Pada mulanya alur-alur hanya berkembang secara terbatas pada sumbu lembah torehan sehingga menyebabkan terjadinya proses perombakan yang berulang-ulang terhadap endapan alur dan dataran banjir gambar 7-7. Pada tahap ini, pengaruh perbedaan jenis alur terhadap arsitektur umum dari tubuh pasir endapan lembah torehan lebih rendah dibanding pengaruh yang diberikan oleh jenis beban sedimen. Jadi, pada waktu itu, endapan-endapan sistem sungai yang terutama mengangkut beban dasar, sistem sungai sinusitas rendah, dan sistem sungai sinusitas tinggi mungkin identik karena tidak ada akomodasi yang memungkinkan terjadinya perombakan dan by-passing material halus serta karena tidak terlalu jelasnya perbedaan antara endapan alur dengan endapan dataran banjir. Akibatnya, endapan bagian bawah lembah torehan mungkin didominasi oleh tubuh pasir yang memiliki pola dan dimensi lateral yang kompleks. Bertambahnya laju penaikan muka air laut menyebabkan bertambahnya akomodasi dan berkurangnya gradien sungai. Sistem sungai sinusitas rendah mungkin memberikan tanggapan dengan cara meningkatkan sinusitasnya agar dapat tetap berada dalam kondisi kesetimbangan, sedangkan sistem sungai sinusitas tinggi mungkin memberikan tanggapan dengan cara memperjelas unsur-unsur morfologinya menjadi alur dan dataran banjir, tanpa mengubah pola alurnya. Karakter fasies dan pola strata yang kompleks dari endapan lowstand dalam strata fluvial tergambarkan dengan baik dalam hasil penelitian terhadap Formasi Blackhawk dari Kelompok Mesaverde yang berumur Kapur di Book Cliffs, Utah Van Wagoner dkk, 1990 gambar 7-8. Formasi yang merepresentasikan rentang waktu 6 juta tahun itu dapat dibagi menjadi tiga anggota: Grassy Member, Castlegate Member, dan Anggota Desert Member. Ada empat batas sekuen yang ditemukan dalam formasi itu. Batas sekuen pertama terletak pada puncak Grassy Member; batas sekuen kedua dan ketiga berturut-turut merupakan batas bawah dan batas atas dari Desert Member; sedangkan batas sekuen keempat terletak di dalam Cestlegate Member lihat gambar 7-8. Desert lowstand systems tract terdiri dari endapan gosong tanjung yang mungkin dipengaruhi oleh pasut bidang akrasi lateral yang ditutupi clay-drape, batubara dengan ketebalan hingga 30 cm, serta sheet sand endapan fluvial. Di beberapa tempat, penorehan menyebabkan lapisan batubara dapat terletak langsung di atas Mancos Shale yang merupakan endapan paparan. Endapan alur menganyam terletak di atas batupasir lower shoreface, dimana batas pemisah antara keduanya merupa- kan bidang erosi. Cestlegate lowstand systems tract yang terletak di atas Desert lowstand systems tract memperlihatkan evolusi jenis alur sungai ke arah hilir. Hal itu mengindikasikan terjadinya penurunan gradien sungai ke arah cekungan setelah terjadi nya penurunan muka air laut relatif. Endapan paling proksimal dari Cestlegate lowstand systems tract diwakili oleh endapan sungai menganyam setebal 50 m. Endapan itu menipis ke arah hilir menuju endapan sungai sinusitas tinggi dan endapan sistem gosong tanjung sungai meander. Pola-pola kelokan alur sendiri dapat ditelusuri ke bagian atas systems tract tersebut hingga jarak sekitar 100 km, di tempat mana ditemukan beberapa endapan pengisi lembah yang terpisah-pisah dan berdampingan dengan endapan antar-alur yang lebar. 7.4.3 Transgressive Systems Tract dan Flooding Surface Dalam paket endapan pesisir dan paparan, transgressive systems tract terletak diantara bidang transgresi dan maximum flooding surface. Keberadaan transgressive systems tract dalam paket endapan fluvial tidak sejelas seperti dalam paket endapan bahari karena bidang transgresi dan maximum flooding surface tidak dapat dikenal kehadirannya dalam paket endapan fluvial. Keberadaan transgressive systems tract dalam paket endapan fluvial mungkin hanya dapat diketahui berdasarkan perubahan pola tumpukan alur sungai yang berasosiasi dengan peristiwa penaikan base