16 memenuhi kepentingan materil. Suatu kelompok akan berpartisipasi dalam suatu
gerakan yang bersifat kolektif karena ingin mendapatkan keuntungan tertentu atau mendapat insentif. Hal ini memperlihatkan bahwa keikutsertaan petani dalam
gerakan banyak dipengaruhi oleh jenis, bentuk dan isi harapan – harapan yang menurutnya bakal menguntungkan Mustain, 2007.
Olson 1971 dalam buku yang berjudul The Logic of Collective Action mengkritik argument tersebut dengan menyatakan bahwa pergolakan petani dalam
menetang kekuatan pasar tidaklah selalu mendorong terjadinya gerakan petani. Mereka melakukan pemberontakan atas dasar hitungan untung rugi yang
ditanggung dari ketidakpuasan atas keadaan status quo. Dari asumsi tersebut, sangat mungkin dikembangakan sifat dan peran psikologis dalam menjelaskan
partisipasi petani dalam gerakan petani. Orang yang terlibat dalam gerakan lebih banyak didasari oleh pilihan rasionalnya, tetapi yang menjadi pertanyaan
“mengapa pilihan rasional itu relevan di dalam aksi perlawanan petani”. Salert 1976 dalam bukunya yang berjudul Revolution and
Revolutionaries : Four Theories, menyatakan bahwa teori rasional petani memang memberikan pandangan yang cukup bermakna dalam pengorganisiran massa.
Tetapi, banyak orang melebih - lebihkan teori pilihan rasional dan meninggalkan teori psikologi. Terdapat dua pengembangan teori pilihan rasional, yaitu i teori
ini melibatkan sifat dan efek psikologis yang diperlukan untuk menjelaskan partisipasi petani dalam aksi kolektif. ii Pilihan petani difokuskan pada asumsi
rasionalitas yang membentuk basis teori tentang putusan sebelum membentuk aksi koletif, perilaku revolusioner akan membentuk pengalaman sosial yang akan
mengakibatkan perubahan perilaku sebagian masyarakat.
2.1.3.1 Organisasi Gerakan
Jo Freeman 1979 dalam tulisan yang berjudul A Model For Analyzing the Strategic Option of Social Movement Organization berpendapat bahwa
keputusan strategis dalam sebuah gerakan tidak selalu berasal dari pemimpin gerakan atau sekumpulan elite dalam gerakan, karena sebagian besar gerakan
bukanlah subyek dari sebuah kontrol yang bersifat hirarkis. Dalam melihat organisasi gerakan terdapat empat elemen penting yang harus diperhatikan, yaitu
17 i sumberdaya yang dimobilisasi, ii pembatasan pada pemanfaatan sumberdaya
tersebut, iii struktur organisasi gerakan, dan iv ekspektasi atas target yang
potensial tujuan gerakan.
Sumberdaya yang dapat dimafaatkan dalam melakukan gerakan bisa dibagi menjadi dua, yaitu sumberdaya terbatas dan sumberdaya tidak terbatas.
Sumberdaya terbatas termasuk uang, ruang, dan penyebaran ide dasar dari gerakan kepada publik secara luas. Uang dapat membeli ruang, meskipun tidak
selamanya akan seperti itu. Disisi lain, uang dapat dipergunakan untuk melakukan publikasi ide – ide gerakan, sebaliknya, publikasi juga dapat digunakan untuk
melakukan pengumpulan uang. Sedangkan sumberdaya tidak terbatas adalah manusia itu sendiri. Pada kenyataannya, perbedaan mendasar antara organisasi
gerakan dengan perkumpulan individu yang berbasis pada suatu ketertarikan, terletak pada pengelolaan kedua sumberdaya ini. Haruslah disadari bahwa tidak
setiap orang dapat memberikan kontribusi yang sama pada satu gerakan. Sumberdaya yang tidak terbatas dapat dipilah menjadi dua kategori besar
yaitu manusia yang berkemampuan dan manusia yang tidak berkemampuan. Manusia yang berkemampuan merupakan manusia yang memiliki kemampuan
untuk mengorganisir massa, manusia yang mempunyai jaringan dengan berbagai kelompok terkait, dan manusia yang memiliki jalur kepara pengambil kebijakan.
Sedangkan manusia yang tidak berkemampuan merupakan manusia yang hanya
memiliki waktu dan komitmen kepada gerakan.
