yang masuk ke perairan laut dapat berasal dari curah hujan atau aliran permukaan dan aliran sungai Officer 1976. Salinitas pada kedalaman 100 m pertama, dapat
dikatakan konstan. Walaupun terdapat sedikit perbedaan tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata Nybakken 1992. Hasil pengukuran sebaran
salinitas di stasiun pengamatan diperoleh kandungan salinitas air laut sekitar 30
o
-33
o
Tabel 5. Kandungan salintas semacam ini tergolong wajar dan sering ditemukan di daerah laut tropis.
Sebagian besar jenisss lamun dapat mentoleransi kisaran salinitas yang lebar. Dahuri 2003 mengemukakan bahwa lamun hidup pada kisaran salinitas di
antara 10 dan 40 , Thalassia ditemukan hidup pada salinitas antara 3,5 dan
60 walau dengan waktu toleransi yang singkat Zieman 1986, sedangkan jenis
Halodule mampu hidup pada salinitas di atas 72 Phillips Meñez 1988.
Walau demikian, vegetasi ini memiliki kondisi optimum untuk pertumbuhannya yaitu 35
Dahuri 2003 dan kelompok Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35
Zieman 1986. Apabila berada di luar batas toleransinya, pertumbuhan lamun akan menurun dan bila melebihi 45
bisa terjadi mortalitas Quammen Onuf 1993.
Salinitas air mempengaruhi osmoregulasi ikan dan berpengaruh besar terhadap fertilisasi dan perkembangan telur. Setiap jenis ikan mempunyai
kemampuan berbeda dalam beradaptasi terhadap salinitas. Beberapa jenis merupakan eurihalin, tetapi kebanyakan ikan merupakan stenohalin Laevastu
Hayes 1981; Nybakken 1992.
4.2.6 Oksigen Terlarut
Gas oksigen terlarut dalam air laut dapat berasal dari difusi dari udara Proses aerasi dan hasil proses fotosintesis di siang hari Hutagalung Rozak
1997. Nilai kandungan gas oksigen terlarut dari lima stasiun penelitian berkisar 6,25-6,66 mgl Tabel 5. Secara umum kisaran nilai tersebut berada di atas baku
mutu untuk biota laut, yaitu 5 mgl. Berfluktuasinya kandungan gas oksigen terlarut di perairan Pulau Pasi diduga disebabkan pemakaian oleh lamun untuk
respirasi akar dan rhizoma, respirasi biota air lainnya dan pemakaian oleh bakteri nitrifikasi dalam proses siklus nitrogen di padang lamun. Selain itu faktor-faktor
yang dapat menurunkan kandungan oksigen dalam air laut adalah kenaikan suhu,
adanya lapisan minyak di atas permukaan laut, dan masuknya limbah organik yang mudah terurai ke lingkungan laut Hutagalung Rozak 1997.
4.2.7 Nilai pH
Nilai pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena akan mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Nilai pH
merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hydrogen H
+
di dalam air. Variasi pH umumnya bisa disebabkan oleh proses-proses kimia dan biologis yang dapat
menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat asam maupun alkalis. Selain itu variasi pH juga bisa disebabkan masukkan limbah yang bersifat asam atau alkalis
dari daratan. Nilai pH yang diperoleh dari semua lokasi penelitian berkisar 8,06-8,13
Tabel 5. Kepmen Negara LH No. 51 tahun 2004 menetapkan nilai ambang batas pH 7-8,5 + 0,2 untuk biota laut dan terlihat bahwa semua stasiun penelitian berada
dalam kisaran ini. Diantara kelima stasiun penelitian, nilai pH yang rendah ditemukan pada stasiun V. Kondisi ini diduga sangat terkait dengan masukan
bahan organik. Keberadaan bahan organik yang tinggi akan meningkatkan aktivitas mikrobiologi dalam penguraiannya, sehingga selajutnya bisa
mengakibatkan kondisi kolom air yang anoksik. Selain itu juga, pada beberapa stasiun lainnya menunjukan nilai pH yang tinggi. Kondisi pH yang tinggi diduga
terkait dengan proses fotosintesis. Phillips Meñes 1988 menyatakan bahwa nilai pH di perairan tropis bisa meningkat hingga 9,4 selama proses fotosintesis
berlangsung. Swingle 1968 berpendapat bahwa batas toleransi pH ikan umumnya
berkisar antara pH 4 dan pH 11 dan untuk mendukung kehidupan ikan secara wajar diperlukan perairan dengan pH yang berkisar antara 5-9. Jadi, kisaran nilai
pH perairan ini masih dalam batas toleransi yang memungkinkan ikan dan biota air lain hidup dan berkembang.
4.3 Struktur Komunitas Lamun