level dan transgresi garis pantai yang berlangsung cepat gambar 7-9. Lowstand dan transgressive systems tract dalam endapan fluvial dapat dikenal keberadaannya melalui kehadiran marine flooding surface utama yang menutupi endapan antar alur sungai dan lembah torehan. Bila gejala seperti itu tidak ditemukan, maka kedua systems tracts itu tidak jelas adanya. Keadaan seperti ini dapat terjadi, misalnya saja bila marine onlap yang mencirikan batas sekuen terletak lebih ke arah cekungan dibanding lembah torehan utama. Jika gradien paparan dan gradien sungai lebih kurang sama, maka endapan lowstand yang sebenarnya tidak akan terbentuk. Untuk alasan itulah maka Shanley 1991 mengajukan istilah alluvial transgressive deposits untuk menamakan paket lengkap endapan pengisi lembah torehan. Pemakaian istilah ini dapat menghindarkan kita agar tidak salah dalam menerapkan peristilahan systems tract pada daerah yang hubungan strata regionalnya tidak jelas. Endapan fluvial dari transgressive systems tract mencerminkan kesetimbangan antara pasokan sedimen dengan laju penaikan muka air laut relatif. Jika pasokan sedimen relatif rendah, maka sedimen fluvial yang terendapkan pada waktu penaik- an muka air laut yang relatif cepat mungkin tipis saja. Jika laju penaikan muka air laut lebih rendah daripada laju pemasokan sedimen, maka transgressive systems tract endapan fluvial dapat berupa paket endapan yang dengan jelas memperlihatkan diri sebagai endapan sistem fluvial seperti endapan alur dan endapan dataran banjir. Makin ke atas, tubuh-tubuh pasir endapan alur tampak makin soliter dan makin mencerminkan pengaruh proses-proses pasut Allen, 1991; Shanley, 1991; Shanley McCabe, 1993. Penurunan gradien fluvial akan menyebabkan berubahnya sistem sungai menjadi sistem yang mengangkut beban yang 72 lebih variatif —yakni menjadi sungai meander atau anastomotis—serta bertambah banyaknya endapan bobolan yang terbentuk sebagai salah satu cara sungai untuk mempertahankan kondisi kesetimbangannya Ryseth, 1989; Kirshbaum McCabe, 1992; Tornqvist, 1993. Perioda maximum flooding mungkin dicirikan oleh adanya jejak pengaruh pasut, baik yang sifatnya jelas maupun samar, dalam sistem fluvial Shanley McCabe, 1991. Lapisan tanah purba dan endapan batubara yang tebal juga mungkin ditemukan. Endapan klastika dan fasies karbonat danau yang tebal dan mencerminkan terjadinya penaikan water table dan pergerakan air tanah ke daerah dataran banjir juga dapat terbentuk Ryer, 1981; Atkinson, 1986. 7.4.4 Highstand systems tract Highstand systems tract mencerminkan perioda penurunan laju penaikan muka air laut relatif. Dalam strata pesisir dan paparan, bagian bawah endapan highstand systems tract dibatasi oleh maximum flooding surface sedangkan bagian atasnya ditutupi oleh batas sekuen. Endapan fluvial yang terbentuk pada bagian bawah highstand systems tract mungkin sukar atau bahkan tidak dapat dibedakan dengan endapan fluvial yang merupakan bagian atas dari transgressive systems tract. Pada tahap akhir dari masa penaikan muka air laut, penurunan laju pembentukan akomodasi menyebabkan proses pengendapan lateral lebih banyak terjadi dibanding akrasi vertikal sehingga pada waktu itu kemungkinan akan terbentuk sistem alur dan sabuk meander yang saling berhubungan dan teramalgamasi, di dalam sistem mana endapan dataran banjir kurang berkembang baik Shanley McCabe, 1993; gambar 7-10. Di atas itu semua, rekaman pengendapan fluvial pada kondisi muka air tinggi akan sangat dipengaruhi oleh pasokan sedimen terhadap sistem tersebut, oleh karakter sistem fluvial selama penaikan muka air laut, dan oleh pengaruh proses erosi pada saat penurunan muka air laut yang terjadi kemudian. Hubungan umum antara siklus perubahan muka air laut dan pengaruhnya terhadap pola arsitektur endapan fluvial dan pesisir digambarkan secara skematis pada gambar 7-11 Shanley McCabe, 1994.

7.5 PEREKONSTRUKSIAN ARSITEKTUR ENDAPAN FLUVIAL