Akan lebih mudah membayangkan sumberdaya sebagai sesuatu yang abstrak, uang misalnya, bisa digunakan untuk hampir semua kebutuhan dalam
sebuah gerakan. Sayangnya sumberdaya yang ada dalam sebuah gerakan, bukanlah sumberdaya cair yang dapat kita gunakan seenaknya. Terdapat
“pembatasan” antara sumberdaya dengan gerakan yang bertindak seperti penyaring. Joe Freeman 1979 membagi pembatasan dalam pemanfaatan
sumberdaya menjadi lima kategori yaitu, i nilai yang dianut oleh gerakan, ii pengalaman pada masa lalu, iii konstituen dari gerakan, iv ekspektasi, dan v
hubungan dengan kelompok target gerakan.
Hal ketiga yang menjadi penting dalam sebuah organisasi gerakan adalah struktur gerakan sosial. Menurut Harper 1998, struktur adalah jejaring hubungan
18 sosial yang sudah mantab dimana interaksi sudah menjadi rutin dan berulang,
antara berbagai peran-sosial, group, organisasi, dan institusi yang membentuk masyarakat tersebut. Meskipun tidak dapat kita jadikan patokan, definisi
mengenai struktur yang diutarakan oleh Harper 1998 dapat membantu kita dalam melihat stuktur dari organisasi gerakan petani seperti Serikat Petani
Pasundan SPP di Priangan Timur, Institusi Adat pada kasus Tanah Lot, BPRPI
di Sumatra Timur, ataupun KAAPLAG pada kasus Cimacan. Terdapat dua model
dari struktur organisai gerakan, yaitu struktur gerakan yang tersentralisasi, dan struktur gerakan yang desentralisasi atau tersegmentasi. Struktur gerakan yang
tersentralisasi cenderung membutuhkan sumberdaya yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan gerakan dengan struktur desentralisasi, dalam menjaga
kesinambungan gerakan.
Guna mewujudkan gerakan sosial yang efektif terdapat tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan ekspektasi atas target dalam organisasi
gerakan. Pertama adalah struktur dari kesempatan yang terbuka untuk melakukan aksi massa. Kedua adalah upaya – upaya berupa kontrol sosial yang dapat
dilakukan oleh gerakan. Ketiga, perbandingan hasil dari aksi dengan standar norma yang ada di masyarakat. Keberhasilan pada suatu gerakan banyak
ditentukan pada bagaimana gerakan itu dapat menemukan titik rataan antara
ketiga kategori tersebut dengan kondisi dilapangan.
Terdapat dua tipe organisasi petani yang melakukan perlawanan, yakni 1 organisasi yang muncul dari dalam kelompok petani itu sendiri untuk mengatur
diri sendiri. 2 organisasi yang muncul dari luar Mustain, 2007. Institusi – institusi petani yang mengorganisir diri sendiri dapat sangat berpengaruh dalam
bentuk perlawanan harian petani. Institusi ini tercipta guna menekan kerugian yang didapat dalam usaha mendapatkan insentif. Disamping itu, insentif juga
dapat menjadi semacam stimulus bagi institusi petani lain yang mengorganisisr
dirinya sendiri berdasarkan ketidaksepakatan bersama kolektif. Gerakan petani
yang terorganisasi dari luar eksternal, dalam mencapai keberhasilan organisasinya memerlukan mekanisme dengan melaksanakan peraturan tertentu,
yaitu keberhasilan mereka tergantung pada kemampuan dalam memberikan
19 insentif, yang mampu mengundang para pengikutnya untuk berpartisipasi secara
aktif.
Godwin dalam Ecstein 1990 mengemukakan bahwa selain barang – barang kolektif, organisasi – organisasi revolusioner tersebut juga menawarkan
insentif untuk mendorong partisipasi dalam berbagai macam aktivitas, khususnya yang berbahaya seperti perang grilya yang sesungguhnya. Insentif tersebut
diperuntukan para pengikut dan pejuang, di samping dapat meminta pengurangan pajak dan sewa tanah, keluarga mereka juga dapat meminta penambahan tanah
selain yang telah diberikan kepada pendukung secara umum. Organisasi petani
dikatakan berhasil apabila organisasi tersebut dapat menyeimbangkan antara pertimbangan insentif individu dengan kebutuhan umum.
2.1.3.2 Kepemimpinan